Maaf ceritanya makin gaje, maklumlah yang nulis Gaje juga. Hihi
______________________________
"Dira ingin semua ini dihentikan saja."
Mataku terpejam mendengar kalimat itu keluar dari bibir mungilnya, jantungku serasa dihujam kuat hingga sakitnya tak terkira, seperti luka yang belum mengering lalu ditaburi garam, perih sekali.
Harusnya aku tak perlu seterkejut ini, bukankah aku sudah memprediksikan hal ini sebelumnya. Aku sudah mempersiapkan diri juga mental sebelum menginjakkan kaki di rumahnya, sebelum duduk di hadapannya seperti sekarang ini. Tapi kenapa rasanya sesakit ini???
"Sebaiknya Mas Yoga pulang ke Surabaya!"
Tanpa kamu suruh pun aku memang akan pergi, tidak ada lagi alasan untuk bertahan di sini. Aku kalah. Kalah telak.
"Lalu kembali lagi kesini dengan membawa keluarga Mas, apa kamu tidak ingin memperkenalkan mereka pada keluargaku?"
Selain otakku yang mendadak ngeblank, kini pendengaranku pun memburuk, ada apa ini? Kenapa aku berhalusinasi? Mana mungkin dia menyuruhku kembali setelah dia menolakku.
"Jangan lupa pergi ke dokter, periksa kesehatan secara menyeluruh karena aku tidak mau anak-anakku memiliki Ayah yang penyakitan." Katanya lagi sebelum aku berhasil memulihkan otak dan telingaku.
Apa yang baru saja dikatakannya? Kenapa aku harus ke dokter. Dan tadi dia bilang apa??? Ayah???
Kepalaku mendongak, mataku memandang ke arahnya. Dia tersenyum.
Heiii, kenapa dia bisa tersenyum penuh arti seperti itu disaat jiwaku masih belum sepenuhnya menyatu. Siapa pun, tolong beritahu aku apa yang kini terjadi. Kemana perginya Prayoga yang identik dengan kejeniusannya.
"Jangan kecewakan aku lagi, jangan rusak kepercayaanku dan keluargaku padamu. Jangan pernah berhenti belajar untuk menjadi Imam dan kepala keluarga yang baik." Dia kembali tersenyum sebelum berlalu meninggalkan aku yang masih tertegun dan linglung.
Jadi...
Ternyata maksudnya menghentikan Ta'aruf ini karena dia merasa sudah tidak memerlukan proses tersebut. Dia ingin aku menunjukkan sikap yang lebih serius lagi. Itu artinya dia menaruh rasa percaya yang tinggi terhadapku.
DIRA MENERIMAKU.
Subhanallah.
Alhamdulillah.
Allahu Akbar.
Diza bersorak senang sementara Raihan memelukku "Selamat Bang, akhirnya ada juga cewek yang mau sama lo."
Terserah kamu mau bilang apa Ray, aku tak berminat merusak kebahagiaanku saat ini. Ini benar-benar luar biasa, tak terduga dan tak terbayangkan.
Kalau saja aku sedang sendiri sudah dipastikan aku akan melompat kegirangan seperti anak kecil yang menang dalam permainan dan mendapat hadiah. Tapi tentu saja aku tak mau mempermalukan diri sendiri di hadapan Om Tama dan Tante Inggrid, calon Ayah dan Ibu mertuaku.
"Salam untuk Ibu dan adik-adikmu, kami akan menunggu kedatangan mereka." Ucap Om Tama saat mengantar kepulanganku.
"Terima kasih Om, malam ini benar-benar malam berharga buat saya. Mohon doa restunya semoga semua berjalan lancar, dan secepatnya saya akan membawa keluarga saya untuk melamar puteri Om secara resmi."
Om Tama dan Tante Inggrid tersenyum.
"Hati-hati di jalan."
Aku mengangguk kemudian meraih tangan keduanya dan menciumnya dengan takzim lalu pamit untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Nadira
Lãng mạnJalan takdir mempertemukan aku dengan lelaki ajaib ini, baru bertemu tiba-tiba saja dia mengajakku berpacaran. Tentu saja aku menolaknya, karena memang itu tidak ada dalam ajaran agamaku. Tapi ternyata penolakanku tidak membuatnya mundur, dengan nek...