Eunseo menatap botol minuman keras yang menggelinding ke arahnya tanpa ekspresi. Kedua tangannya yang berada di kedua sisi tubuhnya meraih rok seragamnya dan memegangnya erat. Sekedar menyadarkan dan menguatkannya.
Remaja itu melangkah masuk semakin dalam ke rumahnya, menemukan ayahnya duduk tidak sadarkan diri di sofa ruang tamu dengan bau khas alkohol yang sangat menyengat keluar dari tubuhnya.
Dia menghela nafas. Meraih selimut tebal yang ads di ruang tamu dan menyelimuti ayahnya. Dilihatnya wajah kelelahan itu, lalu menghela nafas sekali lagi.
Ini semua hanyalah 'topeng'. Eunseo yang dianggap memiliki segala banyak kemampuan, memiliki kepribadian luar biasa dan kehidupan menyenangkan sebenarnya hanyalah sebuah topeng yang dibuat olehnya dan agar dia tidak terlihat lemah di hadapan semua orang.
Tapi semakin lama dia melakukannya, semakin dia merasa takut. Takut akan semua orang mengetahui dirinya sebenarnya dan menjauhinya. Karena itulah, dia berhenti.
Dia mulai berhenti menjadi pusat perhatian dan lebih fokus membantu 'mereka'. Mereka yang ingin setidaknya sekali saja menjadi pusat perhatian.
Mungkin karena itulah dia mendorong Juyeon menggantikannya. Meski dia tidak begitu banyak tau tentang teman barunya itu, namun dia yakin bahwa Juyeon 'merindukan' saat-saat dia menjadi pusat perhatian.
....
Eunseo tersentak saat sebuah tangan besar dan hangat menepuk bahunya pelan. Sang pemilik tangan memberikan senyuman penuh menyesal dan membuat Eunseo hanya menggeleng dan berkata. "Ada apa?"
"Bagaimana proses wawancaranya?" tanya Jaehyun, sang pemilik tangan.
"Lumayan" jawab Eunseo singkat lantas merenggangkan seluruh tubuhnya yang terasa kaku karena seharian duduk mengedit video promosi majalah edisi bulan ini. Khusus dia lakukan untuk Juyeon, teman lama nya.
"....bagaimana reaksinya?" tanya Jaehyun ragu. Eunseo meliriknya, memasang ekspresi yang sulit dibaca lantas tersenyum tipis.
"Terkejut, tentu saja" katanya kemudian. Jaehyun ikut tersenyum tipis, menyadari dia memberikan pertanyaan cukup sensitif.
"Kenapa masih di sini?" tanya Eunseo mengalihkan topik. Jaehyun memberikan satu gelas kopi pada perempuan itu dan mengedikkan bahunya.
"Karena aku tau kau akan di sini?" tanyanya setengah memberikan pertanyaan setengah menyatakan pernyataan. Eunseo tersenyum simpul dan mengangguk setuju.
"Terima kasih kopinya" kata Eunseo mengangkat gelas kopi di tangannya dan meminumnya seteguk lalu menaruhnya dengan hati-hati di pojok meja kerjanya.
"Kau belum mau pulang?" tanya Jaehyun khawatir yang membuat Eunseo mulai merasa tidak nyaman atas perhatiaannya.
"Sunbae" laki-laki itu teertegun mendengar panggilannya dulu dari Eunseo. Dia lebih tertegun lagi ketika menyadari kesalahannya.
"...maaf" katanya. Eunseo hanya mengangguk, namun memberikan tatapan memintanya untuk segera pergi membiarkannya sendirian.
"Aku pulang dulu" kata Jaehyun kemudian. Eunseo hanya mengangguk sebagai respon.
Jaehyun meninggalkan ruangan, sedikit berbalik untuk melihat Eunseo sebelum menutup pintu ruangan seutuhnya.
Dulu, mereka tidak seperti ini.
Dia merindukan masa itu.
Namun tidak bisa mengulangnya, hanya bisa memperbaikinya.
....
Juyeon tersentak ketika Younghoon dan Hyunjae menyambutnya dengan party popper dan teriakan heboh mereka. Sangyeon tersenyum, menyukai bagaimana tiga orang dalam grup model di bawah pengawasannya itu memiliki hubungan yang hangat seperti ini. Chanhee sudah pulang duluan, jadi tidak melihat momen kekanakan yang jauh dari image model mereka.
"Akhirnya, ada yang mengakui adik kita satu ini" kata Hyunjae mendramatisir, tidak lupa dengan airmata palsunya. Younghoon tidak kalah gilanya.
Dia menepuk pundak Juyeon dan berkata. "Kakak bangga padamu, dik"
Walau merasa geli, namun Juyeon juga merasa sangat bahagia dan tenang. Karena dia dipertemukan kembali dengan orang-orang baik setelah perpisahan kedua yang merenggut waktunya itu.
Dan kini, waktu kehidupannya akan kembali berjalan normal. Secara bertahap, seperti dulu.
.
.
.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Juyeon | Waktu
RandomWaktu di tempatnya seakan berhenti. Di antara kerumunan orang itu, dia hanya berdiri memberikan tatapan kehampaan