Nasehat Pernikahan

578 75 6
                                    

...

Dalam buku psikologi suami istri, salah satu cara menghadapi konflik dalam rumahtangga adalah mengkomunikasikannya. Bertatap muka untuk saling membuka pikiran masing-masing, baik dengan pihak lain yang terlibat di dalamnya. Atau jika sangat rumit bisa meminta pihak ketiga untuk menjadi mediasi dan menengahi konflik. Tapi bagaimana hal itu bisa terjadi jika ibu mertua tak ingin melihat wajah menantunya, pun Veve kini justru tak punya kepercayaan diri untuk hadir di tengah-tengah keluarga besar suaminya.

Sejak mendengar percakapan antara Fatrial dan ibunya malam itu, hati Veve seolah hancur tak mampu terbentuk kembali. Sungguh ia merasa hanya seperti butiran debu dalam keluarga besar tersebut. Air mata pun sudah kering, yang tersisa hanya sesak di dada.

Veve merasa sudah tidak punya energi lagi untuk bertahan. Jika Fatrial sangat berusaha keras mempertahankannya, tapi justru kali ini Veve tak punya pijakan kuat untuk tetap berdiri di sana. Ia terlalu lemah, mental nya sudah roboh. Ia tak sekuat itu, pun bukan tipe wanita yang bisa tak peduli dengan apa pun asal suaminya cinta.

Saat kesulitan seperti ini dalam pikiran Veve hanya ada ibunya. Ia ingin sekali pulang dan memeluk ibunya di rumah, ia ingin sejenak menenangkan hati dan pikirannya. Rumah dan orangtua adalah tempat paling nyaman untuk berteduh dari badai dunia.

Sebelum subuh tiba, Veve memutuskan untuk pergi tanpa berpamitan pada siapa pun termasuk Fatrial, ia bahkan tak membawa satu pun pakaian, pun sengaja mematikan handphonenya. Ia hanya ingin segera pulang dan menangis di pelukan ibunya.

@@@

Fatrial terkejut saat mendapati istrinya tidak ada di kamar. Ia berusaha tenang dengan mencari di kamar mandi hingga dapur dan halaman belakang. Tidak ada, dan itu membuat Fatrial panik saat telepon pun tak mendapatkan balasan.
Akhirnya tanpa mengatakan apa pun pada keluarga di rumah, Fatrial segera pulang ke rumahnya sendiri. Barangkali Veve pulang di sana, namun kekhawatiran itu berubah nyata saat rumah pun sepi.

Tidak biasanya Veve pergi tanpa pamit seperti ini, bahkan tadi malam Fatrial masih melihat ia tidur di sampingnya, pun tak ada sepatah kata terucap, lalu apa alasan tiba-tiba ia pergi tanpa pamit.

"Kamu di mana My?"

Fatrial pun mencoba menghubungi Shofia, dan Shofia membenarkan pertanyaan Fatrial bahwa Veve ada di rumah, baru sampai beberapa saat lalu dan sedang tidak ingin bicara dengan siapa pun termasuk suaminya.

Akhirnya Fatrial pun membantingkan tubuhnya di atas kursi dan melempar iPhone di atas kasur. Ia mengacak-acak rambutnya kesal. Ingin sekali marah atau kalau perlu menghancurkan semua isi rumah. Kenapa Veve melakukan ini padanya? Kenapa harus pergi diam-diam dan tidak izin padanya, bahkan sengaja mematikan handphone.

Apa yang sudah terjadi?
Fatrial tertunduk gelisah bercampur marah. Ia ingat kembali kejadian tadi malam, saat percakapan dirinya dan ibunya di halaman belakang.

"Jangan-jangan Veve mendengar semua yang ibu katakan." Mata Fatrial terbelalak dan nyaris jantungnya mau runtuh.

"Haaaaahhh..!!" Ia memukul meja kayu di depannya sampai punggung tangannya bengkak.

@@@

Ibu mendekati Veve dan duduk di sampingnya. Sejak kedatangannya beberapa saat lalu Veve belum cerita apa-apa bahkan ia sengaja meminta Shofi untuk merahasiakan apa pun dari ibunya. Ia tak ingin ibunya khawatir, ia pun beralasan pulang karena masih rindu.

"Sepintar apa pun kamu berusaha bersembunyi, ibu akan tetap tahu, Nak. Tidak mungkin seorang istri datang ke rumah orangtua sendirian jika tidak ada masalah apa-apa dengan suaminya." kata ibunya berusaha tenang agar tidak menyulut kesedihan yang sedang Veve tahan.

Dangerous Wedding 2 (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang