Api Cemburu

755 68 3
                                    


"Ibu sudah menelepon Veve." Kata ibu sambil menaruh lipatan baju Fatrial ke dalam lemari.

Sontak saja kalimat itu membuat Fatrial kaget, ia yang sedang duduk di atas tempat tidur mencari iPhone seketika meremas seprei kasur. Ada rasa khawatir sekaligus kesal.

"Apa yang ibu katakan? Kenapa ibu memberitahunya?"

Ibu menghela napas menatap Fatrial, "Ibu tidak bicara apa-apa, hanya meminta dia segera pulang dan merawatmu."

Fatrial mencoba menahan emosi, ingin sekali marah tapi ia di posisi sebagai anak. Bagaimana pun salahnya ibu, seorang anak tidak patut untuk melampiaskan emosinya.

"Aku hanya lelah, bukan sakit parah. Tidak seharusnya ibu memintanya pulang, besok aku pun akan menjemputnya jika sudah sembuh. Veve sudah lama tidak bertemu ibunya, aku memberinya kesempatan untuk di sana, jadi aku mohon ibu jangan seperti itu lagi. Aku suaminya, jika Veve salah biar aku saja yang menasehatinya, bukan ibu."

"Kenapa memangnya? Kamu tidak suka dengan keputusan ibu?" Kali ini ibu seolah menantang untuk bermain mulut. Benar kata ayah, bahwa ibu sudah sangat berubah, ia banyak terpengaruh dari pemikiran tante Winda dan teman-teman arisannya. Dulu ibu tak seperti itu.

Fatrial menarik napas, kembali mencoba meredam suasana hatinya agar tidak terpancing.

"Bukannya aku tidak suka, Bu. Tapi di sini aku seorang suami, aku yang punya tanggungjawab pada keluargaku. Ibu tidak perlu khawatir, aku pasti akan menjaga nama baik rumahtanggaku, jika memang itu yang ibu takutkan."

"Keluarga besar ayahmu selalu menyalahkan ibu karena mengizinkanmu menikahi Veve. Apalagi Veve belum juga hamil, itu menjadi alasan jelas kenapa mereka terus memandang rumah tanggamu buruk."

Ya Allah, Fatrial mengusap wajah berat. Kenapa selalu itu yang menjadi alasan. Kenapa selalu permasalahan keluarga dipicu oleh mereka yang selalu ikut campur. Sabar! Lagi-lagi Fatrial menarik napas. Ia sedang sakit tapi kenapa ibunya tidak sedikit lebih pengertian untuk tidak memicu emosinya.

"Pulanglah, Bu. Aku tidak ingin berdebat." Kali ini Fatrial memilih mengalah.

"Ibu akan pulang jika Veve sudah sampai di sini." Sahut ibu ketus yang membuat mata Fatrial terbelalak. Seketika Fatrial mencari iPhone nya yang ternyata terselip di bawah bantal. Ia terkejut melihat sepuluh panggilan tak terjawab dari Veve.

"Ibu memintanya pulang malam ini?" Wajah Fatrial nampak merah padam.

"Iya." Jawab ibu santai.

Fatrial pun seketika menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap layar iPhone. Merasa sangat bersalah sekaligus ingin sekali marah.

"Kenapa memangnya? Kamu tidak suka?"

"Bagaimana bisa aku membiarkan Veve ke sini sendirian, Bu? Ini sudah sangat malam, dan bagaimana jika terjadi sesuatu di jalan. Bukankah ini sama saja membuat nama baikku di depan keluarga Veve hancur, Bu? Kenapa sekarang ibu menjadi seperti ini? Ibu dulu tidak pernah ikut campur masalah rumahtanggaku, kenapa sekarang ibu bahkan membenci Veve?" Kini Fatrial tak mampu lagi menahan emosinya, ia luapkan saja semua yang terpendam di hati. Ia tahu kalimat dan suara kerasnya mungkin akan menyakiti ibunya, tapi ia juga berada di posisi sebagai suami yang harus menjaga istrinya.

"Ibu tidak membenci Veve, kenapa justru sekarang kamu marah pada ibu? Ibu berhak ikut campur karena kamu anak ibu, dan kamu tidak berhak marah pada ibu. Memang apa yang sudah Veve berikan padamu, sampai kau bela-bela seperti ini. Kamu itu sedang sakit, jadi wajar jika ibu minta dia pulang sekarang juga."

Sesak dan nyaris meledak. Fatrial menepuk-nepuk dadanya agar tidak perlu keluar kalimat-kalimat lebih kasar lagi. Bagaimana pun ibunya tidak akan mengalah, marah tak akan ada gunanya. Perlahan ia memutuskan untuk berjalan keluar kamar. Ia ingin sekali pergi ke terminal menjemput Veve, karena selarut ini sudah tak ada angkot yang lewat.

Dangerous Wedding 2 (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang