Yang Tak Pernah Sama

701 64 4
                                    


"Jangan pernah mengukur dirimu dengan penilaian orang lain, karena sepatumu dan sepatu mereka tak akan pernah sama."

_anonim_

Akhirnya harapan untuk memberikan malam romantis pada Fatrial terwujud. Veve hadir dengan hati dan semangat baru, membuat seluruh beban dan ketakutan Fatrial sirna. Untuk sesaat malam begitu hangat dan menderaskan aliran darahnya. Sudah lama bahkan sangat lama ia tidak menikmati momen seperti ini, terlalu banyak orang di luar sana ikut campur membuat cinta yang seharusnya bisa terus membara harus compang-camping penuh kekhawatiran.

"Terima kasih untuk malam yang indah." Bisikan Fatrial yang masih memeluk istrinya dari balik selimut tebal itu.

Veve tersenyum menatap Fatrial. Ia bisa melihat wajah tampan yang sempat buram itu terlihat cerah kembali. Jika di pikir-pikir ia tak menyangka bisa mendapatkan Fatrial, sudah seperti cerita cinderella saja, gadis miskin yang menikah dengan pangeran.

"Aku baru sadar mas sangat tampan. Jika aku tidak cantik bisa-bisa perempuan di luar sana mengganggumu." gumam Veve setengah bercanda.

"Hahah.. Itu tidak mungkin. Karena aku sudah jadi milikmu." sahut Fatrial sambil mencubit hidung istrinya, membuat sesaat Veve memekik.

"Terima kasih ya, sudah mencintaiku." Bisik Veve, tak kalah romantis. Membuat sesaat dada Fatrial kembali bergemuruh.

"Apa kamu tak ingin bercerita kenapa pergi tanpa izin dariku?"

Veve berfikir sejenak, lalu mengalihkan pandangan pada selimut putih tebal yang menutupi tubuh mereka. Ada rasa perih yang kembali terasa, ingatan akan percakapan Fatrial dan ibunya malam itu. Masih terasa perih lukanya.

"Aku mendengar semua pembicaraanmu dengan ibu, itulah alasan aku pergi diam-diam, karena jujur aku merasa sangat terluka. Aku tidak tahu harus kemana selain pulang ke rumah orang tua. Aku pikir dengan sedikit menenangkan diri rasa sakit itu akan hilang." Sejenak Veve berhenti untuk menarik napas, "Aku takut tidak mampu bertahan dan aku sangat takut kehilanganmu mas. Aku tak punya kekuatan untuk mempertahankanmu, jika pun hari ini kamu masih bersamaku, aku tidak bisa yakin hari esok akan tetap sama, karena aku tak punya apa-apa yang bisa kuberikan lebih padamu mas. Dan aku tahu, itulah alasan kenapa ibu malam itu berkata seperti itu padamu."

Kenapa setiap kali membicarakan perbedaan tingkat ini selalu membawa perih. Bagi Fatrial serasa tubuh sedang dipukul remuk, hingga tak terhitung berapa saraf yang terasa putus.

"Maaf, bahkan aku tidak bisa menahan diri tiap kali membicarakan hal ini." veve merapatkan selimutnya dan membenamkan kepalanya di dada Fatrial, dan lekas disambut dengan dekapan erat yang membuat ketenangan di hatinya.

"Maafkan aku." Fatrial menggegatkan rahangnya, betapa ia menyesal karena tak bisa melakukan apa pun.

"Aku mencintaimu bukan karena kamu punya ini dan itu. Sejak memutuskan untuk memilihmu, saat itu aku sungguh telah berserah diri pada Allah. Rumahtangga dan hatiku, semua aku serahkan padaNYa, dan aku tahu bahwa tidak akan pernah menyesal hamba yang bertawakal pada Allah. Aku tak pernah menyesali apa pun My. Bagiku, kedatanganmu dalam hidupku adalah takdir yang tidak mungkin bisa dibantah oleh logika. Aku bahkan tidak melihat siapa dirimu, latar belakangmu bahkan pendidikanmu. Tidak pernah sedikit pun aku melihat itu sejak awal bertemu. Pun perasaan ini, ia tumbuh sangat dalam tanpa alasan. Jika kamu takut kehilanganku karena merasa tak punya apa-apa, justru aku mencintaimu tanpa semua alasan itu. Aku tidak butuh semua itu dalam hidupku, cukup kamu saja My. Aku hanya ingin dirimu saja, menjadi teman hidup sampai akhir usia kita bahkan sampai surga nantinya."

Dalam sekali, Fatrial mengatakan semua dari dasar hatinya. Sangat tulus karena memang sejak awal memilih ia tak melihat siapa Veve, ia hanya yakin bahwa pilihan Allah atas sholat istikharahnya adalah yang terbaik, dan ia tak pernah menyesal.

Dangerous Wedding 2 (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang