Chapter 3

61 12 7
                                    

Ryosuke mendapatkan informasi mengenai tema dan jadwal pemotretan dua hari setelahnya. Ryosuke yang baru saja keluar dari kelas kini duduk bersama Chinen di foodcourt fakultas mereka. Dia hanya memesan soda sedangkan Chinen memesan nasi kari untuk makan siangnya. Ryosuke memang belum lapar, tangannya lebih asyik bermain dengan ponselnya. Membaca satu persatu daftar di pdf yang Inoo kirimkan padanya.

Di daftar itu tertera tiga tabel. Tiap tabel tertera nama fotografer, setting yang diusulkan, outfit dan beberapa hal lain. Tiga tabel itu memisahkan tiga waktu pemotretan. Inoo dan Hikaru menjadwalkannya sedemikian rupa sehingga Ryosuke hanya akan diributkan tiga hari saja untuk pemotretan. Tapi memang dua hari diantaranya merupakan full pemotretan yang tidak lain adalah hari Sabtu dan Minggu. Sisanya adalah hari lain dimana Ryosuke hanya memiliki kelas pagi di hari itu. Inoo sempat bertanya apakah tidak apa-apa untuk memadatkan jadwal seperti itu. Karena meskipun pemotretan akan selesai dengan cepat, Ryosuke mungkin merasa kelelahan setelahnya. Tapi Ryosuke merasa bahwa dipadatkan pun tidak masalah, lagipula dia tidak bisa memastikan apakah di minggu-minggu setelahnya dia tidak direpotkan oleh tugas-tugasnya.

Sebelum pemotretan, Ryosuke juga diikutsertakan untuk pengukuran outfit. Banyak outfit yang tinggal pakai dan Ryosuke sudah memberikan ukuran bajunya pada Inoo. Tapi beberapa peserta memang menginginkan outfit yang berbeda sehingga Ryosuke harus datang ke klub untuk memastikan ukurannya.

Jari Ryosuke terhenti ketika dia akhirnya melihat nama Yuto di tabel di ponselnya. Hari terakhir.

Ryosuke melihat setting yang Yuto usulkan. Tema : In the crowd, Setting : crossroad, Location : Traffic light persimpangan kampus (https//google.maps//asr3848.com//)

Ryosuke terdiam.

"Kapan kau akan melakukan pemotretan? bolehkah aku ikut melihat?" tanya Chinen. Dia sudah hampir menyelesaikan makan siangnya. Ryosuke hanya begumam pendek, matanya masih berfokus pada ponselnya. "Yama-chan!"

"Ah, akhir pekan ini. Kurasa boleh, aku akan menanyakannya pada Inoo." ucap Ryosuke. Chinen mengangguk paham.

"Jadi bagaimana progress mu dengan Nakajima Yuto?"

"Huh?"

"Kau sudah mengobrol dengannya 'kan?" tanya Chinen penasaran. Ryosuke mengangguk pendek.

"Apa dia menarik?" Chinen terus menghujani Ryosuke dengan pertanyaan. Pemuda chubby yang terus ditanya itu mengernyit.

"Bukan urusanmu." ucapnya akhirnya.

"Jadi kau tertarik?" Chinen masih memaksanya.

"Hmm... entahlah." "Aku hanya ingin membantu klub fotografi, aku tidak ada rencana mendekatinya." jelas Ryosuke. Karena memang begitulah maksud dan tujuannya.

"Heee..." "Tapi dia fate pair-mu! Dia pasti cocok denganmu." Chinen langsung membawa-bawa hal abstrak itu lagi.

Ryosuke hanya diam mendengarnya. Fate pair kah... Apa itu takdir? Dia bahkan tidak mengenal Yuto sebelumnya, dia mungkin tidak akan pernah menyadari keberadaan Yuto jika matanya tidak kembali normal saat bertemu dengan Yuto saat itu. Diakuinya memang ada perasaan aneh ketika dia bersama Yuto. Tapi bukankah itu hanya dia yang terlalu self conscious terhadap fakta bahwa Yuto adalah fate pair-nya. Atau mungkin ilusi dari kebahagiaan yang muncul karena dia bisa kembali melihat dunia setelah bertemu dengan Yuto.

Tapi segala hal itu... Rasanya tetap sulit di percaya. Jika dia memang harus jatuh cinta dengan seseorang, maka dia akan lebih memilih jatuh cinta secara normal.

Dia tidak butuh sesuatu bernama takdir yang orang lain tentukan untuknya.

Ryosuke menghela nafas.

The Eyes and The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang