27.

708 100 38
                                    


Dua tahun yang lalu, di upacara penerimaan siswa baru SMA Stellar, Caprio memutuskan untuk keluar dari aula tempat upacara berlangsung dan memilih tempat untuk melakukan hobi barunya yang sedikit ilegal: merokok.

Dia berpikir untuk pergi ke atap kelas, namun tempat itu justru akan menjadi terlalu mencolok dan tidak dapat menyembunyikan aroma asap rokoknya.

Hari itu, dua tahun yang lalu, Caprio masih memiliki rasa segan seorang remaja yang memulai dosa pertamanya yang akan menjadi kebiasaan selanjutnya. Oleh karena itu, Caprio dengan cepat berbelok dan menuruni tangga darurat menuju tempat pembuangan sampah.

Siapa kira, gerakannya yang dikira sudah cukup tersembunyi tetap saja menarik perhatian.

Seorang siswi yang tak dikenal memanggil dan menghentikan langkahnya.

Kening Caprio berkerut, kesal dan luar biasa murka.

Apakah orang-orang idiot ini benar-benar sudah tidak punya otak untuk menerapkan tata krama mengenai jarak personal?

"Apa yang kau inginkan?" ujarnya kasar.

Siswi itu terlihat bingung selama sedetik, kemudian menyodorkan sehelai sapu tangan biru muda kepada Caprio.

Ekspresi pemuda itu semakin buruk dan rasa marahnya sudah mencapai ubun-ubun.

"Harus berapa kali aku bilang, aku tidak butuh hadiah sampah semacam itu!"

"Tapi ini bukan hadiah—"

"Omong kosong, apapun istilah yang ingin kau pakai, ingat baik-baik. Aku tidak tertarik, tidak mau, tidak sudi menerima benda apapun dari kalian." Suara ringan gadis itu dengan cepat dipotong sinis oleh Caprio. "Dasar pengganggu!"

Dia merasakan desakan rasa panik akibat reaksinya yang berlebihan, tapi ketakutan dan kegugupannya akan kemungkinan hobi barunya diketahui orang lain membuatnya mengesampingkan perasaan tersebut.

Siswa itu menatapnya dengan alis terangkat, lalu kemudian melebarkan sapu tangan yang sebelumnya terlipat tersebut. "Aku bilang, ini bukan hadiah. Kau menjatuhkan sapu tanganmu."

Saat itu, waktu seakan terhenti di antara mereka.

Tak ada satu katapun di dunia ini yang dapat mewakilkan rasa malu dan kaget yang dirasakan Caprio ketika dia menyadari sulaman inisial namanya di sudut sapu tangan itu.

Setiap umpatan yang diingatnya mengalir lancar dalam otaknya saat itu. Caprio menatap siswa perempuan yang masih berdiri dengan sabar di depannya. Lalu dengan sangat tidak keren, pemuda lima belas tahun itu menarik kasar sapu tangan itu dan membuangnya ke tempat sampah yang kebetulan ada di dekat mereka.

"Aku tidak memerlukannya." Dia berharap agar siswi itu mengira kalau Caprio sengaja membuang sapu tangannya dan apa yang dilakukan gadis itu adalah hal yang sia-sia. "Lagipula siapa yang tahu apa yang sudah kau lakukan kepada sapu tangan itu sebelum kau berikan kepadaku."

Karena bukan sekali atau dua kali Caprio mendapati siswa perempuan tidak waras yang mengendusi dan mengecupi barang miliknya sebelum mengembalikan kepadanya. Jika mereka tidak memberikannya kembali kepada Caprio, lelaki itu tidak akan peduli. Sayangnya mereka sengaja membuat Caprio tahu dengan harapan lelaki itu akan mengingat mereka.

Kecurigaannya kala itu dapat terjustifikasi.

Tapi reaksi gadis di depannya itu sangat, sangat menjengkelkan.

Gadis itu mengusap siku di tangan yang berlawanan, menatap dengan penuh penilaian yang menusuk, persis seperti seorang guru di sekolah kepribadian, lalu kemudian ujung bibirnya tertarik seakan mencela tindakan kekanakan Caprio.

Infinitesimal StringsWhere stories live. Discover now