Keheningan yang tidak mengenakkan muncul setelah pertanyaan Caprio. Lelaki itu nyaris mengerang dan meminta Dimael untuk melupakan ucapan tidak sensitifnya ketika kemudian Dimael terbatuk.
"Kau mengejutkan sekali. Ada apa denganmu, tiba-tiba bisa berpikir dewasa begitu?"
Caprio tidak melihat ekspresi Dimael, tapi dia yakin lelaki itu menunjukkan raut merendahkan yang mengejeknya. Dia tidak menyalahkan pemikiran menyebalkan Dimael karena bahkan Caprio tahu kalau dirinya selalu hidup sebagai bajingan manja yang impulsif serta tidak sensitif. Dirinya memiliki idealisme rapuh yang kini mulai bertentangan dengan kenyataan.
Alasan Caprio selalu berseberangan dengan orang tuanya adalah karena dia tidak mau hidupnya diatur oleh nilai-nilai yang tidak disetujuinya—permasalahan kelas sosial, misalnya. Dia tidak menyukai konsep 'kalangan bangsawan yang hanya bergaul dengan yang setara' maupun kenyataan kalau dirinya dipuja sebagai kaum spesial. Namun dengan munafik, Caprio juga tidak mau kelebihan yang melekat dalam dirinya direnggut.
"Aku tidak tahu."
Kalimat Dimael terdengar lirih dan ragu.
"Aku tidak tahu sampai kapan perasaan semacam ini akan bertahan karena aku belum pernah mengalaminya di kehidupan ini. Tapi justru karena itulah aku ingin mencobanya—mencoba untuk mempertahankannya." Karena dia yang sekarang tidak dapat membayangkan seperti apa sebuah waktu di masa depan tanpa Liana. Dia menggeleng kemudian. "Terlalu jauh untuk mengatakan 'masa depan'." Gumaman itu lebih ditujukan kepada dirinya sendiri. "Aku hanya tidak mau menyesal kehilangan Liana."
Dengusan tegas terdengar dari Caprio, yang menendang selimutnya dan mengangkat kakinya ke atas sandaran sofa dengan tidak sopan. Mata cokelat terangnya meredup tajam.
"Bagaimana kau bisa mempercayai perasaan yang baru terbentuk seperti itu jika perasaanmu kepada Asha yang sudah berjalan bertahun-tahun saja bisa kau lupakan dalam sekejap?" Caprio marah oleh jawaban Dimael yang terlalu mengambang itu.
Bagaimana jika pada akhirnya Liana juga terluka karena Dimael menemukan orang lain yang lebih menarik?
Pada akhirnya, Dimael masih sama seperti dulu, terlalu logis dan cenderung bermain aman. Sama seperti Caprio sekarang.
"Perasaan dan hubungan manusia tidak melulu mengenai intensitas ataupun kuantitas interaksi yang dilalui, tapi lebih kepada waktu yang tepat untuk memancing keyakinan semacam ini." Dimael meregangkan tubuhnya, merasa penat. Dia mengucapkan segalanya dengan fasih seolah-olah Liana dan dirinya sudah resmi menjadi pasangan, padahal perjalanannya untuk merayunya saja baru akan dimulai.
"Aku hanya... merasa kau tidak adil kepada Asha," ujar Caprio dengan pahit.
"Tidak adil apanya?"
Kening Dimael berkerut, memiringkan tubuhnya menghadap pada siluet Caprio. Dia merasa kalau akhirnya lelaki itu mulai terbuka akan inti permasalahan yang membuatnya menginvansi kamar orang lain seperti sekarang.
Caprio tidak mengucapkan apapun selama beberapa saat, hanya kedua tangannya terkepal dengan rahang mengencang. Ekspresinya datar, akan tetapi cahaya di matanya menghilang.
Berbagai pertimbangan bergelut dalam kepalanya, ketika kemudian dia memejamkan matanya.
"Asha menyukaimu."
Entah reaksi apa yang diharapkan Caprio dari Dimael ketika dia akhirnya membocorkan rahasia yang disimpannya selama beberapa waktu itu. Jika Dimael bersikap sok sopan seperti biasanya hanya untuk menjaga perasaan Caprio, Caprio akan menghajarnya. Jika tidak, Caprio juga tetap ingin menghajarnya.
YOU ARE READING
Infinitesimal Strings
RomanceDia tidak ingin tahu. Tidak mau terlibat. Tidak mau terlihat. Yang diinginkannya hanyalah kehidupan tenang tanpa masalah hingga drama picisan ini mencapai akhir. Karena dia hanya satu dari banyak 'kerumunan'. Tapi kenapa mereka terus mengganggunya? ...