Maria melihat arloji di tangannya. Jam sudah menunjukan pukul 6:31. Dia kini berdiri di depan pintu rumah besar bergaya Eropa. Setelah mengucapkan Basmalah terlebih dahulu, dia menekan bel yang terletak di sisi kiri pintu itu sekali. Setelah menunggu beberapa saat, pintu rumah terbuka menampilkan seorang wanita paruh baya yang pernah di tolongnya beberapa hari kebelakang.
Maria cukup terkejut dengan kebetulan ini. Ibu-ibu yang di tolongnya waktu itu ternyata tinggal di rumahnya Gudy yang telah menjadi Bosnya saat ini. Maria hanya bisa tersenyum kecil ketika mendapati wajah terkejut Arum. "Assalamualaiku ibu." Sapanya mendahului, karena tidak ada tanda-tanda wanita paruh baya di depannya akan menyapa dalam waktu dekat.
Arum mengembangkan senyumnya dengan lebar. Dia tidak menyangka akan di pertemukan kembali dengan perempuan yang menolongnya tempo hari itu. "Wa'alaikum salam. Kamu yang nolongin saya waktu itu, ya?"
Maria mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, bu."
"Kalau begitu ayo masuk! Jangan berdiri di luar. Kita lanjutkan ngobrolnya lagi di dalam." Arum menggandeng tangan Maria dan membawanya kedalam rumah. "Kamu duduk dulu di sini! Saya mau buatkan dulu kamu minum sekalian ambil cemilan."
Sepeninggalnnya Arum, Maria dapat dengan leluasa memperhatikan interior rumah mewah bergaya Eropa ini. Semua perabotan terlihat mahal dan tertata rapi. Bahkan sopa yang saat ini ia duduki pun terasa lembut dan nyaman. Rumah ini terdiri dari 3 tingkat. Maria tidak dapat menebak ada berapa ruangan di dalam rumah ini karena saking besarnya. Dalam hati, Maria berpikir. Sebenarnya apa pekerjaan tuan rumah ini sehingga dapat membangun rumah semegah ini.
Karena asyik memperhatikan setiap sudut rumah, Maria sampai tidak sadar Gudy sudah berdiri memperhatikannya dari 5 menit yang lalu. Setelah Gudy mendudukan tubuhnya di atas sopa dengan nyaman, Gudy berdehem untuk menarik atensi Maria agar menyadari kedatangannya. Dan itu berhasil. Maria terkejut karena tiba-tiba melihat Gudy sudah duduk di hadapannya. "Kenapa kamu terkejut?" Gudy pura-pura tidak mengetahui alasan Maria terkejut. Dia terkekeh dengan internal karena merasa lucu dengan wajah Maria ketika terkaget.
"Maaf, karena tidak menyadari kedatangan Bapak." Maria menunduk merasa malu karena kepergok tengah mengagumi rumah Gudy. Maria tentu wanita normal yang kebanyakan menyukai keindahan. Di suguhkan dengan pemandangan yang dapat membuat mata silou, membuat Maria seakan lupa diri.
Gudy mengibaskan tangannya acuh. "Santai saja." Dia melihat arlojinya sebentar. Gudy menyerahkan 2 lembar kertas yang sudah di pasang Materai beserta pulpenya. Kertas pertama berisi surat kontrak, dan kertas kedua berisi pekerjaan mengenai Asisten pribadi Gudy. "Di sini ada persyaratan-persyaratan kontrak kerja menjadi Asisten saya berikut gaji."
Maria menerimanya. Dia membaca satu persatu kata yang tertera dalam kertas. Ketika Maria membaca kertas mengenai pekerjaan menjadi Asisten, dia sedikit heran ketika membaca poin ke-
3. Jago memasak nasi goreng.
4. Melindungi serangan dari Wewegombel yang ingin menempel pada Bos.
Namun, jelas itu bukan masalah bagi Maria. Membuat nasi goreng adalah kesehariannya. Selain bahannya murah, tentu mudah di dapat pula. Adapun mengenai Wewegombel, mungkin itu hanya julukan Gudy untuk wanita-wanita yang mengejarnya. Maria paham, Gudy memang setampan itu untuk bisa menarik hati para wanita hanya dengan sekali lirik.
Setelah dirasa tidak ada yang memberatkannya, Maria mengambil pulpen untuk membubuhkan tandatangan di atas kedua Materai.
Gudy mengambil kembali kertas yang Maria simpan di hadapannya. Senyumnya mengembang sempurna karena tidak sabar ingin mencicipi kembali nasi goreng yang waktu itu dia sempat makan. "Karena kamu tida komplen apapun mengenai persyaratan yang ada di dalam surat kontrak, saya anggap kamu puas."
"Saya rasa semua persyaratan dan keuntungan nya cukup seimbang." Maria menjawab bijak.
Lalu mereka sama-sama mengembangkan senyum puas.
"Seneng banget keliatannya kalian berdua!" Arum datang dengan segelas jus jeruk dan kue makaron. Kemudian ikut mendudukan tubuhnya di samping Gudy. "kalian sudah saling kenal?" Tanyanya penasaran. Sekilas tadi Arum mendengar pembicaraan Gudy dan Maria mengenai masalah kontrak kerja.
Gudy mengangguk membenarkan. "Iya, bun. Nona Maria ini yang akan menjadi Asisten pribadiku mulai sekarang." Akunya dengan bangga.
Arum melihat kearah Maria. "Oh, jadi kamu namanya Maria. Saya Arum. Salam kenal."
Maria meringis tak enak karena lupa memperkenalkan namanya pada awal pertemuan tadi. "Iya, ibu. Salam kenal juga." Maria membalas canggung.
"Kebetulan banget, ya. padahal saya baru saja ingin memperkenalkan kalian. "Arum tertawa kecil. Dia menoleh ke arah samping tempat di mana Gudy duduk di sebelahnya. Arum menepuk pelan paha Gudy, "ini, loh Gud. Orang yang nolongin Bunda waktu hampir keserempet motor, Maria orangnya."
Punggung Gudy yang sedang nyaman menyender di sopa sontak menegak. "Bener Bun?" Gudy cukup terkejut dengan penuturan Bundanya barusan. Kenapa dunia seolah selebar daun kelor. Orang yang Gudy cari untuk berucap terima kasih karena telah menyelamatkan Bundanya ternyata ada di depan mata.
Gudy tersenyum tulus saat memandang Maria. "Saya sudah lama ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya pada orang yan telah menyelamatkan Bunda saya waktu itu. Terima kasih, Nona Maria."
Maria menggangguk. "Iya, sama-sama."
"Karena ini masih pagi, kamu pasti belum sarapan." Arum bangkit menghampiri Maria. "Ayo, kita sarapan bareng saja." Tanpa permisi, Arum kembali menggandeng tangan Maria membawanya ke arah dapur.
Maria hanya bisa patuh mengikuti punggung di depannya. Sekilas Maria dapat melihat Gudy memandangnya geli sambil mengikutinya dari belakang.
Gudy sekali-kali mencuri pandang ke arah Maria yang makan dengan anggun. Sesekali bundanya bartanya dan di jawab anggukan dari Maria. Gudy baru menyadari, ternyata Asistennya ini manis sekali saat tersenyum. Maria memang tidak cantik, tapi bentuk wajah yang bulat di padukan dengan mata bulat bernetra coklat, hidung agak mungil, bibir kecil, dan pipi tembem cukup menggambarkan ke imutan atau baby face. Di tambah Maria tidak memakai make up tebal. Gudy dapat menebak kalau Maria hanya memakai bedak bayi dari aromanya, karena tadi sempat berada dalam jarak dekat sebentar.
Terlarut dengan pemikirannya sendiri, Gudy sampai tidak sadar Arum sudah bertanya kepadanya.
"Mau kan Gud?" Arum bertanya penuh harap. Suaranya lembut, tapi matanya melotot penuh peringatan seolah menyuruh Gudy menjawab iya. Mau tidak mau Gudy mengiyakan karena ngeri di pandang layaknya calon korban dari seorang psyco.
"APAAA!" Maria tersentak dengan jawaban Gudy.
Berbeda dengan Maria yang terlihat shock, Arum malah terlihat sumringah. Gudy sampai bingung sendiri, memangnya pertanyaan apa yang Bundanya ajukan? Kenapa perbedaan emosi antara dua wanita di depannya membuat bulu kuduk Gudy merinding? Dia tidak salah menjawab kan? Ada apa dengan para wanita? Kenapa mereka sangat mengerika? Gudy bertanya-tanya dalam hati.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Hitam Berdarah
ChickLitMaria, seorang janda yang meminta cerai dari sang suami karena sudah tidak tahan dengan tekanan dari berbagai pihak. Mulai dari mertua yang selalu menyebutnya wanita cacat karena belum bisa melahirkan seorang anak untuk sang suami, suami yang tidak...