Moona

4 1 1
                                    

Aku melangkahkan kaki ku menuju rumah setelah berada cukup lama didepan pintu cafe. Aku merasa asing. Setelah 8 tahun, aku tidak bisa langsung 'say hi' seperti yang orang lain lakukan. hubunganku dengan Sandhi tidak cukup bagus sejak terakhir bertemu.

Baru beberapa langkah, aku merasa seseorang menepuk pundakku. Aku tidak langsung berbalik, aku melihat pada kaca toko baju tadi dari ujung mataku, Sandhi yang menepuku. dia mengambil tanganku dan memberikan sesuatu.

"Rafa menitipkan ini. Aku cuma mau kasih ini aja. Aku pergi."

"Jangan pergi" lirihku yang tidak mungkin terdengar. 

Dia tidak tahu kenapa aku tidak mau menemuinya. Dia tidak tahu seberapa besar aku menahan rasa takutku bertemu dengannya lagi setelah apa yang aku lalui tanpanya dulu.

****

Aku berada didalam sebuah studio yang sudah didesain dengan cantik dan nyaman untuk digunakan rekaman memasak selama satu minggu kedepan. Studio ini memang digunakan untuk acara masak dengan desain yang berbeda setiap orang yang menggunakannya. Aku merasa cukup nyaman dengan dapur sewaan ini. Penataannya elegan dan aku bisa bergerak dengan leluasa. 

Ada sebuah display corner untuk memotret makanan dengan aestetik. Aku sangat menyukai tema nature indoor ditempat ini. Stuido dapur seperti ini sepertinya memang dibutuhkan saat ini untuk orang suka membuat video memasak daripada menggunakan dapur sendiri yang biasanya memberikan kesan bosan.

Proses syuting dilakukan selama 3 jam. Cukup singkat memang, karena setelah ini ada penyewa lain yang akan menggunakan studio ini. Aku dan Lina membersihkan sisa bahan makanan yang kami bawa dan membersihkan peralatan masak yang kami gunakan. 

Aku melihat Sandhi yang telah membereskan peralatan rekamannya. tidak sengaja mata kami bertemu. aku mengalihkan pandanganku kearah lain. Aku menyesal berdiri didepan meja bar dan tidak sengaja membuatku melihatnya. 

"Andika dan Danu balik ke stuido editing. Aku akan mengantar kalian pulang" kata Sandhi. Lina mengiyakan dan berterimakasih sedangkan aku hanya mengangguk kecil.

Kami berjalan menuju parkiran dengan bahan makanan yang kami pegang. Sialnya, Fajar pacar Lina ini datang menjemput pacarnya. Aku benci sekali Fajar ini. Meskipun dia juga teman kuliahku dulu, dia datang disaat yang paling tidak tepat. 

"Baguslah ada yang antar Maya pulang. Aku ambil Lina yaa, bye."

"Gak boleh. Ini masih jam kerja Lina" kataku dengan gigi yang mengatup dan mendelikkan mataku tanda bahwa aku benar-benar tidak ingin ditinggal Lina. Fajar berkacak pinggang menatapku dengan tatapan malasnya.

"Seharusnya Lina gak kerja pas weekend apalagi hari ini minggu, May" katanya lalu membawa Lina pergi dnegan memindahkan beban ditangannya padaku. Aku menatap horor kepergian keduanya. Aku tahu aku akan merasa sangat sesak bersama Sandhi nanti.

"Ayo May, sini aku bawakan tasnya" tawar Sandhi yang aku jawab dengan gelengan kepala dan berjalan mendahuluinya.

"Maya, mobilku disini, kamu lewat" katanya. Malu. Sungguh malu.

Hening. Aku dan Sandhi tak bicara sepatah katapun. Sampai sebuah lagu diputar. Lagu yang dulu aku dan Sandhi biasa nyanyikan. Christina Perri -  A Thousand Years. Sandhi hanya berdehem dan membuatku sedikit tersentak. 

"Mau cari makan dulu gak May? Udah mulai sore nih, keburu malem sampai rumah"

"Enggak deh, aku gak laper." Jawabku seadanya. Suasana kembali hening sampai kami tiba dirumah. Lampu rumah terlihat terang, aku meninggalkan rumah sampai larut malam seharusnya rumah masih gelap. Mungkinkah Mama pulang? Aku melihat Sandhi sekilas berharap Mama tidak keluar rumah melihat Sandhi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Inside OutsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang