Sela kini tengah menggigit bibirnya gusar. Berkali-kali dia berjalan kesana-sini karena bingung harus melakukan apa. Dia takut kebohongannya terbongkar dan Fiko meninggalkannya untuk kembali pada Maria. Dia tadi spontan mengucapkan bahwa dia hamil agar Fiko bisa melepaskan Maria. Tentu dia tak ingin usahanya selama 7 bulan ini gagal setelah susah payah dia berusaha mengalihkan perhatian Fiko dari Maria.
Fiko masuk kedalam kamar dalam keadaan berantakan dengan mata bengkak dan rambut serta baju acak-acakan. Dia mengeenyit heran karena mendapati Sela tengah mondar-mandir tak jelas. "Kenapa kamu terlihat gusar?"
"A...ah tidak." Sela menjawab gugup. "Mas Fiko kapan masuk?" Sela balik bertanya karena baru menyadari Fiko sudah ada didalam kamar.
"Baru saja."Fiko berjalan mendekati Sela, dia menunduk dengan tangan terulur mengusap perut rata Sela pelan. "Benarkah anaku kini tumbuh didalam perutmu?"
Tubuh Sela menegang otomatis mendengar penuturan Fiko. Dia sampai harus memeras suaranya agar tidak terdengar gugup. "Ap...apa Mas tidak merasakannya?"
Fiko menurunkan tangannya lalu mendongak melihat Sela. Dia menggeleng samar dengan senyum kecil dibibirnya. "Tidak... Mungkin belum." Fiko menjawab ragu.
"Bayinya juga baru ada diperut Mas. Ya, wajar saja kalau Mas Fiko belum merasakan apa-apa." Sela tertawa gugup. Dia mengalihkan wajahnya kerika Fiko memandangnya intens.
Fiko mengangguk membenarkan. Teringat sesuatu, dia lalu menggiring Sela aga duduk ditepi ranjang. "Mas lupa Sela. Besok sampai 7 hari kedepan, Mas ada tugas diluar kota. Bisa tolong kamu jagain dan rawat ibu. Nanti setelah aku pulang dari sana kita cek up kedokter kandungan."
Sela mengangguk dan memaksakan tersenyum. Dalam hati dia berdecih sinis karena disuruh menjagai ibu mertuanya yang sakit-sakitan namun tetap sombong seakan dia adalah orang yang harus semua orang patuhi. Tapi maaf saja, dia bukan Maria yang rela menghabiskan waktu bebasnya hanya untuk mengurus rumah dan Mertua yang sakit-sakitan. Dia akan mempergunakan kesempatan saat Fiko pergi keluar kota untuk mencari cara agar kebohongannya tidak diketahui Fiko, walaupun harus dengan cara menghianati Fiko.
Besoknya Fiko berangkat keluar kota untuk urusan pekerjaannya. Fiko adalah seorang Mandor dalam peroyek sebuah bangunan, karena pekerjaannya itu mengharuskan Fiko untuk terjun langsung kelapangan guna memantau para pekerjanya, dan karena itu pula Fiko sering keluar kota meninggalkan istri dan ibunya. Selama ini Fiko selalu tenang setiap pergi keluar kota karena ada Maria yang menjaga ibunya. Namun, entah kenapa perasaannya sekarang agak berbeda.
Sela yang ditinggal berdua bersama Marni langsung mempersiapkan diri untuk pergi menemui seseorang yang bisa membantunya dalam menjalankan rencananya.
Marni yang melihat Sela berdandan seperti hendak bepergian mengernyit heran. "Mau kemana?"
"Keluar." Sela menjawab tanpa menoleh kearah Marni. Setelah selesai dengan persiapannya, Sela melenggang begitu saja meninggalkan Marni yang kini menatapnya tak percaya.
"Kalau kamu keluar, siapa yang akan mengurus Ibu?"
Sela berhenti. Dia mendengus kesal karena ucapan tidak tau diri wanita tua yang sayangnya itu adalah Ibu dari orang yang kini menjadi suaminya. "Urus saja sendiri! Masih punya tangankan?"
Marni membelalak tak percaya mendengar penuturan menantunya barusan. Dulu, sebelum Sela dan Fiko menikah, Sela adalah gadis sopan dan berpendidikan. "Berani kamu bicara seperti itu pada Ibu!"
Sela mengernyit jijik. Wanita lumpih ini sangat menyebalkan. "Udahlah Bu! Aku ini ada janji. Udah telat loh."
"Dasar tidak tau diri. Jadi ini wajah asli kamu?" Marni menggeleng tidak habis pikir. Dia kira, Sela itu gadis lembut, pengertian, dan sopan. Nyatanya itu hanya sebuah topeng untuk menutupi wajah aslinya. Sungguh dia sangat menyesal telah menyuruh Fiko untuk menikahinya.
Sela memandang Marni nyalang. Dia berdecih sinis ketika mendapati Marni balik memandangnya angkuh. "Dengar wanita tua! Saya bukan Maria yang dengan begonya mau-mau saja menghabiskan masa bebasnya hanya demi mengurusmu yang sakit-sakitan. Saya, Sela Anastasya Arindi. Tidak akan pernah mau tunduk pada wanita cacat sepertimu!"
Marni mendorong roda kursinya dengan kasar untuk menghampiri Sela dengan amarah luar biasa. Setelah dekat dia melayangkan tangannya untuk menampar wajah angkuh Sela. Namun dengan mudah Sela menghindar sehingga Marni hanya bisa menampar angin. "KURANG AJAR." Marni berteriak marah.
Sela melipat tangan di dada. "Menyedihkan!"
"Akan saya adukan kamu pada Fiko. Ingat saya Ibunya Fiko. Fiko pasti akan membela saya."
Sela menyeringai sinis. "Mas Fiko akan membelamu bila dia percaya dengan semua omonganmu. Namun beda cerita bila Mas Fiko tidak mempercayai semua ucapanmu."
Tubuh Marni bergetar karena amarahnya yang ditahan. Kepalanya sudah mulai pusing karena emosinya yang tinggi. Dia harus sabar, tidak boleh terpancing dengan wanita ular dihadapannya. "Kita buktikan saja nanti!"
Sela mengibaskan tangan acuh. Dia membuka tasnya karena ada panggilan masuk ke Hpnya. Setelah dicek, seringaian kecil muncul dibibir sexinya yang hari ini dia poles dengan warna merah cabai. "Maaf saya ada urusan sebentar." Sela melirik Marni sinis. "Ya, hanya dengan tikus busuk berpenyakitan." Sela tertawa renyah membuat Marni yang melihatnya menerka-nerka dengan siapa dia berbicara. "Ok. Aku keluar sekarang." Setelah mematikan Hpnya, Sela memasukannya kembali kedalam tas slempang.
"Mau pergi dengan siapa kamu?" Marni bertanya ingin tahu.
Sela memutar bola matanya malas mendengar kekepoan Ibu mertuanya ini. "Sekali lagi kukatakan, bukan urusanmu. "Sela mengeluarkan uang 20 ribu dari tasnya lalu melemparkannya kepangkuan Marni. "Di kulkas tidak ada makanan apapun. Jadi beli saja diluar!"
Marni yang dapat perlakuan kurang ajar dari Menantunya itu kembali emosi. "Kenapa kamu tidak menyediakannnya untuk saya?"
"Kenapa saya harus?" Sela tertawa renyah. Dia sama sekali tidak takut kalau sampai Ibu mertuanya itu mengadukan sikap kasarnya. Dia bisa membalikan fakta, toh selama ini memang Marni selalu menciptakan kebohongan-kebohongan untuk menjatuhkan Maria didepan Fiko. Jadi, kali ini dia yang akan menjatuhkan Marni didepan Fiko. Sela tertawa jahat dalam hati.
"Menantu kurang ajar." Marni mengutuk Sela. Setelah Fiko pulang, dia pastikan Sela mendapat ganjaran atas perilaku kurang ajarnya pada dirinya.
Sela hanya mengibaskan tangannya acuh. Dia melenggang pergi meninggalkan Marni yang melotot marah. Sesampainya diluar rumah, Sela mendapati sebuah mobil hitam terparkir diluar pagar. Sela tersenyum pada sang pengemudi dan melambaikan tangan yang langsung dibalas lambayan kembali oleh sipengemudi.
***
Jangan lupa follow akun Ai dan tekan⭐ untuk mendukung.
Kasih komentar juga ya! 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Hitam Berdarah
ChickLitMaria, seorang janda yang meminta cerai dari sang suami karena sudah tidak tahan dengan tekanan dari berbagai pihak. Mulai dari mertua yang selalu menyebutnya wanita cacat karena belum bisa melahirkan seorang anak untuk sang suami, suami yang tidak...