|| • Hujan di Langit Baskara

72 4 10
                                    


-----o0o-----


Hawa dingin siang ini benar-benar menusuk kulitku, sehingga membuatku sering kali meniup-niup kedua tanganku lalu menggosok-gosokkan keduanya agar sedikit mendapat kehangatan. Ya, siang ini hujan tiba-tiba turun dengan lebat, membuat suhu disekitarku menjadi sangat dingin.

Aku melihat sekeliling, rupanya seluruh penghuni kelasku tengah berada di teras kelas sekarang. Karena kebetulan saat ini jam kosong, maka aku memutuskan untuk menyusul mereka di teras sambil menikmati suasana hujan siang ini.

Suasana hujan siang ini ternyata sangat menenangkan! Buktinya, sekarang aku sudah merasa sedikit lebih rileks dari pada sebelumnya.

Aku menghela napas samar, perlahan bibirku mulai tersenyum tipis. Melihat siswa-siswi lain tengah bermain hujan dengan bahagia di tengah lapangan sekolah, membuatku teringat masa-masa SMP ku dua tahun yang lalu. Sama seperti mereka, aku pun dulu juga sering melakukan hal yang serupa, dan itu memang sangat menyenangkan!

Tertawa kecil setelah mengingatnya, kemudian netraku tak sengaja menangkap seorang pria bertubuh bongsor yang sedang duduk melamun di tengah-tengah pintu kelas. Jovan? Sedang apa dia disana? Apa yang sedang ia lamunkan sendirian? Perlahan tubuhku mulai beranjak, meninggalkan teman-temanku dan berjalan menghampiri Jovan di tengah pintu kelas.

"Van? Lo ngelamunin apa?"

Rupanya panggilanku barusan telah membuatnya terkejut. Buktinya dia langsung berjengit kecil ketika aku memanggilnya. Aku tertawa kecil, kemudian ikut bergabung dengannya disana. "Biasa aja kali kagetnya."

Ia mendengus samar sembari menatapku kesal, "Ya lo dateng-dateng ngagetin."

Sekali lagi aku tertawa kecil. "Ya sorry, abis tadi gue liat lo serius banget ngelamunnya. Lagi mikirin apaan?"

Ku lihat sekarang ia terdiam, pandangannya pun berubah menjadi agak murung.

"Ra, please jawab gue dengan jujur. Apa gue ini bodoh?"

Seketika aku tercekat ditempat. Apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba dia menanyakan hal konyol seperti itu? Aku ingin menjitaknya, tapi ku lihat raut wajahnya benar-benar serius dan sorot matanya terlihat sendu.

Aku menghela napas samar, "Kenapa lo nanyain hal kek gitu? Kenapa seolah lo meragukan diri lo sendiri?"

Ia menunduk, "Memang gue udah meragukan diri gue sendiri, Ra. Gue ngerasa... kalo gue tuh emang bod─"

Pletakk!

"Arghh!! Kenapa lo jitak kepala gue?!" Pekiknya kesal sambil mengelus-elus kepalanya yang baru saja ku jitak tadi.

Aku pun mendengus keras sambil menatapnya kesal, "Ya karena lo udah merendahkan diri lo sendiri dengan cara meragukan diri lo sendiri! Kenapa lo ngerasa kayak gitu, hah?!"

Entahlah, tiba-tiba aku jadi merasa kesal dengan apa yang ia ucapkan barusan. Itu seperti... dia tengah merendahkan dirinya sendiri, serius.

Ia kembali terdiam. Kemudian dia membuang muka, menatap hujan lebat yang sedang mengguyur sekolah, "Lo tau sendiri kan, kalo nilai ujian gue tuh... selalu ga memuaskan? Padahal gue udah kerja keras mati-matian belajar buat meningkatkan nilai gue ini, tapi kenapa... hasilnya selalu berbeda dengan ekspetasi gue selama ini?"

Aku terdiam, bingung ingin merespon seperti apa. Setelahnya, ku lihat ia mulai menatapku sendu. "Gue pengen kayak lo, Ra. Nilai ujian lo tuh ga pernah mengecewakan. Di kelas pun, gue liat lo bener-bener bisa menangkap dan memahami materi yang dibahas. Sedangkan gue? Ga pernah bisa." Bisa ku lihat, kini ia mulai tersenyum kecut.

C E R P E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang