Aku membuka kancing baju, satu persatu. Kemeja putih itu jatuh, menampilkan otot dada dan perut. Bertelanjang dada didepannya.
"Apa yang kau lakukan?" Sang Mi menunjukkan ekspresi ketakutan. seharusnya memang begitu. Aku akan memangsanya.
"Menunjukkan siapa aku sebenarnya." Dia harus tau berhadapan dengan siapa.
Ingin menunjukkan padanya, tato dan luka ditubuhku. Semua rajah itu memiliki banyak cerita.
"Lihat tato dileher ini." Tanganku meraba tengkuk leher, tergambar hewan mitologi yang abadi, burung Pheonix. Awalnya bukan gambar hewan itu yang tercetak tapi angka,"Dulu aku dikenal bukan dengan nama tapi angka 216. Nomorku saat dipenjara remaja. Ditahan karena terlibat kekerasan."Memutuskan keluar dari panti asuhan yang terus menyiksaku. Hingga gerombolan preman bersedia menampung dari sana aku belajar memegang senjata dan berkelahi. Sedang sial terkena patroli polisi saat bentrok antar geng. Menghabiskan waktu di penjara pada masa remaja yang indah.
Sang Mi terdiam, perlahan melepaskan pegangannya pada wastafel, melangkah mendekat. Matanya menatap lekat lekuk leherku. "Kalau tato yang lain?" tanyanya ragu tanpa ketakutan lagi.
Apa dia masih belum paham maksudku menunjukkannya.
"Bekas tusukan pisau." Menunjuk tato yang merajah dada dan perutku. Akibat terlibat perkelahian dengan geng brutal.
Melanjutkan tur tentang tubuhku, membuka gesper, menurunkan resleting celana. Celana panjang hitam itu jatuh ke lantai, meninggalkan boxer pendek berwarna hitam.
"Pistol?" Tunjuk Sang Mi pada area antara paha. Sempat bingung sesaat.
"Owh.. iya ini.. bekas tembakan peluru." pada paha bagian atas, tidak aku tato karena tertutup, mungkin nanti.
Semua tato ini mengambarkan perjuangan hidup, pengalaman beberapa kali hampir mati. Teringat mitos kucing, memiliki nyawa 9. Setiap sekarat karena tertusuk atau tertembak. Aku mulai menghitung sisa nyawaku. Angka 9 itu sudah lama terlewat, aku berhenti berhitung. Tuhan memang mempermainkanku, membiarkanku hidup bukan mati.
"Apa boleh aku menyentuhnya?" tanyanya dengan hati-hati.
Belum sempat setuju, jari lentiknya menyentuh bekas luka yang sudah tertutup tinta hitam pekat. Meraba bekas lukanya, meneliti gambar yang menutupinya.Pergerakan jari yang penasaran di otot perut dan dadaku, menimbulkan perasaan mengelitik memenuhi perut. Sebelum jarinya sampai pada luka terakhir diantara paha.
Plak..
"Hentikan." menepis tangannya, menahan penjelajahannya ditubuhku. Masih terlalu pagi dan terlalu awal untuk terangsang.
Dia tiba-tiba memelukku, aku terkesiap, "Kau memiliki hidup yang sulit."
Responnya bukan menjauh atau gentar ketakutan, mendengarkan kisah kelam itu. Dia bersimpati.
Aku melepaskan pelukan itu dengan kasar, ini bukan saat yang tepat. Wanita ini cukup aneh bahkan gila.
.
.
.
.
.
.
.
.Bersembunyi dalam toko, sampai Jae Su mengangkat telepon. Ingin Jae Su menjelaskan siapa wanita itu, serta siapa klien yang menugaskanku. Peduli setan dengan peraturan kedua.
Nada suaranya terdengar kesal. Telepon itu pasti membuatnya terbangun dari tidur.
'Jaesu, aku minta data semua tentang Sang Mi termasuk data siapa yang menargetkannya.'
'Itu melanggar peraturan Tae Young.'
'Aku tak peduli. kirim padaku secepatnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KILL IT [END]
Fanfiction"Selamatkan aku", Kata gadis itu, apa aku tidak salah dengar? Gadis ini cantik tapi ini bertentangan dengan pekerjaanku. Aku bukan penyelamat tapi malaikat maut untuk dia. Sesuai pekerjaanku sebagai.... Pembunuh bayaran. Konflik sang pembunuh bayar...