Pokok-Pokok Hukum Islam

25 3 0
                                    

A. Pengertian Hukum Islam Islam

Secara harfiyah berarti menyerahkan diri, selamat, atau sejahtera.  Sedangkan menurut Mahmud Syaltut, Islam merupakan agama Allah SWT.  yang dasar-dasar dan syari'atnya diturunkan kepada Muhammad SAW.  dan dibebankan kepadanya untuk menyampaikan dan mengajak mengikuti seluruh umat manusia.  Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang di perintahkan Allah Swt untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan amaliyah.  Adapun Hukum Islam atau Syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya tingkah laku mukallaf yang dapat dipercaya dan mengikat bagi semua pemeluknya.  Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW.  untuk melaksanakannya secara total.  Para sarjana hukum memberikan definisi tentang perbedaan pandangan, dan selera masing-masing sesuai dengan objek penelitiannya.  Hal ini disebabkan masing-masing sarjana hukum mempelajari pandangannya sendiri.  Tegasnya, para sarjana itu bergantung pada alam sekitar dan budaya yang ada di aupun bergantung pada situasi yang mengelilinginya.

B. Unsur-Unsur Hukum Islam

Secara garis besar, hukum Islam terbagi kepada 4 unsur utama, yaitu sebagai berikut :

1) Al-Hakim (Pencipta Hukum), tidak ada seorang pun di alam semesta ini yang mampu memberikan ketetapan dan Syari'at yang  lebih benar selain apa yang bersumber dari Allah SWT.  yang disampaikan oleh lisan Nabi-Nya, hingga sampailah Hukum Islam tersebut kepada kita di zaman sekarang ini.
Firman Allah SWT : "Menentukan hukum itu hanya Allah, Dia menjelaskan yg sebenarnya, dan Dia pemberi keputusan yg paling baik."  (Q.S. Al-An'am: 57).

2) Dasar Hukum, Setiap perkara yang kita putuskan, tentunya harus bersumber dari dalil-dalil naqli, seperti Al-Qur'an dan Sunnah.  Firman Allah SWT : "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka."  (Q.S. Al-Maidah : 49).

3) Al-Mahkum 'Alaih (Orang yang berbuat), adalah orang-orang yang di bebani hukum (Mukallaf).

4) Al-Mahkum Fih (Perbuatan Hukum), adalah perbuatan mukallaf yang di suatu tindakan hukum atau kewajiban dalam menjalankan syari'at.

C. Sistem Pembagian Masyarakat Hukum

Dalam pengantar hukum Islam juga membicarakan garis besar semua lembaga-lembaga hukum Islam yang telah diterima sebagai hukum masyarakat Indonesia, baik karena diatur oleh UU atau peraturan hukum lainnya maupun hukum telah diterima menjadi hukum adat setempat.

Menurut pandangan Islam manusia memiliki kedudukan harkat yang sama di sisi Allah SWT. perbedaannya hanya karena Takwa, Iman, Akhlak, dan Amalnya. Tidak ada perbedaan harkat berdasarkan ras, warna kulit, kebangsaan, budaya dan sebagainya.
Tujuan akhir manusia adalah kembali kepada Allah.

Hukum Islam merupakan peraturan-peraturan yang diciptakan Allah SWT. untuk ditaati semua umat manusia, sekaligus sebagai pedoman dalam kehidupan ini menuju keselamatan dunia dan akhirat.

D. Sistem Perkawinan Hukum Islam

Perkawinan adalah sebuah ikatan yang menyatukan antara laki laki dan
perempuan untuk membentuk suatu keluarga. Perkawinan adalah tuntutan naluri yang berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-
tumbuhan. Oleh karena itu, perkawinan merupakan salah satu budaya untuk berketurunan guna kelangsungan dan ketenangan hidup.

Hukum Islam memberikan pengertian perkawinan yang dalam bahasa Islam disebut pernikahan. Pernikahan secara luas diartikan sebagai alat pemenuhan kebutuhan emosi dan seksual yang sah, guna memperoleh keturunan yang sah sebagai fungsi sosial. Sedangkan pernikahan secara sempit seperti yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 2 bahwa pernikahan merupakan suatu akad yang sangat kuat atau Mirsaqan Galidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Hukum perkawinan yang ada di Indonesia bagi orang yang beragama Islam bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang tertuang dalam Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tahun 1991. Hukum
perkawinan yang ada di dalam KHI ini mengandung 7 asas yaitu :

1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang.

3. Asas monogami terbuka, artinya jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak isteri bila lebih dari seorang maka cukup seorang isteri saja.

4. Asas calon suami dan calon isteri telah matang jiwa raganya sehingga dapat melangsungkan perkawinan agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepada langkah perceraian.

5. Asas mempersulit terjadinya perceraian.

6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. Oleh karena itu, segala sesuatu dalam keluarga dapat dimusyawarahkan dan diputuskan bersama oleh suami dan isteri.

7. Asas pencatatan perkawinan yang bertujuan untuk mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau sedang dalam ikatan perkawinan.

E. Sistem Pewarisan Hukum Islam

Dalam beberapa literatur hukum Islam ditemui beberapa istilah untuk
menamakan Hukum Kewarisan Islam, seperti Fiqih Mawaris, hukum kewarisan, dan Ilmu Faraid. Sistem pewarisan adalah suatu sistem hukum yang mengatur tentang harta
warisan dari mayit. Diantaranya tentang orang-orang yang mewarisi, orang-orang yang tidak dapat mewarisi, dan kadar yang diterima oleh masing-masing ahli waris serta cara pengambilannya.

Adapun sistem pembagian harta warisan dalam agama Islam sudah di undang-undangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 172 yang menentukan tentang kewarisan yang sebagai berikut :

1) Ahli waris, Menurut pasal 172 KHI bahwa ahli waris di pandang beragama Islam apabila di ketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, Sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.

2) Kelompok Ahli Waris, Di tentukan pada Pasal 174 yang terdiri dari :
Golongan laki-laki : ayah, anak, saudara, paman dan kakek
Golongan perempuan: ibu, anak, saudara dari nenek.

Menurut hubungan perkawinan : Duda atau janda dengan catatan apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Mengenai besarnya bagian, KHI dalam Pasal 176 menjelaskan bahwa Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua Pertiga bagian, dan apabila anak perempuan
bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan Anak perempuan.

Pengantar Tata Hukum IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang