|| Episode 2 🦇✨

4.5K 684 65
                                    

"Dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Dingin ..." Pemuda itu merintih seraya menarik jubahnya menutupi kepala.

Ia berjalan di bawah rintik salju ditemani gelapnya malam, sesekali terhenti untuk mengolah napasnya yang memadat terjerat lelah tak tertahankan.

"Lapar ..." keluhnya lagi. Perutnya kembali berbunyi setelah melewatkan makan siang hingga kini mencapai waktu larut malam.

"Aku akan mati." Ia terduduk di atas daratan salju. Kakinya terasa berat dan tubuhnya mulai menggigil. Tetapi, ia tak ingin menyerah.

Disibaknya jubah putih itu bersama tubuhnya yang bangkit dari jeda, ia melangkah dengan kedua tangan mengepal menggenggam sebuah tekad. "Aku tidak akan berhenti sebelum sampai!"

"Vanitas ..."

Suara misterius memanggil namanya dari arah depan, dari gelapnya jalanan yang diselimuti hutan. Bukan sekali suara itu muncul, itu memanggilnya lagi dan lagi.

Vanitas menyeret kakinya mengikuti suara yang ia yakini milik seseorang yang ia kenal.

Suara dahan pohon yang goyah membuat Vanitas lekas mencabut pisau yang ia simpan dalam lapisan sarung tangan, pisau itu ia arahkan ke sumber suara.

"Siapa di sana?!"

Dahan pohon itu kembali berderit kemudian berpindah ke dahan lainnya, seperti dilompati sepasang kaki dengan beban tubuh orang dewasa.

Vanitas memfokuskan pandangannya dan menangkap siluet sosok wanita bertubuh tinggi dengan jubah menjuntai panjang, berdiri di ketinggian. Sosok itu juga tengah memandang lurus ke arah Vanitas berada.

"Apa seseorang yang dikirim istana kerajaan untuk mencariku?" Vanitas sudah memperkirakan hal semacam ini akan terjadi. Karena itu, Vanitas sengaja menyusuri area sepi dan menghindari keramaian guna menjaga identitasnya.

Tapi nampaknya pergerakan Vanitas masih terlacak.

"Mendekat dan aku akan menghabisimu!" Bilah pisau tajam itu mengkilap terterpa cahaya bulan. Vanitas memantapkan diri ketika sosok itu melompat turun dari atas pohon dan mendarat tanpa menggores permukaan tanah sedikit pun.

Mata Vanitas membulat. Pisau itu ia genggam lebih kuat selagi mengamati tampilan orang yang kini berdiri lurus menghadapnya. "Kau ... vampire?"

"Mata birumu menyala seperti lautan di tengah padang salju," ucapnya sambil menyibak rambut panjangnya ke samping.

Wanita tinggi kurus dengan gigi bertaring itu kemudian melangkah mendekati Vanitas. Mata merahnya yang semula gelap tiba-tiba menyala tajam ketika menghirup aroma lezat dari darah yang mengalir di tubuh Vanitas.

Vampire wanita itu menjilat sudut bibirnya, jantungnya berdegup cepat bersama suhu tubuhnya yang mendadak naik. Gigi taringnya dibuat gatal dengan bayangan betapa nikmatnya leher manusia yang berdiri di hadapannya itu.

The Prince and the Hunter ★NoeVan♥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang