4. Kenyataan Pahit

1.5K 217 10
                                    

Untuk memperjuangkan haknya, dia rela meninggalkan apa yang dimiliki termasuk jabatan dan orang terdekat. Bukan karena tidak sayang, tapi pilihannya butuh dihargai. Apa dia menyesal telah mengambil keputusan itu? Dia merasa tidak menyesal. Keputusannya sudah tepat diambil. Kehidupannya tak lagi dikekang oleh sang ayah. Dia berhak menentukan pilihan hidupnya.

Udara pagi terasa begitu segar. Suara rintik gerimis mengalihkan perhatiannya. Pandangannya sekilas menatap luar kaca. Dia beranjak menuju dapur untuk membuat kopi. Aktivitas yang biasanya dia lakukan saat pagi pun tertunda.

Hujan di luar rumah semakin lebat. Pertama kali dia menyaksikan hujan di Bali pada pagi hari. Langkahnya mengayun menuju sofa dekat kaca, lalu meletakkan secangkir kopi dan ponsel di atas meja, menyusul tubuhnya mendarat di atas sofa. Benda di dalam saku kemeja kembali diraih. Ditatatpnya benda itu dengan sejuta perasaaan. Pandangannya teralih ketika mendengar getaran ponsel. Benda di tangan segera dimasukkan kembali ke dalam saku, lalu meraih ponsel untuk memastikan pesan yang masuk.

From: Fanya
Mas Adit, kamu serius mengundurkan diri?
Kenapa? Apa karena perjodohan kita?

Adit menghela napas. Tak penting membalas pesan dari Fanya. Akan menjadi umpan jika dia membalas pesan wanita itu. Lebih baik Adit mengabaikan. Perhatian Adit teralih ketika mendengar suara guntur. Kemudian disusul suara pintu terbuka. Adit menoleh ke sumber suara. Risa keluar dari kamar dengan raut tak menentu. Gadis itu masih terlihat berantakan, hanya mengenakan hoodie dan celana pendek. Adit membuang wajah. Suara guntur kembali terdengar keras.

Risa berjalan menuju dapur untuk membuat minuman. Cuaca hujan seakan mendukung untuk menikmati minuman hangat. Hujan pun masih terdengar deras di luar sana. Risa duduk di bangku yang ada di dapur. Kedua tangannya menyentuh permukaan mug. Jaraknya dengan Adit tak begitu jauh. Hanya terhalan partisi sebagai penyekat dapur dan ruangan yang Adit duduki.

Tubuh Risa beranjak dari kursi saat mengingat sesuatu. Kemarin, dia membuat makanan dan masih tersimpan di kulkas. Dia bisa memanaskannya suatu saat untuk sarapan atau camilan. Tangannya dengan sigap menyiapkan panci kukus, lalu mengisinya dengan air. Tak lupa makanan itu dikeluarkan dari dalam kulkas. Bahan lain mulai disiapkan untuk membuat saus. Tangannya terampil berkutat dengan alat dapur.

Dalam waktu 10 menit, makanan sudah tersaji di atas piring bersama saus. Risa mengukus cukup banyak karena untuk berdua. Tak mungkin dia makan sendiri sedangkan di rumah itu ada Adit. Dia bisa tinggal di rumah itu karena Adit, jadi dia harus menghargai Adit.

"Kemarin aku bikin Pelmeni cukup banyak dan memang sengaja untuk stok di kulkas. Kayak cocok buat sarapan pagi ini. Apa kamu ikut makan sekarang karena masih hangat? Solanya kalau sudah dingin kurang enak." Risa menawari Adit.

Deringan ponsel menggema. Suara itu bersumber dari ponsel milik Adit. Pemilik ponsel mengabaikan panggilan itu. Dia beranjak dari sofa untuk menghampiri Risa.

"Itu hape kamu bunyi." Risa mengingatkan.

"Biarin saja." Adit duduk di kursi ruang makan.

Risa menyiapkan piring untuk Adit. Setelah itu, dia duduk berseberangan dengan Adit untuk menikmati pelni buatannya. Dia merasa sudah seperti koki pribadi Adit. Bukan hanya koki, tapi sudah seperti pembantu. Syukur Adit tak menyuruhnya mencuci pakaian.

Deringan ponsel Adit kembali menggema. Risa merasa terusik akan deringan itu. Sesekali matanya mencuri pandangan pada Adit. Laki-laki di depannya hanya santai sambil menikmati makanan buatannya.

Kenapa dia nggak angkat panggilan telepon itu? Kalau tidak penting, kenapa masih terus telepon dia? tanya Risa dalam hati.

Adit merasa terusik karena deringan ponselnya berulang-ulang. Dia beranjak dari kursi, lalu menuju sofa yang sbelumnya ia duduki. Tangannya menyambar ponsel di atas meja. Fanya masih belum putus asa untuk menghubunginya. Jalan satu-satunya agar membuat Fanya jera adalah memblokir kontak wanita itu. Adit sudah cukup sabar selama ini menghadapi wanita itu. Dia kembali menghampiri meja makan sambil membawa ponsel di tangannya. Diletakkan benda pipih itu di atas meja, lalu kembali duduk. Suasana hatinya mendadak kacau karena gangguan Fanya.

Ex-Cop is My Husband (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang