3. Talak

1.4K 103 6
                                    

Sudah tujuh bulan lamanya Maria hidup dalam kesengsaraan. Sela benar-benar sukses membuat Maria tidak pergi dari rumah dan kembali menjalankan aktvitasnya seperti biasa. Tentu itu membuat Fiko sangat puas, lalu tidak jadi menceraikan dirinya.

Kebaikan hati Maria ternyata menjadi kelemahannya. Dia tidak tega tatkala Sela datang mengadu kalau Maria pergi, Sela akan diceraikan.

Awalnya Maria cuek, tapi saat mendengar bahwa Sela juga ternyata sebatang kara mau tidak mau perasaannya ikut terbawa. Maria tau bagaimana sepinya hati saat tidak ada yang namanya keluarga. Katakan Maria bodoh, tapi itu yang dia rasakan. Sehingga bertahan demi madunya.

Namun, saat Maria mau menjalankan pernikahan kembali, ternyata Fiko tidak berubah sama sekali. Perlakuan Fiko pada Maria malah menjadi.

Janji Fiko yang hanya akan memakai kamar tidurnya untuk Sela selama satu bulan itu nyatanya hanya janji palsu. Sampai bulan selanjutnyapun kamar itu tetap dipakai Sela. Maria sudah tidak pernah menerima nafkah batin lagi dari Fiko, karena setiap malam Fiko akan menghabiskannya bersama Sela.

Pernah sekali Maria meminta hak biologisnya pada Fiko, namun hanya tolakan yang dia dapat dengan alasan sudah lelah bermain dengan Sela. Hatinya semakin sakit, luka itu sudah tidak terbendung lagi menyaksikan ketidak adilan Fiko terhadapnya.

"Apa ini?" Fiko bertanya heran. Ditangannya terdapat berkas bersempel pengadilan yang disodorkan Maria untuknya.

"Surat cerai." Maria menjawab singkat. Diam-diam Maria mengumpulkan bukti ketidak adilan Fiko dalam membagi nafkah untuk dirinya dan madunya. Setelah bukti terkumpul, Maria mengajukannya pada pengadilan.

Tangan Fiko bergetar. Mulutnya terbuka lalu tertutup kembali. Perlahan dia membuka berkas itu dan mendapati tanda tangan Maria sudah tertulis jelas disana. "Ken_kenapa kamu meminta cerai lagi?"

Maria memandang Fiko datar. Kesakitan Maria begitu dalam, sehingga air matanya sudah tak pernah keluar lagi semenjak empat bulan lalu." Disana sudah tertulis jelas atas alasan-alasan kenapa saya meminta cerai."

Dengan cepat Fiko membuka lembaran yang terdapat dalam berkas surat cerai yang ada ditangannya. Setelah membaca rentetan alasan Maria meminta cerai darinya, matanya memanas merasa bersalah. Sungguh dia tidak bermaksud untuk mencampakan atau melupakan Maria. Dia hanya ingin segera memiliki anak sehingga setiap malam melakukannya dengan Sela. Namun, bukan kehamilan Sela yang dia dapat, surat cerai Maria yang kini dia genggam. "Mas_mas tidak akan menceraikan kamu."

Maria tetap menunjukan raut datar sama sekali tidak terpengaruh dengan penolakan Fiko." Harusnya mas sadar. Secara agama saya diperbolehkan minta pasah ketika suami tidak memberi istrinya nafakah lahir atau batin selama enam bulan berturut-turut lamanya. Dan kalau mas lupa, mas sudah melakukannya lebih dari enam bulan." Jelas Maria santai.

Fiko menggeleng, menolak penjelasan Maria. Dia merobek berkas perceraiannya sampai tak terbentuk." Kamu minta nafkah lahir dan batinkan? Mas kasih sekarang. Asal jangan pernah meminta cerai pada mas!"

"Keputusanku sudah bulat. Karena mas merobek berkasnya, saya bisa membuatnya kembali dan ayo kita bertemu dipengadilan." Maria pergi kekamar Marni untuk mengambil semua barangnya.

Marni yang lagi tiduran tersentak kaget karena Maria membuka kasar pintunya tanpa mengucapkan permisi seperti sebelum-sebelumnya. Marni melototkan matanya hendak mencaci maki Maria yang tidak ada sopan santunnya terhadap orang tua, namun kata itu tertelan kembali ketika mendapti Fiko ikut menyusulnya sambil memohon-mohon.

"Maria. Mas mohon jangan lakuin ini. Mas janji mulai saat ini, mas akan lebih prioritaskan kamu ketimbang Sela."

Sela yang berdiri diambang pintu sontak melotot tak terima. Dia menghampiri Fiko, " Mas, kamu  apa-apaan sih."

Mawar Hitam BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang