t h e n - n o w

400 58 8
                                    

BREAKING NEWS

Ditemukan mayat seorang remaja yang telah membusuk di bawah jembatan pemukiman Gangnam. Mayat yang telah diketahui identitasnya tersebut adalah pewaris tunggal Park Company, Park Jimin. Berawal dari kecurigaan sang Ibu yang mendapat pesan dari anaknya bahwa Park Jimin izin menginap di rumah teman. Tetapi, setelah hampir seminggu Park Jimin tidak kunjung pulang.

Jika dihitung, ini sudah 15 hari. Saat langit malam mulai menelan bulat-bulat matahari yang masih ingin menampakkan senjanya, Yoongi selalu duduk termenung di balkon apartemen dengan koran berada di genggaman. Kepalanya menengadah sembari kedua mata memejam. Detik selanjutnya ia berharap hembusan angin serta merta membawa semua kegelisahan yang betah menetap dalam diri.

'Jangan pikirkan apapun. Anggap kau tidak ada disana dan tidak melihat apa yang kau lihat sekarang. Oke? Kau mengerti maksudku, kan, Gi?'

Suara bariton itu selalu muncul dalam otaknya, memperingatkan agar ia tak perlu memikirkan kejadian itu lagi. Tapi, Yoongi juga tak bisa mengelak bahwa rasa cemas itu masih ada dan mungkin enggan pergi.

Sekelebat ingatan hari itu kembali muncul— Ekspresi kesakitan Jimin, suara tercekat Jimin meminta tolong kepadanya agar berhenti. Dan kata terakhir yang Jimin ucapkan.

Maaf.

—Lalu Yoongi menangis seorang diri. Bahunya gemetar takut. Bibir tipisnya meracau tanpa seorangpun mendengar, Bukan aku.. Pergi, Jimin. Aku tidak bersalah, bukan aku..

Dan di belakang sana Suga berdiri memegang cangkir kecil, memandang sedih punggung kecil hyungnya.

"Bisakah kau tidak membuatku lebih bersalah lagi, hyung…" gumamnya lirih.

***


Lima tahun lalu—


"Kasihan sekali, dia masih kecil"

"Kudengar, dia selalu dapat kekerasan dari orangtua angkatnya. Malang sekali nasib anak itu, kini orangtuanya meninggal."

"Dia beruntung. Semua harta warisan orangtua angkat jatuh ke tangannya."

"Pembunuhan? Benarkah? Astaga, menyeramkan!"

"Siapa nama anak itu? Suga? Aku yang tetangganya saja tidak tau karena dia hampir tidak pernah keluar."

Anak laki-laki berusia 11 tahun itu hanya menatap datar si jago merah yang melahap habis rumahnya. Kepulan asap hitam tebal terlihat begitu jelas di atas atap rumah yang habis terbakar. Selimut biru menggantung melingkupi tubuhnya yang kecil.

'Astaga, ada seorang anak kecil disini. Bantuan, bantuan!'

Lima belas menit lalu, Suga ditemukan di dalam rumah. Meringkuk bak kucing kecil yang tidak menemukan jalan keluar. Bajunya lusuh, seluruh tubuhnya kotor. Satu bulir air mata jatuh mengaliri pipi tembamnya. 

"Kau baik-baik saja, nak?"

Anggukan kepala didapatkan si penanya, dituntunnya badan kecil yang terlihat rapuh itu ke mobil ambulance.

"Kau yakin tidak melihat sesuatu yang membuat rumahmu terbakar, nak? Atau kau melihat kejadian yang menimpa kedua orangtuamu?"

Mata sipit itu masih fokus menatap api yang perlahan habis oleh air pemadam. "Tidak."

Dugaan sementara yang terjadi pada kedua orangtua Suga adalah mati dibunuh. Saat tim pemadam masuk untuk memulai penyelamatan, mereka menemukan bahwa dua orang paruh baya tergeletak penuh dengan darah yang menggenang disekitar tubuh.

"Aku… tidak melihat apapun. Yang kudengar hanya teriakan sebelum orangtuaku mati."


Now—


Setelah lelah menangis, Yoongi beranjak menuju kamar dan mendapati adiknya tengah tertidur pulas. Yoongi mengelus pelan bekas luka di pergelangan sang adik yang tengah tertidur. Menatap haru makhluk di depannya sembari berbisik lembut, "Terimakasih karena sudah bertahan, ssaeng. Aku menyayangimu."

"Dulu aku… pernah sakit"

Keduanya tidur berhadapan dengan tangan yang saling bertaut. Yoongi dapat melihat netra Suga memancarkan kegelisahan, rasa takut, marah, kecewa bercampur jadi satu. Bibirnya bergetar sepanjang cerita.

"Mereka menemukanku di tempat rongsokan. Saat itu aku masih bayi dan mereka bersedia untuk mengadopsiku, mengangkat aku jadi anaknya. Sampai saat aku berumur 5 tahun, mereka mulai melakukan kekerasan—

"Tidak apa, jangan diteruskan kalau itu menyakitkan!"

Yoongi bergerak lebih dekat, memeluk sang adik untuk menyalurkan rasa aman. Berbisik bahwa semua akan baik-baik saja.

—mereka mudah sekali marah. Pertama kali, saat itu aku tidak sengaja menyenggol toples kue. A-ayah memukulku, hyung. Berkata bahwa aku anak tidak berguna, aku anak yang menyusahkan. Berakhir aku disuruh membersihkan tumpahan kue. Ibu yang kuanggap orang baik, saat itu hanya diam menatapku. Tidak berani membantah apa kata ayah."

Elusan lembut menjadi obat penenang Suga yang sempat merasakan sesak di dadanya. Remasan jemari pada kaos Yoongi semakin erat.

"Saat aku melakukan kesalahan kecil, ayah selalu menghukumku. Menyeretku ke gudang, memukul punggungku dengan kayu, lalu ayah meninggalkanku sendirian disana—

"Hentikan, ssaeng. Cukup!"

—Aku pernah gagal dalam ujian sekolah. Nilaiku merah. Ibu memarahiku habis-habisan. Ayah menyeretku ke kamar mandi. Kepalaku ditenggelamkan di bak mandi berkali-kali. Hatiku sakit sekali, hyung saat ayah berkata 'Menyesal aku memungutmu!' a-ku… aku ingin sekali mati saat itu hyung. Selama 3 tahun mereka memperlakukanku seperti itu...

...Beberapa kali aku mencoba bunuh diri. Aku beberapa kali mencoba memotong nadiku, gantung diri, tapi tidak pernah berhasil. Bahkan sampai mereka matipun, aku masih ketakuan. Rasanya takut sekali, hyung. Takut sekali sampai dimana aku akhirnya depresi karena tidak kuat lagi. Aku selau berdoa agar Tuhan memberiku kebahagiaan, melepaskanku dari semua penderitaan. Tapi, nihil. Doaku tidak ada yang dikabulkan. Setelah itu, aku berhenti berdoa."

Yoongi menangis tersedu memeluk adiknya. Tak menyangka bahwa Suga mengalami hal yang tidak pernah ia bayangkan sekalipun. 

"Pengacara keluarga orangtua angkatku mengambil alih. Dia yang mengurusku. Memasukkanku ke rumah sakit jiwa sampai aku sembuh. Aku… bahagia sekali karena masih ada orang baik di dunia ini"

Suga melepas pelukan mereka berdua setelah mengusap air mata yang dengan bebas keluar tanpa persetujuan si pemilik. Terkekeh sebentar melihat hyungnya menangis sampai seperti itu.

"Kini aku sudah bertemu denganmu. Kini aku sudah menemukan bahagiaku. Jadi, hyung, izinkan aku jadi penguatmu, ya? Aku akan jadi orang nomor satu yang akan selalu ada sebagai tamengmu!"

Lamunannya terhenti ketika Yoongi dengan jelas mendengar suara ketukan pintu. Ia segera bangkit dan membuka pintu apartemennya.

"Yoongi-ssi, benar?"

Tubuhnya mendadak kaku. Di depannya berdiri dua orang polisi. "Kami membutuhkan pernyataan anda mengenai Park Jimin. Ponsel Park Jimin telah ditemukan dan anda adalah orang terakhir yang Park Jimin hubungi. Mari ikut kami ke kantor polisi, Yoongi-ssi"

Dan Yoongi tidak punya nyali untuk menolak.


To be continued…

d e r n [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang