BAB 5

22 2 0
                                    

"Kita tidak begitu mempunyai banyak bukti, Rebbeca," ucap Taylor dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

Gadis remaja yang berada dalam ruang interogasi tidak memberi banyak informasi. Kasus pembunuhan salah satu pasangan terkaya, Featherston, di Atlanta menjadi kasus terbesar Taylor. Tentu pasangan ini memiliki banyak musuh dan hanya satu diantara banyak musuhnya yang memiliki keberanian cukup untuk membunuh mereka berdua ketika mereka sedang ingin melakukan konferensi pers di sebuah gedung. Ketika mereka keluar dari mobil, dua tembakan berhasil menembus kepala mereka dan mati di tempat.

Tentu saja penembak itu adalah penembak jitu. Detektif kepolisian Atlanta, Rebecca dan rekannya sedang melakukan penyelidikan di atap gedung. Menurut mereka, pelakunya menembak pasangan itu di atap gedung dan kabur.

Dan anak tunggal dari pasangan keluarga Featherston tidak begitu membantu. Anaknya berumur 16 tahun dan masih merasa terguncang atas kepergian orangtuanya. Taylor begitu mengerti dengan keadaan anak itu, tetapi anaknya perlu membantu para detektif agar si pembunuh segera tertangkap.

Tersangka pertama tentu saja para kerabat keluarga Featherston atau pelayan yang berada di rumah Featherston. Sejauh ini, para tersangka memiliki alibi yang kuat yang membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Taylor menatap Rebecca yang sedang memerhatikan rekan kerjanya, Peter, masih menginterogasi anaknya.

"Kembalikan ia pulang, aku tak mau kita membuang-buang waktu seperti ini," ucap Taylor tegas. Rebecca mengangguk setuju, wanita itu telah berumur 35 tahun dan memiliki rambut merah kecoklatan yang mencolok. Ia memberi kode pada Peter untuk keluar dari ruang interogasi, tanda sudah selesai. Peter mengangguk dari dalam kemudian berbicara sebentar dengan remaja itu.

Taylor menarik nafas tajam lalu meninggalkan Rebecca begitu saja. Ia harus kembali ke kantornya untuk menemui anaknya.

"Kulihat kau sangat frustrasi, Taylor. Ada apa?" Tanya Rebecca dari belakang mengikuti Taylor. Kepala Taylor menggeleng, ia tidak ingin orang lain mengikut campuri masalahnya. Terlebih lagi jika itu sudah berhubungan dengan Justin, Taylor tidak begitu pintar menguasai amarahnya bila hal itu berhubungan dengan Justin.

"Aku tidak frustrasi," ucap Taylor melangkah lebih cepat menuju lift. Ketika sampai di depan pintu lift, ia menekan tombol ke bawah agar segera keluar dari kantor polisi sialan ini.

"Terima kasih sudah mengantarku sampai lift. Semoga beruntung." lanjut Taylor pada Rebecca yang memang mengikutinya sampai depan lift. Ketika pintu lift terbuka, orang-orang dalam lift keluar berhamburan seperti semut yang diganggu saat sedang menikmati makanan mereka. Segera Taylor masuk ke dalam dan meninggalkan Rebecca yang terus memerhatikan Taylor.

Rebecca sudah bekerja sama dengan Taylor selama bertahun-tahun dan melihat kelakuan Taylor selama memerhatikan remaja dalam ruang interogasi itu, Rebecca tahu betul, Taylor sedang mengalami masalah. Dan ini memang kesalahannya, seharusnya Rebecca tak bertanya tentang masalahnya. Ia hanya teman kerja, bukan ibu Taylor.

***

"Kau menyukainya?" Tanya Justin pada anak kecil di depannya yang sedang menikmati kentang goreng yang Justin beli di McDonald. Christopher mengangguk senang. Ah, Christopher tak menyangka bahwa paman Justin (sekarang ia tahu namanya) datang ke kantor ibunya hanya untuk membelikan Christopher makanan. Ya, tentu saja Christopher akan membukakan pintu untuk paman Justin. Padahal ibunya sudah memperingati Christopher untuk tidak membuka kunci pada siapa pun kecuali ibunya atau paman Java. Tetapi anak itu melanggar aturan ibunya, ia sangat ingin bertemu dengan paman Justin dan memeluk tangannya.

"Paman Justin," panggil Christopher. "Dimana kau tinggal?" Tanya Christopher memakan burger yang dibelikan Justin itu. Mereka kelihatan seperti Ayah dan anak yang akrab. Justin duduk di atas sofa, tempat penerima tamu Taylor. Sementara Christopher duduk di atas mejanya dan menikmati makanannya.

DOOMED | Herren JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang