Part 5

11.8K 970 39
                                    

Happy reading...

.

.

🌷🌷🌷

Satria mengintip ponselnya dengan tidak sabar. Dahinya mengerut melihat tidak ada balasan dari Rafaila. Ia menghembuskan nafas kasar. Menyandarkan tubuh besarnya di kursi mobil. Ia masih di jalan untuk kembali ke kantor. Sengaja membawa supir karena tidak mau terlalu lelah kala kembali ke kantor.

Rafaila nama yang tidak pernah ia lupakan. Karena merasa bersalah dan menyesal meninggalkan Rafaila kala itu. Andai saja waktu bisa di putar, ia tidak akan membuat masalah. Namun, ia juga tidak menyesal akan lahirnya Sahityo ke dunia.

Lebih baik ia mengatur strategi untuk bisa lebih dekat dengan Rafaila. Bibir seksihnya menyeringai lebar memikirkan beberapa cara. Ia tidak mempermasalakan bila harus mengunakan putranya untuk mendekati Rafaila.

"Ternyata hari ini musibah membawa berkah untuk saya," gumam Satria tersenyum.

*********

Rafaila sedang merapihkan buku-bukunya di meja kerja. Ia merasakan ada yang berdiri di depannya. Ia mendongakkan kepala dan melihat Sahityo yang sedang tersenyum lebar.

"Kenapa kamu, Nak?" tanya Rafaila mengurutkan alis yang terbingkai rapih.

"Bu, besok jemput ke rumah ya? Tapi bawa sarapan buat aku," perintah Sahityo tersenyum lebar padanya.

"Lah, kenapa harus Ibu?"

"Kan Ibu walas aku."

"Terus urusan walas sama jemput kamu apa? Belum lagi harus bawa sarapan buat kamu."

"Nanti aku telat datang ke sekolah dong, Bu."

"Ya, jangan sampai telat."

"Di rumah enggak ada yang peduli sama aku, paling cuma si Bibi itu juga ingetin makan doang, Ayah kadang sibuk sama pacarnya."

Rafaila langsung mendongakkan kepalanya saat mendengar kalimat terakhir Sahityo. Ia lega mendengar Satria mempunyai kekasih. Kemungkinan besar Satria tidak akan menganggunya karena ia sangat hafal bagaimana seorang Satria bila menginginkan sesuatu. Ia merasa terlalu percaya diri bila Satria masih menginginkannya. Tanpa sadar Rafaila meringis dengan apa yang sudah dipikirkannya. Semoga saja apa yang dipikirkannya tidak terbukti.

"Ya udah, besok Ibu jemput sama bawain bekal kerumah kamu, kasih alamat rumah kamu sama Ibu," gerutu Rafaila kesal. Ia sudah membayangkan pagi-pagi sekali harus sudah memasak dan menjemput Sahityo.

Mendengar perkataan Rafaila membuat senyum Sahityo merekah lebar.

"Tapi Ibu punya persyaratannya, Nak," tawar Rafaila serius menatap Sahityo.

"A-pa, Bu?"

"Selama Ibu jemput dan bikin sarapan, kamu enggak boleh bikin ulah di sekolah, bagaimana?"

"Tergantung rasa masakan Ibu Afa," ucap Sahityo mengedikkan bahunya.

"Oke."

"Deal."

Mereka berjabat tangan sebagai tanda saling setuju dari hasil negosiasi.

"Ya udah Bu, aku pulang dulu ya?" pamit Sahityo yang masih tersenyum lebar.

"Hm."

Sahityo keluar dari ruang guru dengan tertawa keras. Ia merasa senang melihat raut wajah gurunya yang berubah menjadi kesal. Ia yakin kalau Rafaila tidak akan mampu membuatnya berhenti membuat ulah di sekolah. Ia berjalan ke parkiran dan menaiki motor besarnya untuk kembali ke rumah. Ia sedang malas, tidak ingin berkumpul dengan teman-temannya.

Kesandung Cinta Duda ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang