b e r u b a h

1K 88 9
                                    



"

Min Yoongi, tolong kerjakan soal yang saya tulis di papan!"

Yoongi yang memang sedari awal pelajaran menundukkan kepalanya tiba-tiba tertawa kecil ketika mendengar kalimat perintah sang guru. Kepalanya mendongak dengan tatapan yang begitu angkuh mengarah pada salah satu orang di kelas tersebut.

"Kenapa bukan Park Jimin saja, sosaengnim? Bukankah dia si penyandang peringkat 1 paralel dua kali berturut-turut? Saya yakin Jimin bisa mengerjakannya dengan baik."

Park Jimin mengepalkan tangan di bangkunya, menatap benci ke arah pemuda yang baru saja menjadikannya sorotan kelas.

"Tapi Ibu menyuruhmu, Yoongi!"

Yoongi tersenyum miring, tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Jimin. "Jimin-ah, kau yakin tidak ingin mengerjakan soal itu? Kau tidak ingin membuktikan betapa hebatnya seorang Park Jimin di depan teman-teman sekelas, huh?—

—ahh atau, kau takut tidak bisa mengerjakan soal di depan karena peringkat satu itu kau dapat dari membeli nilai di kepala sekolah?"

Seluruh siswa di kelas berbisik-bisik setelah apa yang dilontarkan oleh pemuda pucat yang duduk menyendiri di belakang. Hatinya bersorak puas melihat Park Jimin di sana menatapnya penuh emosi.

Jimin beranjak dari bangkunya melangkah ke depan, lalu meminta kapur putih pada sang guru dengan sopan sebelum ia benar-benar menatap beberapa angka yang berjejer rapi di papan tulis. Sejujurnya, Jimin benci pelajaran ini. Teramat sangat.

Kekehan kecil Yoongi terdengar dalam heningnya kelas beberapa saat. "Kau sudah lima menit berdiri disana hanya untuk menulis kembali soal itu, Park Jimin? Tsk!"

Semua mata terarah pada Yoongi yang berjalan ke depan. Merebut kapur putih dari tangan Jimin.

"See? Tidak ada satu menit aku bisa menyelesaikan soal matematika ini"

"Sialan!"

Yoongi tertawa kecil sembari memainkan kapur yang berada pada apitan jari telunjuk dan jari tengahnya sebelum berkata dengan tatapan angkuh yang mengarah pada Jimin,

"One,

two,

three"

TING!!

Bunyi pesan masuk dari setiap ponsel siswa di kelas itu bersautan, tak terkecuali ponsel Jimin dan sang guru.

Jimin meremat ponsel yang ia pegang sesaat setelah membuka sebuah video yang dikirim di grup kelas. 

"Astaga, dia benar-benar membeli nilai!"

"Aku tidak menyangka dia curang!"

"Cih, kotor sekali Park Jimin!"

"Uang benar-benar bisa membungkam aksi licik seseorang!"

Yoongi tersenyum miring, "Apa? Kau menuduhku mengirim itu? Bahkan sedari tadi aku di depan bersamamu Park Jimin",

Yoongi terkekeh kecil melihat Jimin menahan emosi yang langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruang kelas 11-A. 

Terlepas dari itu, Yoongi tidak sadar bahwa seseorang sedari awal menatapnya tak percaya. Si ketua kelas yang dihormati para siswa —Kim Taehyung.

'Yoongi yang kutahu… tidak akan seberani itu'



Taehyung bukanlah orang bodoh yang tidak menyadari perubahan sikap Min Yoongi. 

Min Yoongi bukanlah orang yang suka menjatuhkan orang lain. Bukan orang yang suka adu mulut dengan orang lain, sekalipun orang itu salah. Ia bukanlah orang yang suka menyakiti orang lain secara fisik, ataupun menyindir dengan terang-terangan seperti tadi. 

Min Yoongi itu pendiam. Min Yoongi itu orang yang lembut—

hanya saja Taehyung tidak tahu bahwa Min Yoongi bisa berubah menjadi orang pendendam dalam waktu singkat.

Min Yoongi bukan orang yang suka memukul orang, padahal ia tahu orang itu salah.

Seperti saat ini..

PLAK!!

"Bajingan!"

Min Yoongi… juga bukan orang yang suka mengumpat sebelumnya.

Taehyung yang tidak jauh dari tempat kejadian, menatap tak percaya pada apa yang ia lihat.

Min Yoongi dengan keras menampar pipi Park Jimin di depan kelas.

"Apa kau salah didikan sedari kecil, heh? Kau kurang kasih sayang dari orang tuamu ya sampai-sampai membully orang kecil sepertiku?"

Tawa sinis Yoongi tak luput dari pengamatan Taehyung. Bagaimana bibir tipis yang tidak pernah tersenyum itu kini menunjukkan senyuman yang begitu kejam. Juga, bagaimana sepasang mata yang biasanya menyiratkan sorot malas kini menguarkan sorot marahnya.

Taehyung tidak bodoh untuk menyadarinya.

Yoongi. Yoonginya… berubah.



"Lepaskan aku, sialan!"

Setelah kejadian beberapa menit lalu, Taehyung segera menarik pergelangan tangan Yoongi dan menyeretnya menjauh dari kerumunan siswa. Ia butuh berbicara dengan pemuda pucat ini sekarang juga.

"Jelaskan padaku sekarang, Min Yoongi!"

Lagi. Yoongi lagi-lagi mengeluarkan tawanya. Tawa meremehkan yang demi apapun Taehyung sangat membencinya.

"Kau berubah, Yoongi. Kau bukan seperti Yoongi yang aku kenal!"

"Oh ya? Lalu seperti apa Yoongi yang Taehyung kenal?"

Jeda beberapa detik,

"Hanya ada satu cara untuk membuktikan"

Yoongi mengernyit tak paham. Lalu, detik selanjutnya yang ia rasakan adalah bibir dingin Taehyung sudah menempel di bibir tipisnya. Dahi Taehyung berkerut tak percaya setelah beberapa detik kemudian.

Ini bukan Yoonginya.

Yoonginya tidak akan balik membalas setiap lumatan yang Taehyung berikan sembari merapatkan kedua tubuh mereka dengan kedua lengan yang sudah melingkar apik pada leher Taehyung.

Ini bukan Yoonginya.

Karna Yoonginya akan selalu menolak setiap Taehyung ingin mengikis jarak di antara mereka.

Yoongi melepas penyatuan itu setelah dirasa Taehyung sedikit kuwalahan mengimbangi permainan. Ia tersenyum tipis,

"Terlepas dari bagaimana Yoongi yang kau kenal, Min Yoongi tetaplah Min Yoongi, Taehyungie.."

Detik itu Taehyung sadar bahwa pemuda pucat di hadapannya ini memang Yoonginya

—Karena tidak ada yang memanggilnya dengan panggilan masa kecil 'Taehyungie' selain Min Yoongi. Yoonginya.

Hanya saja, Yoonginya memang total berubah.



To be continued...

d e r n [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang