SCN~19

15.1K 690 42
                                    

Mataku yang masih terpejam sontak terbuka saat mendengar suara tangis lirih, kulirik jam di meja nakas disampingku yang baru menunjukkan pukul dua dini hari. Dirga dan Mas Yoga masih terlelap dalam tidurnya, tidak mungkin aku berhalusinasi. Suara itu begitu nyata, karena merasa penasaran dengan apa yang kudengar aku pun bangkit dari tidurku, mengenakan jilbab kaosku lalu dengan pelan-pelan aku melangkah keluar kamar.

Sepertinya tangisan itu berasal dari kamar yang berada tepat di samping kamarku dan Mas Yoga, dimana Arga yang menempatinya sekarang. Kubuka pintunya dengan perlahan, kulihat Arga masih berbaring di kasurnya dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya yang menghadap ke dinding. Suasananya pun hening dengan penerangan yang hanya berasal dari lampu di meja nakas, tidak ada suara apapun seperti suara tangis yang tadi kudengar. Sepertinya aku memang hanya berhalusinasi saja. Syukurlah, kukira Arga menangis tadi.

Namun saat aku hendak menutup lagi pintu kamarnya, kulihat selimut yang menutupi tubuhnya bergetar dan suara tangis itu pun kembali terdengar. Astaghfirullah, ternyata benar dugaanku.

"Arga, kamu kenapa sayang?" Tanyaku saat sudah duduk di tepi ranjangnya. Kubuka selimut yang menutupi kepalanya, ya Allah.. wajahnya basah dan matanya merah.

"Bunda..."

Aku tahu bukan aku yang dia maksud, ini hari pertama dimana Yuna tidak mendampinginya. Sejak kepulangan kami dari Rumah Sakit tadi siang, dia terus menanyakan keberadaan bundanya dan Mas Yoga memilih untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Awalnya itu berhasil, apalagi saat kami sampai di rumah dia langsung bermain dengan Dirga yang bisa mengalihkan perhatiannya, tapi itu tak berlangsung lama karena setelah itu dia terus menerus menanyakan bundanya. Aku dan Mas Yoga bahkan sudah kebingungan menjawabnya, sampai akhirnya dia tertidur setelah dibujuk oleh ibu mertuaku dan Nayla.

"Jangan menangis sayang, Bundanya Arga sedang bekerja di tempat yang cukup jauh, karena sudah kemalaman jadi bunda nginap di sana. Arga jangan sedih ya sayang, kan disini ada Bunda Dira dan Ayah.."

"Arga ma..u ke..te..mu.. sa..ma..bun..daa..." ucapnya terputus-putus karena bercampur dengan tangisnya.

Kupeluk tubuh kecilnya yang bergetar, selama ini dia terbiasa tinggal berdua saja dengan bundanya dan ini adalah pertama kalinya dia tidur tanpa ditemani bundanya, ini pasti berat sekali buat dia apalagi dia tinggal disini, ditempat dan dengan orang-orang yang mungkin cukup asing baginya.

"Sudah ya sayang, sekarang Arga bobo lagi. Bagaimana kalau besok pagi kita pergi ke taman naik sepeda, Arga mau naik sepeda?"

Dia mengangguk meskipun masih sesenggukkan, kupeluk lebih erat lagi dan menepuk-nepuk punggungnya sampai dia kembali tertidur. Setelah yakin dia sudah pulas, kubaringkan tubuhnya perlahan lalu menyelimutinya. Kuusap lembut rambutnya, memandanginya dengan sedih. Di usia yang masih balita, dia harus tinggal terpisah dengan ibu kandungnya yang kini juga melakukan hal yang mulia di sana. Semoga pria bernama Bram itu cepat sembuh agar Yuna dan puteranya bisa bersama lagi.

"Ternyata kamu disini sayang?"

Aku cukup terkejut saat mendapati Mas Yoga sudah berada di depan kamar Arga, bersama Dirga yang menangis dalam gendongannya. Sepertinya Dirga terbangun karena tidak menemukan keberadaanku disisinya.

Segera kuambil alih Dirga ke dalam gendonganku dan berusaha menenangkannya "Tadi Arga terbangun dan aku mendengar tangisannya. Kasian dia Mas, pasti dia inget sama Bundanya."

"Lalu sekarang dia bagaimana? Apa dia masih menangis?" Wajah Mas Yoga terlihat khawatir, dia pasti sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Alhamdulillah sekarang dia sudah tidur lagi, Mas. Aku rasa hal ini akan terus terjadi selama beberapa hari kedepan. Aku khawatir ini akan menganggu kesehatannya, Mas."

Sebening Cinta NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang