16 ~Kedekatan Kami~

66 8 61
                                    

Agnes tersenyum. Wanita itu cukup terkejut bertemu pemuda yang sedikit mencuri perhatiannya beberapa waktu terakhir. Entah mengapa, ada rasa kagum yang Agnes rasakan setiap melihat pemuda yang tampak pekerja keras itu.

Pagi itu, Agnes sedang malas memasak dan meskipun di awal minggu, Jonah mendapat shift sore dan kini mereka sedang menikmati pagi bersama di ruang tengah, duduk bersama di sofa. Agnes tengah menikmati teh bunga Telang yang dipadukan dengan irisan lemon dan serbuk Stevia sebagai pemanis. Sedangkan Jonah sang suami, tengah menyeruput kopinya sambil berkutat dengan tabletnya, tampak mengerjakan sesuatu.

"Sayang, bisa bikin bubur Manado nggak?" tanya Jonah tiba-tiba.

Agnes mengerutkan keningnya.
"Bubur? Sejak kapan kamu suka bubur?" tanya Agnes pada suaminya sambil memicingkan mata.

"Gatau. Haha. Gini. Kemaren itu si Dava tuh bawa makanan ke rumah sakit. Aku ditawarin, awalnya ogah sih kan bubur gitu. Tapi karena padet banget jadwalku, gak sempet ke kafetaria, gak sempet pesen makan, yaudah kepaksa aku makan yang dikasih Dava. Terus yaa... enak juga. Tiba-tiba jadi pengen lagi sekarang," cerita Jonah.

"Oh. Gabisa bikin bubur. Kamu tahu aku juga gak suka bubur, Mas," timpal Agnes.

"Hm, gitu. Yaudah deh..." Jonah pun kembali berkutat dengan tabletnya.

Melihat suaminya tidak lagi membahas, Agnes jadi sedikit merasa tidak tega. Selama ini Jonah tak pernah meminta apa pun. Masakan apa saja yang disajikan Agnes, selalu dimakan. Apa pun yang sekiranya Agnes butuh selama itu wajar, Jonah pasti akan memberikan, toh Agnes tak pernah meminta yang aneh-aneh. Bukankah jika hanya sekedar bubur, Agnes bisa memberikannya?

"Mas..."

"Hm.." sahut Jonah dengan tatapan yang masih pada layar tabletnya.

"Kalau dibeliin aja, mau?" tanya Agnes.

"Beli apa?"

"Ya... bubur manado tadi. Katanya kamu pengen. Aku gak bisa buat tapi kalo beli sih, gapapa," ujar Agnes.

Jonah menoleh menatap istrinya.
"Gitu? Yaudah yuk aku anter," ujar Jonah sambil meletakkan tabletnya dan beranjak dari sofa.

Namun Agnes memegang tangan suaminya.
"Ngga usah. Depan gerbang besar komplek kan ada, Mas. Aku berangkat sendiri aja. Sekalian olahraga pagi. Lama juga aku gak jalan pagi," ujar Agnes.

"Gitu? Gerbang besar tuh masih jauh kali, Sayang, dari rumah kita. Kamu mau jalan? Yang bener aja deh," balas Jonah.

"Ya kan sesekali aku pengen beliin kamu gitu tapi gak pake kamu anter. Kamu udah keseringan nganter aku ke mana-mana."

"Tapi ya gak jalan kaki dong, Sayang."

Agnes melengos.
"Yaudah, ada sepeda lipat kan? Aku pake sepeda lipat deh."

Jonah mengangkat sebelah alisnya.
"Yakin?"

Agnes lalu menepuk bahu suaminya kesal namun pelan.
"Yakinlah. Orang aku bisa kayuh sepeda kok."

Jonah terkekeh.
"Yaudah, iya. Bawa hapenya, biar kalo ada apa-apa bisa langsung telpon."

"Iya, iya. Kamu kok makin bawel sih? Ckck," protes Agnes sambil beranjak dan berganti pakaian yang nyaman untuk mengayuh sepeda lipatnya.

Usai berganti pakaian, Agnes pun keluar menuju garasinya untuk mengeluarkan sepeda lipat. Jonah mengikutinya di belakang.

"Yang, kuanter deh ya?" ujar Jonah masih merasa ingin mengantar karena khawatir.

"Mas, cuman depan gerbang elah. Udah, kamu di rumah aja," balas Agnes sambil mengeluarkan sepeda lipatnya dari garasi lalu menaikinya, "aku mau sepedaan. Daaahh," serunya lagi kemudian mengayuh sepedanya keluar dari rumahnya.

Hawt Popcorn [M-Rated]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang