Pokok-Pokok Hukum Pertanahan

12 1 0
                                    

Sebagai Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing, berhuk memperoleh sesuatu hak atas tanah.  Orang perseorangan sebagai subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang identitasnya tercatat sebagai Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing, baik yang berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah.  Namun, dalam mendapatkan hak atas tanah tersebut terdapat peraturan-peraturan Undang-Undang untuk melakukan tindakan hukum dalam lalu lintas hukum pertanahan tidak semua orang dapat melakukannya. 

Peraturan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) atau disebut juga dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang ini telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960 di Jakarta.  Tujuan dikeluarkannya UUPA adalah untuk menetapkan dualisme hukum agraria di Indonesia pada saat itu.  Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarasa sejak proklamasi, sebagian besar masyarakat Indonesia masih berlaku hukum agraria berdasarkan hukum (kolonial) dan sebagian kecil lainnya berdasarkan hukum adat.  Hukum agraria yang berdasarkan hukum barat jelas memiliki tujuan dan kiriman dari pemerintah jajahan.  Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (untuk disebut UUD), dinyatakan bahwa "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat", berdasarkan Pasal tersebut, maka  bahan tambang yang ada dalam tubuh bumi Indonesia adalah Hak Bangsa Indonesia, sebagai satu kesatuan bukan perorangan atau golongan tertentu.

A. Pengertian Hukum Pertanahan

Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.  Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaun dan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain.  Didalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Dasar Agraria (UUPA) yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi.  Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa "Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-  sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum",

UUPA hanya menyebutkan pengertian hukum pertanahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat I yang menyebutkan: Atax dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan.  bumi, yang disebut tanah yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. 

Secara umum, Herman Soesangobeng (2012: 7) merumuskan hukum pertanahan sebagai: "kumpulan peraturan yang mengatur hubungan sinergi dari pelbagai cabang hukum dan kedudukan hukum hak keperdataan orang atas tanah sebagai benda tetap, yang dikuasai untuk dimiliki maupun dimanfaatkan serta dinikmati oleh manusia,  baik secara pribadi maupun dalam bentuk kehidupan bersama.

B. Sejarah Hukum Pertanahan

Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka, yang awalnya awalnya politik dagang.  Mereka sebagai penguasa sekaligus merangkap sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-kepentingan atas segala sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan mengorbankan banyak kepentingan rakyat Indonesia. 

Hukum agraria kolonial memiki sifat dualisme hukum, yaitu dengan berlakunya Hukum Agraria yang berdasarkan atas hukum adat, disamping peraturan-peraturan dari dan berdasarkan atas hukum barat. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ( RI ) dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945 olch sockarno dan Mohamad Hatta atas nama bangsa indonesia sebagai tanda terbentuknya negara kesatuan RI sebagai suatu bangsa yang merdeka.  Dari segi yuridis, proklamasi kemerdekaan merupakan saat tidak berlakunya hukum kolonial dan saat berlakunya hukum nasional, sedangkan dari segi politik, kemerdekaan kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa indonesia terbatas dari kebebasan bangsa asing dan memiliki kekuasaan untuk menentukan nasibnya sendiri. 

Proklamasi kemerdekaan RI memiliki 2 arti penting bagi penyusunan hukum agraria nasional, yaitu pertama, bangsa indonesia memutuskan hubungan dengan hukum agraria kolonial, dan kedua, bangsa indonesia sekaligus menyusun hukum agraria nasional. 

Pada tanggal 18 Agustus 1945 panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin oleh Soekarno mengadakan sidang, menghasilkan keputusan antara lain yang ditetapkan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai hukum dasar (konstitisi) negara RI.

C. Sumber-Sumber Hukum

Pertanahan Secara umum sumber hukum agraria dapat dibedakan menjadi sumber hukum agraria yang tertulis dan tidak tertulis

a. Sumber hukum agraria yang tertulis Secara sistematis, sumber hukum agraria yang tertulis adalah:

1) Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 33 ayat 3.

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). 

3) Peraturan-peraturan pelaksana UUPA. 

4) Peraturan-peraturan bukan pelaksana UUPA yang dikeluarkan sebelum tanggal 24 September 1960 karena suatu masalah yang perlu diatur.  Misalnya Undang-Undang 51/Prp/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.

5) Peraturan-peraturan lama untuk sementara masih berlaku, sesuai dengan ketentuan pasal-pasal lagu. 

b. Sumber hukum agraria yang tidak tertulis Sumber hukum agraria yang tidak tertulis terdiri dari:

1. Hukum adat yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UUPA :

-. yaitu yang Tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara.

-. berdasarkan atas persatuan bangsa;.

-. berdasarkan atas sosialisme Indonesia.

-. berdasarkan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA dan peraturan perundangan lainnya, mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. 

-. Hukum kebiasaan yang timbul sebelum berlakunya UUPA, yaitu yurisprudensi dan praktik administrasi.

D. Asas-Asas Hukum Pertanahan

Dalam UUPA dimuat 8 asas dari hukum agraria nasional, Asas t asas ini kerena sebagai dasar dengan sendirinya harus menjiwai pelaksanaan dari UUPA dan pelaksanaan pelaksanaannya.  Delapan asas tersebut, adalah sebagai berikut :

a. Asas kenasionalan

b. Asas pada tingkat tertinggi,bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara

c. Asas mengutamakan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dari kepentingan individu atau golongan

d. Semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial

e. Asas hanya negara indonesia yang memiliki hak milik atas tanah

f. Asas persamaan bagi setiap warga negara indonesia

g. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri dan mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan

h. Asas tata guna tanah/pengunaan tanah secara berencana.

E. Tujuan Terbentuknya Undang-undang Pokok Pertanahan

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional yang merupakan alat untuk kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. 

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam Hukum Pertanahan.

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat secara keseluruhan. 

Jika hukum pertanahan difahami sebagai suatu sistem norma, maka setiap peraturan perundang-undangan yng paling tinggi sampai pada peraturan yang rendah (terkait dengan peraturan sistem pendaftran tanah) harus merupakan suatu jalinan sistem yang tidak boleh saling bertantangan satu sama lain.  Proses pembentukan norma- norma itu dimulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah disebut sebagai proses konkretisasi. 

Kebijakan hukum pertanahan adalah bagian dari kebijakan-kebijkan negara, sebagai sistem norma kebijkan hukum pertanahan tidak hanya digunakan untuk mengelola dan mempertahankan perilaku perilaku yang sudah ada, melainkan lebih sekedar itu, Hukum pertanahan scharusnya juga diperlakukan sebagai sarana pengarah dalam merealisasikan kebijakan negara dalam bidang  sosial, budaya, ekonomi, kebijkan, pertanahan dan keamanan nasional.

Pengantar Tata Hukum IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang