Hmmm ... beneran nih gak ada yg mau vote cerita ini? Padahal gratis nd tinggal pencet aja lho wkwkwk.
Yawdah lah, gak usah diperpanjang:)
Happy reading...
.
.
.Hari begitu cepat berlalu. Sudah satu minggu Emma masuk ke dalam raga ini. Dan selama satu minggu ini Emma tidak melakukan hal apapun selain terapi otot-ototnya. Selama itu juga, Mama yang Emma baru tahu bernama Karen itupun selalu mendampinginya dan memberikan dukungan semangat untuknya.
Setelah keributan yang disebabkan oleh hadirnya seorang Cakara Surendra minggu lalu, tidak ada kejadian yang lebih spesial lagi dari peristiwa itu.
Mama juga nampak tak mau membahasnya lebih panjang padanya. Padahal Emma cukup penasaran. Kenapa dia bisa hampir bertunangan dengan lelaki itu ya?
Karena kurang fokus, Emma terhuyung dan untungnya tidak sampai terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Dia menatap seorang suster yang mengawasinya memasang raut was-was. Emma menyengir.
"Udah ya sus, saya capek nih." Emma sudah lelah terapi dengan berjalan bolak-balik berucap dengan wajah memelas membuat suster yang mengawasinya mengangguk setelah itu meninggalkan Emma sendiri.
Mendudukan dirinya dibrankar, Emma meneliksik ruang inapnya yang sunyi. Biasanya suara celotehan Mama Karen mengisi ruangan ini, kemarin beliau sudah berkata kalau hari ini tidak bisa menemaninya karena menemani Papa bertemu kolega bisnis. Emma tidak masalah, lagipula tubuhnya sudah mudah digerakkan.
Emma kemudian menyambar gelas tumbler di nakas dan menegak isinya.
"Hai Emma!"
Emma terkejut dan tersedak. Air yang belum sepenuhnya ia telan tersembur keluar.
Tatapan Emma berubah horor begitu melihat gadis jelita yang bentuknya hanya berupa bayangan berada tepat di depannya.
Emma mengucek-ucek matanya. Jangan bilang kalau dia sedang berhalusinasi dengan melihat roh Lona disini.
Roh itu mendekat membuat mata Emma membola.
"L-lo beneran ... gue ... lo kenapa ..." gumam Emma dengan kalimat berantakan.
"Hah?!! Lo bisa liat gue?!" keduanya saling memandang. Berbeda dengan Emma yang memasang wajah syok bukan main, Lona memasang wajah keheranan.
Selang beberapa detik, wajah roh itu berubah syok dengan mata yang membola tak percaya.
"Lo beneran bisa liat gue Ma? Seriusan?!" roh itu berteriak kemudian berjingkrak kegirangan.
Emma memejamkan matanya. Tidak! Ini pasti mimpi.
Ketika membuka mata dan tetap bisa melihat roh Lona, Emma tertegun.
"Ini beneran lo?" tanya Emma memastikan.
Kepala Lona mengangguk semangat.
"Gue indigo?" tanya Emma pada dirinya sendiri.
"Mungkin." Lona menyahut.
Emma tercenung.
"Pantesan si setan nyuruh gue kesini. Ternyata lo bisa liat gue. Kalau gitu kenapa gak dari awal aja gue kesini? Lebih baik daripada berkelana yang ujung-ujungnya ketemu om poci yang jail dan mbak kun yang galak abis." roh itu berceloteh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fill The Empty Body
Fantasía{FOLLOW SEBELUM BACA} Emma tidak tahu dan tidak pernah mengerti apa dosa terbesarnya selama hidup di dunia. Yang pasti dia bukan pembunuh atau sisiopat keji yang sudah pasti dosanya akan sulit diampuni. Nyatanya, Emma Laryana hanyalah seorang gadis...