Happy Reading...
.
.
🌷🌷🌷
Selesai mengisi perut yang tadi membuat mereka merasa sangat kelaparan. Rafaila dan Kania memutuskan ingin menggelilingi mal untuk mencari barang yang kira-kira mereka butuhkan.
Kania dan Rafaila sedang mengamati setiap etalase belajaan yang terpajang di setiap toko. Seperti mendengar ada seseorang yang memanggil nama Rafaila. Mereka menoleh bersamaan ke belakang dan melihat pria yang tadi dibicarakan sedang berjalan mendekat.
"Selamat sore, Ibu Ila. Tadi saya melihat Ibu ada di sini jadi saya hampiri, bisa kita bicara sebentar?"
"Selamat sore, Pak, mau bicara apa ya?"
"Saya mau bicara tentang Tyo, anak saya Bu."
"Besok Bapak bisa datang ke sekolah, kita sekalian ketemu sama guru BKnya," tolak Rafaila halus. Ia merasa aneh dengan permintaan Satria. Ia juga bingung ke mana perginya wanita yang menempel erat ke Satria bagaikan seekor lintah.
"Saya ingin bicara sekarang, Bu. Hanya dengan Ibu saja selaku wali kelasnya Tyo. Tadi pagi kita tidak sempat bicara karena Tyo sudah mengajak Ibu pergi ke sekolah."
Mendengar ucapan Satria, Rafaila mengangkat sebelah alisnya.
Kayanya bukan cuma mau ngomongin Tyo deh.
Satria bertanya lagi karena belum mendengar persetujuan Rafaila, "Bagaimana, Bu?"
"I-iya baik, Pak."
Rafaila meminta maaf tidak bisa menemani Kania untuk berkeliling mal lagi. Kania menggangguk dan tersenyum menenangkan Rafaila. Ia memutuskan untuk pulang lebih dulu dan menunggu kabar dari Rafaila.
Setelah melihat kepergian Kania. Satria mengajak Rafaila ke Starback Coffie. Ia merasa lebih enak untuk berbicara di sana. Setibanya di Starback Coffie. Ia memesan Caffe Americano untuknya dan Signature Chocolate untuk Rafaila. Ia masih ingat kalau Rafaila tidak menyukai minuman yang mengandung kafein.
Rafaila memutuskan untuk duduk di dekat jendala yang mengahadap keluar. Ia juga melihat tubuh besar Satria sedang mengantri membeli minuman. Pria itu terlihat sangat tampan dengan kemeja slim fit dan rambut yang di sisir rapih sehingga banyak wanita muda dan wanita dewasa mencuri-curi pandang ke arahnya. Rafaila tidak merasa heran. Dulu sekali sejak ia dan Satria masih berpacaran. Banyak teman-teman dan kakak kelas yang menyukainya. Melihat Satria menjemputnya pulang sekolah membawa mobil khas anak kuliahan. Satria cepat dikenali oleh para siswi di sekolahnya. Ia juga tidak pelit untuk memberikan senyum ramah ke orang-orang yang melihatnya. Pria itu tiba-tiba saja mempunyai banyak penggemar di sekolah Rafaila. Banyak kakak kelas Rafaila bertanya tentang Satria. Malahan ada yang terang-terangan menitipkan salam dan memberikan hadiah. Semua itu selalu ia sampaikan ke Satria dan diterima baik olehnya. Ia yang masih anak SMP dan masih terlalu polos tidak tahu kalau hal itu bisa mendatangkan bencana bagi hubungan mereka.
Rafaila melihat tangan besar Satria meletakan segelas Signature Chocolate di depannnya. Sehingga memutuskan lamunannya tentang sedikit masa lalu. Ia melihat Satria duduk di depannya dengan tersenyum manis.
"Menunggu lama?"
"Tidak, Pak," jawab Rafaila tersenyum terpaksa. Ia mengambil minumnya dan meminum sedikit untuk melegakan tenggorokannya yang terasa kering.
"Bisakah kamu memanggil saya seperti dulu?" pinta Satria dengan suara yang mengecil.
"Kita akan membicarakan Sahityo, putra dari Bapak Satria Adiwilaga," kata Rafaila dengan raut wajah yang dingin.
"Aku juga ingin menjelaskan kejadian hampir 16 tahun yang lalu, Ila," pinta Satria memandang ke bola mata hitam Rafaila yang terlihat datar.
"Tyo, butuh perhatian Bapak ataupun Ib---."
"Ila, saya mohon," Satria memotong perkataan Rafaila dengan memegang tangannya yang berada di gelas minum.
Rafaila melihat tangan Satria yang berani menyentuhnya dengan tajam. Satria yang tahu ke mana arah pandang Rafaila. Mengangkat tangannya pelan-pelan.
"Ila, waktu itu say---."
"Tyo, melakukan semua kenakalan di sekolah hanya ingin mencari perhatian orang tuanya," kali ini Rafaila yang memotong perkataan Satria. Ia tidak ingin mendengar penjelasan apa pun dari Satria. Baginya kisah mereka sudah benar-benar berlalu. Tidak perlu lagi Satria menjelaskannya.
"Saya dulu selingkuh dengan salah satu teman kampus," ungkap Satria yang tetap dengan pendiriannya.
"Kak," panggil Rafaila dengan lelah. Ia memegang pelipisnya yang berasa berdenyut. Ia tidak ingin mengingat masa lalu. Namun, Satria dengan keinginannya yang kuat tetap ingin membicarakannya.
"Iya, Ila," jawab Satria tersenyum tipis akhirnya ia dapat mendengar panggilan itu seperti dulu.
"Waktu itu aku hanya bocah SMP yang baru naik ke kelas 3 dan baru berumur 14 tahun menjelang 15 tahun, aku juga baru mengenal cinta dan pacaran hanya dengan kamu, Kak, aku mengerti bila waktu itu kamu meninggalkanku. Tidak mungkin seorang anak kuliahan berpacaran dengan anak SMP dan kamu benar-benar serius ingin denganku. Pasti kamu lebih merasa nyaman bila berpacaran dengan yang seumur dengan usiamu. Kamu bisa lebih bebas membawa kekasihmu ke mana pun tempat yang ingin kamu datangin. Kamu juga tidak perlu malu untuk mengandeng tangan pacarmu di tempat ramai karena takut di bilang pedofil dan menjadi bahan cemooh bila teman-temanmu tanpa sengaja bertemu denganmu, berbeda bila saat kamu bersamaku, Kak," papar Rafaila dengan suara tercekat. Raut wajahnya kosong saat menjelaskan ke Satria. Walau belum semua yang ia ceritakan ke Satria. Melihat wajah bersalah Satria membuatnya tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
"Ila," ucap Satria lirih.
"Kejadian itu sudah lewat hampir 16 tahun, kalau kamu memang benar-benar ingin menjelaskan padaku, seharusnya dulu kamu datang menemuiku, kamu tahu rumahku dan sekolahku tapi kamu tidak melakukannya," jelas Rafaila menundukan wajahnya.
"Maaf."
"Kamu tidak perlu meminta maaf, Kak, karena tidak ada yang perlu dimaafkan."
"Maaf."
"Kalau sudah tidak ada yang ingin di bicarakan tentang Tyo, saya pamit pulang dulu, Pak," pamit Rafaila dengan nada formal kembali. Rafaila berdiri dari duduknya. Ia menganggukan kepalanya dan segera berlalu pergi dari hadapan Satria yang masih diam membeku.
Satria yang baru sadar kalau Rafaila sudah berjalan cukup jauh. Ia berdiri dari duduknya dan mencoba mengejar Rafaila. Ia mencari Rafaila di pintu lobby mal. Mata tajamnya melihat sekelilingnya. Namun, Rafaila sudah menghilang, ia tidak menemukan Rafaila di mana-mana.
Satria berdecak kesal. Ia mengambil ponsel yang berada di sakunya. Ia mencari nomer orang suruhannya. setelah dapat ia langsung mendial nomer itu.
"Hallo, cari alamat rumah Rafaila. Ia adalah wali kelas Sahityo yang baru, saya ingin dalam waktu satu jam kamu sudah bisa menemukan alamatnya," perintah Satria tegas tanpa menunggu jawaban orang yang berada di seberang sana. Satria langsung mematikan sambungan telefonnya dan memasukan ponselnya kembali. Ia melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil. Tidak lama ponselnya bergetar ada pesan yang masuk. Ia mengambil ponselnya lagi dan melihat isi pesan yang ternyata dari orang suruhannya. Tidak sampai satu jam ia sudah mendapatkan alamat rumah Rafaila.
🌷🌷🌷
Republis, Jakarta, 11 Febuari 2023
~ Cindy Arfandani ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesandung Cinta Duda ( END )
Storie d'amoreCover @deanakhmad Setelah 15 tahun lebih tidak bertemu, Rafaila dipertemukan kembali dengan sang mantan pacar saat sekolah dulu yang ternyata adalah orang tua dari muridnya sendiri. "Pantesan ini anak tingkahnya ajaib, Bapaknya dulu kelakuannya juga...