Jangan lupa vote dan komen nya kakak-kakak;)
Happy readingggggg...
.
.
."Kenapa lagi sih?!"
"Gue masih gak ngerti, Na. Tentang samua ini."
"Udah terima aja. Apa susahnya?!"
Alis Emma mengernyit tak suka. Kemudian menatap Lona dengan tatapan jengkel.
Entah kemana perginya kesedihan gadis jelita itu. Padahal beberapa jam yang lalu Lona masih meraung karena tidak terima jiwanya menjadi roh tertahan lagi. Sekarang malah sibuk memaksanya menerima tawaran tuan malaikat yang saat ini entah pergi kemana.
Lona juga mengganti kata aku-kamu menjadi lo-gue setelah menyadari jiwa Emma yang mengenakan seragam putih abu-abu.
"Ayolahh ... dengan adanya tawaran si setan itu, artinya Tuhan kasih lo kesempatan kedua buat hidup. Lo gak mau hidup lagi?"
"Sejak kapan lo masuk ke raga itu?" bukannya menjawab pertanyaan Lona, Emma malah memberikan pertanyaan lain.
Lona memutar bola matanya jengkel.
Melihat tingkah Lona, seketika Emma membandingkan sikap Lona saat pertama kali mereka bertemu. Lona yang awal dia lihat, terlihat rapuh dengan auranya yang lembut. Tapi Lona yang sekarang duduk dihadapannya ini, terlihat lebih kuat dan menyebalkan.
"Dari raga itu umur sepuluh tahun." balas Lona santai.
Emma melongo. Selama itu?!
Lona menghela kasar dan membuang pandangannya ke depan. Tatapan gadis itu menerawang.
"Terhitung hampir 8 tahun gue masuk di raga itu. Saking lamanya, gue sampe nganggap raga itu memang punya gue. Dan ya, sampe buat gue lupa diri."
"Berarti lo masuk di raga yang masih kecil saat umur lo udah seperti sekarang ini?"
Kepala Lona mengangguk dan tertawa kecil.
"Kalau boleh tahu, kenapa lo bisa meninggal?"
Emma tahu badan Lona menengang setelahnya. Dan Emma memilih pura-pura tak sadar. Kalau Lona tidak mau menjawab pertanyaannya juga tidak apa-apa, Emma hanya ingin tahu saja.
"Bunuh diri."
Nafas Emma tercekat. Begitu menoleh ke arah Lona, gadis jelita itu tengah memasang wajah mendung.
"Mau tahu tentang gue ya?"
Emma diam tak berani menjawab. Jika Lona bersedia, maka Emma tidak keberatan menjadi pendengar.
Tahu kalau Emma sungkan, Lona mengukir senyum. Tanpa berfikir dua kali, Lona kembali membuka suara.
"Gue lahir tahun 1995, dan gue bukan berasal dari kalangan atas. Orangtua gue--yang mungkin sekarang udah gak ada-- cuma buruh pabrik. Dari kecil, gue gak pernah keberatan dengan kekurangan yang keluarga gue milikin. Selagi masih ada bapak yang selalu sayang keluarga kecilnya, dan ibu yang selalu perhatian, gue rela nahan lapar seharian dan cuma minum air putih." Emma bisa melihat mata Lona berbinar ketika menceritakan kedua orang tuanya. Namun, tak berapa lama binar tersebut redup tergantikan dengan tatapan matanya yang sendu.
"Tapi, semakin besar usia. Gue sadar kalau keluarga gue beda. Gue bukan kayak anak-anak lain yang minta apa-apa selalu dikasih, jangankan minta sesuatu untuk menyenangkan anaknya, untuk makan aja orangtua gue susah. Entah mungkin karena ego atau tuntutan hidup, saat masuk SMP gue mulai berulah, jadi anak durhaka yang selalu minta uang lebih dengan alasan belajar padahal untuk seneng-seneng. Kepuasan bejat itu terus berulang sampai gue masuk SMA, ngaku-ngaku sultan keturunan Belanda yang lagi dihukum tinggal sama pembantunya yang gak lain gak bukan adalah orangtua gue sendiri. Jahat banget kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fill The Empty Body
Fantasy{FOLLOW SEBELUM BACA} Emma tidak tahu dan tidak pernah mengerti apa dosa terbesarnya selama hidup di dunia. Yang pasti dia bukan pembunuh atau sisiopat keji yang sudah pasti dosanya akan sulit diampuni. Nyatanya, Emma Laryana hanyalah seorang gadis...