Rasa kesal masih hinggap di hati Risa. Kesal karena perbuatan Adit yang sudah mengurungnya di dalam apartemen. Meski itu untuk kebaikannya, tapi Adit tak perlu melakukan hal seperti itu. Kenapa dia tak mengajak Risa untuk ikut bersamanya, atau minimal membangunkannya untuk pamit? Sudah seperti tawanan harus dikurung sendirian. Makanan dari Adit pun belum disentuh olehnya. Rasa kesal membuatnya tak selera makan.
Indera pendengaran Risa menangkap suara pintu terbuka. Dia menduga jika Adit sudah pulang. Posisinya saat ini sedang di dalam kamar, menyendiri. Pintu kamar pun sudah dia kunci. Pandangannya mencuri ke arah ponsel, berharap Adit menghubunginya, atau minimal mengirim pesan karena makanan yang dia belikan tidak disentuh oleh Risa.
Ketukan pintu mengalihkan perhatian Risa. Suara itu bersumber dari pintu kamar yang dia tempati saat ini. Risa masih bergeming.
"Risa," panggil Adit.
"Biarkan saja. Aku kesal dengannya karena sudah mengurungku di apartemen ini," gumam Risa dengan nada kesal.
Beberapa kali Adit mengetuk pintu kamar itu, tapi tak ada respon dari Risa, membiarkan Adit di luar sana dengan berbagai pikiran tentangnya. Suara kembali terdengar dari benda lain. Kali ini suara ponsel yang menggema di dalam kamar itu. Risa menatap layar ponselnya. Terlihat nama Adit menghubunginya. Dia membiarkan ponselnya terus berdering tanpa ingin mengangkat panggilan telepon dari Adit.
"Risa! Kamu baik-baik saja?!" tanya Adit dengan nada seru. Seruannya mengandung kekhawatiran.
"Aku sedang tidak baik-baik saja. Aku kesal padamu." Risa kembali bergumam pada diri sendiri.
Adit masih berseru dari balik pintu. Helaan napas keluar dari mulut Risa. Meski rasa kesal masih bergumul di dalam hatinya, tapi rasa tak tega mengalahkan kekesalannya pada laki-laki itu. Diraihnya ponsel untuk mengirim pesan pada Adit.
To: Mr. Adit
Aku baik-baik saja.Setelah mengirim pesan pada Adit, ponsel kembali Risa letakkan di atas tempat tidur. Suasana mendadak hening. Sepertinya Adit sedang membaca pesannya. Baru saja ponsel diletakkan, benda itu mengeluarkan suara tanda panggilan masuk. Tatapan Risa kembali pada benda pipih itu. Helaan napas pun kembali dia embuskan saat melihat siapa yang menghubunginya. Risa meraih ponsel dengan gerakan malas, menggeser layar, lalu menempelkan pada telinga.
"Cepat keluar. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu," ucap Adit di seberang sana.
"Tidak mau. Kamu sendiri yang mengunci aku di sini. Terserah aku ingin keluar atau tidak," balas Risa dengan nada sinis.
"Jadi kamu marah karena aku ngelarang kamu keluar? Padahal kamu tau kalau aku ngelakuin itu buat kebaikan kamu?"
"Minimal kamu membangunkan aku saat akan pergi."
"Cepat keluar. Kita bisa bicarakan di luar."
"Tidak."
"Keluar sekarang. Aku lagi nggak ingin bercanda."
Risa menatap layar ponsel saat sambungan telepon terputus sepihak. Pemutus sambungan telepon bukan dia, melainkan Adit. Dia beranjak dari ranjang dengan gerakan terpaksa. Dari nada yang didengar, Adit memang sedang serius ingin membicarakan sesuatu dengannya.
Pintu kamar terbuka. Risa tak mendapati Adit di depan pintu kamar. Pandangannya mengedar ke sekitar. Terlihat sosok yang dia cari berdiri di dapur sedang berkutat dengan makanan. Risa menghampiri meja makan, lalu duduk di salah satu kursi. Percuma kesal pada Adit karena dia tak akan bisa menang melawannya.
"Aku minta maaf karena nggak bangunin kamu dan menguncimu di sini sendirian," ungkap Adit saat tiba di dekat Risa, lalu menyajikan makan malam yang sudah dia siapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Cop is My Husband (Tamat)
Random#1 in Bali (7 Desember 2021) #1 Pertemuan (11 Juni 2022) Aditya Putra. Dia rela melepas jabatannya sebagai pasukan khusus dalam dunia kepolisian karena menolak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya, Fanya Laksmita. Adit tahu jika perjodohann...