Air mata Yerina kini berlinang di pelupuk mata. Hal yang tidak inginkan pada akhirnya terjadi juga. Operasi yang tidak ia inginkan terjadi harus terjadi. Kini ibu satu anak itu terus saja menangis dihadapan Bima.
Bima sendiri hanya bingung melihat Yerina yang terus menangis sejak tadi. Ia tidak asal bicara. Ia memeriksa riwayat penyakit Vina dan gadis kecil itu harus segera dioperasi sebelum sakitnya tambah parah.
"Dimana aku harus mengambil biaya, Bim? Uang penghasilan Toko hanya untuk makan dan kehidupan sehari-hariku dengan Vina. Operasi butuh banyak uang," ucap Yerina sambil menangis.
Bima pun mengelus kepala Yerina, "Aku ada di sini. Aku bisa membantumu untuk membayar biaya rumah sakit dan operasi Vina."
Yerina menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak Bima. Sudah banyak yang kau lakukan untuk kami. Aku tidak mau merepotkanmu lagi."
"Merepotkan darimana Yer? Aku ikhlas membantumu dan juga Vina kuanggap anakku sendiri," balas Bima.
"Sudahlah Bim. Aku pulang dulu dan mengistirahatkan Vina. Aku akan mencari pinjaman secepat mungkin."
Yerina keluar dan segera ke Toko Bunga untuk menjemput Vina. Sedangkan Bima melanjutkan pekerjannya. Kini pria itu tak bisa berbuat apa-apa lagi jika Yerina sudah menolak seperti tadi.
Kini Yerina tengah berjalan dengan gontai. Ia memikirkan gadis kecilnya yang dalam waktu 1 minggu kedepan harus dioperasi karena penyakit yang dideritanya. Tak terasa bulir matanya mengalir ketika mengayuh sepedanya menuju pulang.
Ia menyesal karena harus menjadi ibu bagi Vina. Bukan perkara Yerina tidak mau punya anak seperti Vina. Akan tetapi, mengapa Vina harus memiliki ibu sepertinya? Hidup dengan ibu yang serba kekurangan.
Jika seperti ini, Yerina harus segera mengumpulkan uang untuk pengobatan Vina. Jika saja anaknya dilahirkan oleh ibu yang kaya raya pasti operasi Vina tidak akan ditunda seperti ini.
"Bagaimanapun caranya, aku harus mendapatkan uang untuk operasi anakku!"
****
"Dia tadi memeluk seorang dokter, Jek. Jika tak salah namanya Dokter Bima. Carikan info tentangnya saat ini juga."
Kini Vito telah selesai melakukan rapat. Harusnya ia sudah pulang kembali ke Indonesia namun ia tidak bisa karena harus membuat Yerina pulang bersamanya.
Jeka kini menghubungi anak buahnya untuk secepatnya mencari informasi tentang Dokter Bima itu. Tak sampai 1 jam, informasi mengenai Dokter Bima itu sudah ada pada Jeka.
"Dokter Bima adalah dokter anak di rumah sakit. Dia belum menikah dan mempunyai adik bernama Lia," ucap Jeka.
"Lia? Berarti dokter itu adalah kakaknya Lia, pegawai Yerina. Tetapi kenapa mereka berdua begitu dekat?" tanya Vito lagi.
"Bisa jadi selama di sini, dokter itu yang membantu Yerina. Sudah lama dokter itu tinggal di sini." Jeka menunjukkan foto-foto Bima.
Kini Vito mengerti. Jika Bima belum menikah, berarti anak kecil bernama Vina itu bukan anaknya. Lalu siapa sebenarnya identitas anak itu?
Jeka pun memberi ide, "Bagaimana kalau kita menemui Bima? Dia belum tahu wajahmu kan Kak?"
"Belum. Ia belum melihat wajahku. Tapi bagaimana cara kita menemuinya? Dia dokter anak," balas Vito.
Jeka menghela napas panjang. Ia tidak memgerti bagaimana kakaknya ini begitu bodoh padahal seorang CEO sebuah perusahaan. Ia menunjukkan gambar anak kecil yang ada di meja kerja Vito.
"Itu tidak mungkin, Jeka. Viren punya banyak pertanyaan jika kita mengajaknya untuk berbohong seperti ini," balas Vito.
Jeka membenarkan perkataan kakaknya itu. Viren yang usianya masih 3 tahun itu punya segudang pertanyaan yang bisa menjebak siapapun termasuk kedua papa muda di sini.
Hingga Jeka teringat satu orang lagi yang bisa mereka gunakan untuk rencana kali ini, "Jena. Anak aku kalau dijanjikan sebuah es krim besar, pasti akan mau diajak kerja sama."
"Kau yakin?"
"Aku ini papanya dan sudah tentu anak ku mau dan dia tidak banyak tanya," balas Jeka percaya diri.
Kini mereka bergegas pulang ke rumah untuk menemui Luna, Sinb, Jena, dan juga Viren. Pemandangan pertama yang dilihat mereka berdua ketika Jena dan Viren tengah bermain bersama.
Jeka memanggil Luna untuk membicarakan hal tersebut sedangkan Vito kini berbincang ringan dengan anak semata wayangnya itu. Lama kelamaan Viren tumbuh besar dan bahkan seperti Yerina.
"Sinb tolong bawa Jena ke kamar. Saya dan Viren mau berbicara sebentar."
Sinb pun mengangguk dan kini membawa Jena ke kamar lalu bermain di sana. Sedangkan kini Vito sedang duduk bersama dengan Viren untuk berbincang sebentar.
"Ada apa Pah?" tanya Viren yang kini sudah tidak cadel lagi.
Vito menghela napas dan berusaha menetralkan perasaannya, "Kalau Viren memilih, Ibu Yerina kembali atau Ibu baru?"
Viren mengernyitkan alisnya, "Tentu saja Ibu Yerina, Pah. Viren kangen sama Mama Yerina dan tidak ada yang bisa mengganti posisinya. Papa dapat menemukan Mama Yerina?"
Vito pun mengangguk dan mempunyai sebuah rencana agar Yerina mau berbicara dengannya. Ia pun meminta tolong kepada Viren agar anak itu mau membantunya. Kini Vito menyiapkan perasaannya dan kata-kata yang tepat untuk menyampaikannya kepada Viren.
"Papa sudah temukan Mama Yerina tapi dengan satu syarat."
"Syarat apa?" tanya Viren lugu.
Vito memperlihatkan sebuah alamat, "Papa akan antar Viren ke alamat ini tapi hanya Viren yang turun dan ajak Mama Yerina untuk keluar ke sebuah Kafe. Kalau Mama Yerina tanya alamatnya kenapa ada sama Viren, bilang saja dapat dari Paman Jeka."
Viren mengangguk mengerti, "Kapan Pa? Viren tidak sabar menemui Mama Yerina."
"Besok. Papa ada janji bersama Paman Jeka hari ini. Jangan ceritakan apapun dulu kepada Ttinb ataupun Bibi Luna. Mengerti?"
Viren pun mengangguk mengerti dan kini Jeka dan Luna sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Menurut Luna dengan menemui Bima itu sama saja memperburuk keadaan.
"Kamu pernah mikir kalau bisa saja Bima benar suami Yerina sekarang?"
Jeka menghela napasnya, "Maka dari itu ini caranya sayang. Tolong izinin aku bawa Jena ke sana dulu."
Luna masih bersikeras untuk melarang karena takut Viren kecewa, "Kalau benar Dokter Bima itu suami Yerina sekarang, kalian mau bilang apa pada Viren?"
Jeka terdiam. Ia belum berbicara secara panjang seperti ini pada Vito. Akhirnya ia memutuskannya sendiri, "Vito mungkin akan mencari keadilan karena mereka berdua belum resmi bercerai. Aku mohon Luna."
Luna tidak bisa berkata apapun lagi. Pasalnya suaminya sangat keras kepala untuk masalah seperti ini. Akhirnya ia membiarkan membawa Jena pergi bersama suaminya. Mungkin dengan cara ini kakak iparnya bisa menemukan informasi.
Mereka hanya berdoa semoga saja Yerina belum menikah agar keluarga mereka utuh kembali dengan kehadiran Yerina kembali di keluarga mereka. Wanita yang membawa kebahagiaan baru di dalam keluarga mereka.
TBC
HAI GAISS ....
Maaf banget aku lama update karena jujur lupa gimana jalan ceritanya but now aku inget yuhuu ....
Perjalanan cerita ini sepertinya akan berakhir? Maybe.
Bye ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu
Short Story*𝑫𝒊𝒔𝒄𝒍𝒂𝒊𝒎𝒆𝒓* 𝑫𝒊𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒃𝒐𝒐𝒌 "𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂" 𝒕𝒆𝒓𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒅𝒂𝒉𝒖𝒍𝒖. 𝑺𝒆𝒒𝒖𝒆𝒍 𝒅𝒂𝒓𝒊 "𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂" **** Sudah jauh aku berlari, namun apakah aku harus kembali ke titik awal? - Yerina. Sejauh...