Prolog

366 37 6
                                    

Hanya karena dia orang tuamu, dia tak berhak melukai keluargaku


Enjoy ya,

Pagi itu seorang pria setengah baya memandangi sebuah paket yang tiba-tiba berada di atas meja kerjanya. Ia membuka paket tersebut. Dibukanya paket itu dengan perlahan sampai matanya tertuju pada sebuah foto. Entah siapa yang menaruhnya, yang pasti foto itu adalah foto seorang gadis yang sangat familiar. Bingung dengan apa yang dilihatnya, pria itu membalikkan foto itu dan menemukan sebuah catatan.

'Dia putri kita, Yang. Putri yang selama ini aku lindungi dari ayahku. Maaf aku tak memberitahumu ketika kita bercerai. Aku mengandung anakmu ketika usia kehamilan 1 bulan. Ayahku memaksaku menggugurkannya dan malah melahirkannya ke dunia ini. Ayah memaksaku membuang bayi kita, tapi aku menolak dan menyuruh orang kepercayaanku merawatnya. Sekarang 'orang itu' sudah meninggal. Dan putri kita seorang diri. Tolong jaga dia sebelum ayahku membunuhnya. Kalau kau ragu, gunakan benda pribadiku untuk tes DNA putri kita. Kumohon jaga dia. Waktuku tidak banyak.'

Yang Jong Hoon meremas rambutnya. Antara percaya dan tidak tapi jelas ia tahu siapa pengirim paket amplop berisi foto lengkap informasinya. Ia tahu bahwa mantan istrinya mengirimkan ini untuk melindungi putrinya.

Pria itu menangis sesengukkan. Ia yang kesehariannya berasikap dingin, mendadak luluh lantah mengetahui hal ini. Ia tahu kalau ia harus memastikan informasi ini. Yang Jong Hoon kemudian memeriksa lagi isi paket tersebut dan menemukan bahwa ada benda pribadi yang bisa di gunakan untuk tes DNA.

Ia mengusap wajahnya. Setitik harapan bahwa saat ini wanita yang ia cintai perlahan memberikan titik terang mengenai kabarnya selama ini. Meski mereka terpaksa bercerai, Yang Jong Hoon masih mencintai mantan istrinya, berharap suatu saat mereka akan bersama.

Yang Jong Hoon terdiam sesaat. Ia tak menyadari sepasang mata mengamatinya sejak tadi.

"Apa yang terjadi profesor Yang?" tanya seorang wanita paruh baya bernama Kim Eun Soo.

Yangcrates pun lalu menyerahkan foto ditangannya.

"Bukankah ini Kang Sol A?" tanya Prof Kim.

"Benar. Tapi sesorang mengatakan dia putriku?"

Mantan hakim itu tercenang atas penjelasan Yang Jong Hoon. "Maksudmu Erica mengandung anakmu ketika kalian bercerai?"

Yang Jong Hoon hanya mengangguk. Pria itu tahu jika sahabatnya berpikir demikian.

"Pasti sangat sulit baginya ketika harus memilih kau atau ayahnya," ucap prof Kim.

"Aku harus memastikannya. Tapi bagaimana membuat Sol A mau tes DNA?"

Mereka terdiam. Sambil berpikir kedua sahabat itu berusaha mencari cara agar bisa mendapatkan sampel DNA dari Kang Sol A.

"Akan ku pikirkan caranya, Kim. Jangan khawatir. Aku akan mengatasinya," ucap Yang Jong Hoon kembali ke sikap dinginnya.

Kim Eun Soo menepuk pundak sahabatnya. "Ya, aku percaya bahawa takdir dan hukum Tuhan itu mutlak, begitupun dengan putrimu. Kau akan mendapatkannya, melindunginya sepenuh hati."

Yongcrates tersenyum tipis. Pria itu lantas kembali pamit untuk mengajar di kelas putrinya. Meski begitu, ia ingin mendapat kepastian yang jelas bahwa Kang Sol A memanglah darah dagingnya.

----

Yangcrates berjalan angkuh. Seperti biasa pria tegas itu memasuki kelas dimana ia mengajar. Seluruh mahasiswa tampak gugup. Pria itu memandang seisi ruangan untuk memastikan semua muridnya hadir.

"Apa semua sudah hadir?" tanya Yang Joon Hoon kepada mahasiswanya.

"Hadir semua, prof." Seluruh mahasiswa yang hadir disana kompak menjawab. Lain halnya dengan Kang Sol A. Ia menjawab sambil menguap karena mengantuk.

"Bagus. Pelajari bab 1 hukum pidana 30 menit dari sekarang, setelah itu kita presentasi."

Para calon penegak hukum pun sontak banyak mengeluh. Yangcrates benar-benar menyeramkan. Di ruangan itu, benar-benar tidak ada satupun yang protes. Salah bicara adalah sebuah ancaman bagi mereka.

---

Dua jam berlalu. Yangcrates benar-benar menyelsaikan tugasnya hari ini dengan baik. Sebelum mengakhiri kelasnya. Pria itu berbalik kebelakang dan mencari targetnya, Kang Sol A.

"Kang Sol A! Segera ke ruangan saya setelah ini."

Kang Sol A menelan ludahnya. Setengah mati ia menahan ketakutannya karena masalah ketiduran dikelas saat selesai presentasi.

'Mampus, cobaan apalagi ya Tuhan,' batin Kang Sol A pasrah.

"Kenapa bengong disitu. Cepatlah!" perintah Yang Jong Hoon.

Kang Sol A tak banyak bicara. Ia menurut saja perintah sang profesor. Meski malas berurusan dengan profesor killer itu, tetap saja Kang Sol A menurut.

Yang Jong Hoon berjalan perlahan meninggalkan ruang kelasnya, di susul Kang Sol A yang berjalan di belakangnya.

Gadis itu tak banyak bicara. Engga menanyakan perihal pemanggilannya di ruangan profesornya. Ada rasa gugup, namun Kang Sol A berusaha untuk tidak terlihat gugup.

"Masuk dan duduk." Yang Jong Hoon memerintahkan gadis itu duduk.

Bak anak kecil yang mengikuti perintah ayahnya, Kang Sol A menurut saja.

"Ummm.. A-anu Prof, saya kenapa ya di panggil kemari?"

Yang Jong Hoon tak menjawab. Ia justru bertanya hal lain pada 'putrinya.' "Kau sudah makan?"

Gadis itu menggeleng. Yang Jong Hoon lantas berjalan ke arah kulkas mini yang berada di ruangannya. Ia lantas mengambil cream bruelle yang beberapa jam lalu telah sengaja ia pesan.

"Makanlah, sebelum aku membicarakan sesuatu serius denganmu."

"Bukankah anda selalu menolak makan dengan mahasiswa?" sindir Kang Sol A.

Yang Jong Hoon tidak menjawab. Pria itu justru mengambil makanan yang di depan. Kang Sol A tampak bingung. Dari pada banyak bertanya ia memilih makan makanan yang di tawarkan profesornya.

----

Ditempat lain

Seorang pria tua menatap sengit kepada seorang wanita. Sedetik kemudin, pria tua itu langsung menampar lawan bicaranya. Segala umpatan sumpah serapah dilontarkan pria itu. Ia tak peduli jika sang lawan bicara tengah merintih kesakitan akibat ulahnya.

Erica nama wanita itu. Menatap sinis sambil menyeka air mata di pipinya. "Tidak cukup ayah memisahkan kami? Kenapa kau juga ingin memisahkan putriku dengan ayahnya!" wanita itu larut dalam emosi.

"H-hah. Kamu pikir itu salah siapa hah? Kau tidak berpikir bahwa tindakanmu menikahi pria itu adalah ancaman bagi keluarga kita! Kau memalukan. Mencoreng nama baik yang susah payah ku bangun, anak tolol!"

"Aku mencintainya, ayah. Tidak bisa kah aku memilihnya?"

"Kau masih bisa bicara seperti itu? Tunggu saja kabar buruk kematian anakmu, kalau kau nekat menemu pria bedebah itu!"
.
.
.
.

To be continue

.
.
.

A/n: How do you feel, my readers? Mungkin updatenya agak slow yess. Semoga bisa kelar. xoxo
Saya tidak bisa bahasa korea. Jadi segala bahasa disini mungkin agak formal. Mohon di maafkan ya 🤗🤗

How Do You Feel?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang