m e r e k a

493 68 12
                                    

Yoongi menghela nafas lelah. Hari ini terlalu berat untuk dilaluinya seorang diri. Dua minggu ini ia terbiasa dengan adanya Taehyung, yang selalu menggagalkan rencana balas dendamnya pada Jimin jika laki-laki bermarga Park itu mengganggunya.

Iya, Taehyung tidak masuk sekolah dan Yoongi terhitung telah melakukan banyak hal yang dapat membuat beasiswanya dicabut. Tidak peduli jika itu membuatnya merasa lebih aman dari hari-hari sebelumnya. Ia tidak akan membuat dirinya sakit lebih lama demi mempertahankan beasiswa itu.

Persetan. Hanya orang bodoh yang membiarkan seseorang menindasmu setiap hari.

Ah, sepertinya Yoongi melupakan usaha kerasnya untuk masuk di sekolah favorit tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.

'Ini peringatan kedua, Min Yoongi. Beruntung kau termasuk siswa yang berprestasi.'

Yoongi mendecih. Bahkan ia sangat berharap untuk dikeluarkan saat ini juga meskipun dirinya masihlah duduk di kelas 2 SMA. Bukannya lelah, Yoongi hanya merasa semua terasa memuakkan. Keadilan tidak pernah ada untuknya. Bahkan ketika ia memilih sekolah yang dimana hukum akan tetap hukum, tidak peduli dari kalangan mana yang menjadi jahat.

Seperti yang kau pikirkan. Semua hanya pencitraan. Apa yang kau harapkan ketika kau lahir menjadi rakyat kecil, tidak punya power. Pada akhirnya, semua akan kalah dengan benda tipis terbuat dari kertas yang bernama uang.

Ingin buka suara tapi dibungkam. Saat buka suara dapat tuntutan, ujung-ujungnya tetap dapat hukuman.

In this place, everyone becomes someone with perfect moral thinking and judgement. How funny.

Hampir saja ia menutup matanya. Membiarkan kantuk yang mendera melahap habis kesadarannya sebelum sebuah suara membuatnya kembali terjaga.

"Bermain peranmu bagus sekali. Tapi, jangan lupakan eksistensiku disini, Suga. Kau memakai namaku dan membuat masalah di sana sini. Beasiswa itu sangat berarti untukku."

Exactly. I know what are you thinking about

"Apa beasiswa itu sangat berarti untukmu, heh? Bahkan jika kau benar- benar dikeluarkan, aku masih bisa mencarikanmu sekolah dan membayar semua biayamu, Yoon!"

Yoongi tersenyum tulus. Menatap lawan bicaranya dengan pandangan yang begitu lembut. Ia tidak pernah mengira sebelumnya kalau ternyata ia punya saudara kembar yang mirip sekali dengannya. Hal yang membedakan hanya sifat mereka berdua saja. Jika Yoongi adalah orang yang lembut dan penuh akan kehangatan dalam hatinya, Suga adalah orang yang kasar dengan senyum miringnya, akan tetapi Suga adalah orang kedua yang selalu jujur dengan perasaannya. Setelah Taehyung.

'Ayo bertukar posisi',

kalimat pertama yang diucapkan Suga ketika keduanya bertemu. Ah, tidak. Suga yang mendatangi apartemen Yoongi. Membuatnya terkejut tanpa bisa mencerna situasi yang sedang terjadi.

"Jangan menatapku seperti itu, brengsek! Kau membuatku kembali merasakan perasaan bersalah karena meninggalkanmu dulu."

Yoongi menatap sendu punggung kecil yang tak bisa ia tampik bahwa dirinya sangat senang akan keberadaan kembarannya itu. Yoongi membawa kedua tangannya membenahi selimut agar Suga merasa lebih hangat dan nyaman.

Benar. Setelah bertemu dengan kepala sekolah, Suga yang menyamar sebagai Yoongi memilih untuk kabur dan pulang.

"Tidak ada yang perlu disalahkan. Semua punya porsinya masing-masing, ssaeng. Kau datang padaku saja aku sudah sangat senang. Ternyata Tuhan punya kejutan untukku."

"Cih. Setelah apa yang kau lalui selama 16 tahun hidup, kau masih saja percaya dan memuji Tuhan."

Yoongi ikut merebahkan diri di samping adiknya. Senyum manis masih terukir di parasnya yang kecil lucu. "Apa yang membuatmu membenci Tuhan?"

Pertanyaan Yoongi membuat Suga terdiam. Sekelebat memori sebelum ia bertemu Yoongi hyungnya kembali berputar. Ada perasaan tidak nyaman saat mengingat itu, tapi apa ia akan tetap merahasiakan semuanya saat ia telah menemukan tempat pulang paling nyaman yang selalu ia dambakan sejak kecil.

"Yoongi hyung..."

"Hmm?"

"Dulu, aku... Pernah sakit."

***


Resto yang menyajikan berbagai macam jenis makanan itu terlihat ramai. Mulai dari chinese, korean, italian, american food, dan masih banyak lagi. Pelanggan resto dipenuhi dari kalangan menengah atas. Nominal yang harus dibayar untuk satu jenis makanan kecil bisa mencapai harga satu buah sepatu terkenal. Iya, semahal itu.

Beberapa ruang vip disana sudah dipesan oleh para direktur terkenal, salah satunya yaitu direktur Kim- ayah dari remaja laki-laki berusia 16 tahun, Kim Taehyung.

Taehyung terlihat gelisah di tempat duduknya. Berkali-kali menjilat bibirnya yang bahkan tidak kering. Jari jemarinya bertaut gelisah di bawah meja. Total abaikan ayahnya yang berbincang dengan rekan kerja. Pikirannya penuh dengan sosok kecil pucat yang saat ini ia tebak masih berada di sekolah.

Bagaimana kalau dia berbuat ulah lagi? Bagaimana kalau kepala sekolah memanggilnya?, gumamnya dalam hati.

Iya, benar. Taehyung memikirkan teman sekelasnya, Yoongi.

Taehyung sebenarnya tidak minat ikut jamuan makan seperti ini. Taehyung hanya tidak ingin membuat ayahnya kecewa jika ia menolak. Atau yang paling ditakutkan, ayahnya tidak akan membiarkannya masuk sekolah dan menguncinya di kamar agar tidak bisa bertemu Yoongi.

Taehyung anak tunggal. Jadi, mau tidak mau ia yang akan mewarisi seluruh harta kekayaan ayahnya. Menjadi penerus Kim Corp. Perusahaan yang bekerja di bidang teknologi.

"...hyung"

"Taehyung, kau baik-baik saja, nak?"

Panggilan ketiga membuatnya tersadar dari lamunan. "Ah, maaf ayah. Aku baik-baik saja, kok"

"Something bothering you, son?"

Taehyung berdecih dalam hati.

Iya! Ayah membuatku harus ikut perjamuan membosankan ini dan rela membiarkan Yoongi sendiri di sekolah yang dipenuhi dengan manusia-manusia tidak tahu diri!

Inginnya berkata lantang seperti itu, tapi tidak mungkin ia mencemarkan nama baik keluarganya sendiri. Ah, bukan. Lebih tepatnya tidak ingin mencemarkan nama baik sang ayah. Lagi lagi, formalitas.

"Eum, tidak. Aku hanya takut tertinggal pelajaran saja"

Rekan kerja sang ayah menatap takjub, berpikir bahwa anak direktur Kim sangat menomorsatukan sekolahnya. Ayah tersenyum dan menepuk pelan pundak Taehyung.

"Anakku memang hebat."

Gimmick. Ayahnya memang penuh dengan kepalsuan.




To be continued...

d e r n [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang