BAB 8

24 2 0
                                    

Sebuah tamparan keras berbunyi membuat Justin mengerang kesakitan.

Justin bisa menghitung berapa kali Taylor menamparnya, tetapi kali ini, tamparannya begitu menyakitkan dan terasa seperti terbakar api.

Di ruangan yang remang-remang itu Taylor menatap Justin dengan benci. Apakah Taylor semurah itu di hadapannya? Padahal awal niat Taylor meminta Justin menggendongnya agar itu menjadi tanda bahwa Taylor tidak akan bersikap menjengkelkan seperti kemarin-kemarin.

Namun ciuman itu mengubahnya kembali seperti semula, seperti awal setelah mereka bercerai.

Matanya berkaca-kaca tetapi tidak ingin menangis. Taylor bukan ingin menangis, tetapi amarahnya terbakar hingga matanya terasa perih.

Apakah Justin tidak memikirkan Emma yang sedang menunggunya di apartemen? Talyor tidak peduli siapa itu Emma, yang ia inginkan hanyalah Justin segera enyah dari hadapannya dan Christopher dengan damai tanpa perlu membenci Justin lagi.

Pria itu masih ada di hadapannya, mengelus pipinya.

"Pergilah," lirih Taylor lemas. Ia begitu lelah dan tidak ingin berdebat lebih lama lagi. Dan ia berharap pada Tuhan agar pria ini tidak berbicara atau apa pun. Untungnya Tuhan menjawab permintaan Taylor.

Pria itu bangkit dari tempat tidurnya, tidak mengatakan sepatah kata pun karena sesungguhnya ia begitu kecewa dengan balasan Taylor. Ia menginginkan Taylor, menginginkan kelembutan wanita itu meski hanya beberapa menit.

Ah! Tidak mungkin Taylor akan berbaik hati padaku, pikir Justin menutup pintu kamar Taylor. Justin mengembus nafas panjang, berharap agar Taylor memikirkan kembali apa yang telah Justin peringatkan padanya mengenai Java yang sebenarnya tidak sebaik yang dipikir Taylor.

Pria itu lihai menutupi kejahatannya, hanya saja, Justin tidak tahu bagaimana bisa mengungkapkannya dan memberikan bukti nyata pada Taylor. Dan kepercayaan Taylor sangat sulit didapatkan.

Justin menyunggingkan senyum licik. Setidaknya Justin pernah menjadi salah satu orang yang sangat dipercayai Taylor.

***

Pria jangkung itu berlutut di depan tempat tidurnya dan sedang berdoa pada Tuhan agar segala dosanya diampuni. Meski ia tahu, dosa yang ia perbuat adalah perbuatan yang takkan termaafkan oleh manusia.

Namun ia tahu, Tuhan akan mengabulkan doanya seperti doa-doanya yang lain. Ia mengucapkan kata 'Amin' setelah selesai berdoa. Pria itu bangkit dari lantai lalu beranjak naik ke atas tempat tidurnya.

"Selamat tidur sayang," bisiknya lembut namun lebih terdengar seperti bisikan ancaman yang menjanjikan bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk Semua orang akan menganggapnya seorang pria tampan yang gila.

Karena sesungguhnya, ia tidak berbicara pada siapa pun selain foto yang berada di samping bantalannya.

***

Pagi itu, di hari Minggu, Taylor mendapati tubuh Christopher yang panas. Suhu tubuhnya mencapai 35 derajat dan sebelumnya Christopher tak pernah sakit panas seperti ini.

Terkutuk!

Wajah anaknya pucat dan sialnya ia mendapati Christopher tertutupi selimut seperti pasta. Apa-apaan yang Justin lakukan tadi malam? Sungguh, jika ada sesuatu yang membuat anaknya harus diopname di rumah sakit, Taylor tidak akan segan-segan menyalahkan Justin.

Seharusnya Christopher tak selelah kemarin dan harus tidur jam 8 malam. Tetapi baru kemarin Christopher terpaksa tertidur jam 9 malam, itu pun dalam perjalanan pulang.

Tentu saja Taylor menghubungi Java untuk meminta pertolongan dari pria itu. Sejauh ini, Java satu-satunya orang yang dapat Taylor percayai.

Christopher terduduk di sisi tempat tidurnya dengan wajah lesu. Ia tidak bersemangat pagi itu dan ingin kembali tidur. Ia merasa mual dan tidak ingin melakukan apa pun selain memeluk perut Ibunya.

DOOMED | Herren JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang