02

1.7K 243 22
                                    

Selamat membaca

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Ketika matahari terbit di ufuk timur, sang pemuda Lee sudah siap dengan pakaian rapihnya menuju pasar yang dikunjunginya kemarin. Hatinya berkata dia ingin kembali bertemu dengan sosok pianis yang membuatnya kagum, Jeno ingin kembali dan mendengarkan nada-nada indah yang keluar dari tangan Jaemin.

Kembali dengan kuda hitamnya yang gagah, Jeno mengikat kudanya di tempat yang sama, tidak ada yang berani mengambilnya tentu saja karena pelana yang tersampir di kuda tersebut merupakan pelana milik keluarga Lee. Pasar selalu ramai, Jeno sedikit kewalahan mencari Jaemin, dan sialnya dia tidak bisa mendengar suara denting piano.

Dan benar saja, tempat dimana Jaemin bermain piano semalam hanya menyisakan sebuah piano tua yang tertutup di depan sebuah toko bunga. Jeno menghela nafasnya, menimbang apakah dia harus menunggu Jaemin atau pergi.

“Mencari siapa, Tuan?” tanya seorang pemuda dengan mata seperti rubah.

“Ah, aku mencari Na Jaemin, apa kau mengenalnya?” tanya Jeno.

Mata Renjun menyincing, untuk apa penerus keluarga Lee ini mencari Jaemin sahabatnya. “Dia sahabatku, hari ini sepertinya dia tidak datang ke pasar.” kata Renjun singkat.

“Kalau begitu, dimana aku bisa bertemu dengan Jaemin?” tanya Jeno, tekadnya sudah bulat untuk menemui Jaemin.

“Jika anda memiliki pesan kepada sahabatku, anda bisa menitipkannya padaku. Namun, jika anda benar-benar ingin bertemu dengan sahabatku, anda bisa pergi ke Sungai Donau.” kata Renjun.

Jeno mengangguk paham, dia berterima kasih kepada seseorang yang mengaku teman Jaemin itu dan langsung menuju Sungai Donau yang letaknya tidak begitu jauh dari tempatnya saat ini.

🎻

Berdiam diri sambil menikmati aliran Sungai Donau dan sesekali melihat gondala melintas adalah salah satu kegiatan favorit Jaemin. Duduk dibawah pohon yang rindang, dengan sebuah apel di genggamannya. Menghirup udara segar membuat Jaemin merasa hidup kembali. Ia gigit apel merah darah tersebut dan mengunyahnya perlahan. Sebuah kegiatan simpel yang mampu membuatnya bahagia.

“Kurasa selain menjadi Bethoveen, kau juga dapat menjadi Issac Newton dengan apelmu, Jaemin.” sebuah suara sedikit membuat terkejut dan menoleh ke arah sumber suara.

Jaemin tersenyum manis, seorang teman baru yang baru dia temui kemarin. “Tuan Lee, aku tidak sepandai Issac Newton.” ujar Jaemin.

Jeno membalasnya dengan senyuman lalu mendekati Jaemin dan duduk disebelah pemuda manis itu, dia membiarkan jas sutra yang ia kenakan hari ini menempel pada tanah yang lembab dan dedaunan yang telah kering. Duduk diatas air pun nampaknya akan Jeno lakukan jika itu bersama Na Jaemin.

Sonata | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang