Yamada Ryosuke menghela nafas.
Kakinya perlahan melangkah pergi. Meninggalkan persimpangan yang kembali ramai oleh orang. Berjalan pergi tanpa menengok ke belakang. Melewatkan setetes air mata yang jatuh di pipi pemuda jangkung di seberang sana.
Perasaan Ryosuke tak terjabarkan. Manik mata nya terus melihat kemanapun selagi dia berjalan. Dia tidak tau berapa ratus kali dia melewati jalan menuju apartemennya itu. Tapi kali ini berbeda, kali ini sangat berbeda.
Dia tak henti-henti nya menengok, hanya untuk mengamati dedaunan yang sesekali tertiup angin. Mencerna warna hijau yang sudah bertahun tahun tak dilihatnya. Tak lupa pemuda itu melirik ke orang-orang disekitarnya, melirik baju mereka yang penuh dengan warna. Berbeda dengan outfitnya yang hanya hitam dan abu-abu. Ryosuke sudah lama menyerah mengenai fashion yang dipakainya, dia memutuskan untuk hanya membeli baju dengan warna hijau, abu-abu, dan putih. Itu memudahkannya membedakan dan menentukan baju yang akan dipakainya. Teman-teman di kelas nya menamainya "Black Man" karena hampir semua baju yang dipakainya berwarna hitam.
Ryosuke kini terdiam, tertegun. Matanya berair karena terharu. Semudah itu? Semudah itu mendapatkan kembali warna dunianya?
Dia berhenti melangkah, menengok ke belakang. Persimpangan tempatnya bertemu pemuda tadi sudah lenyap dari pandangan. Ah, dia tidak akan bertemu dengannya lagi?
Dia kemudian mendongak, menatap langit biru yang sempat ia lupakan warnanya. Ah... dia sungguh tak bisa menjabarkan perasaannya saat ini.
~0~
Esoknya, Ryosuke tidak bisa menyembunyikan kejadian kemarin dari seorang Chinen Yuri. Tentu saja, Ryosuke tiba-tiba memakai baju berwarna lain hari itu, bukan hitam, bukan abu-abu, bukan juga putih. Tentu saja Chinen Yuri tidak bisa tidak bertanya. Dan seorang Chinen tidak akan termakan alasan "berganti mood".
"Aku---bertemu, dengannya." ungkap Ryosuke akhirnya, meletakkan nampan makan nya di meja kosong terakhir di foodcourt fakultas mereka. Chinen menganga, dia tau apa yang Ryosuke maksud. Tentu saja dia tau karena dia lah yang mengajari Ryosuke hal abstrak bernama Soulmate.
Pemuda yang bahkan lebih pendek dari Ryosuke itu kemudian mengernyit, mencerna, tidak percaya, matanya mempelajari sosok Ryosuke.
"Apa?" Ryosuke yang kesal segera berceletuk.
"Waw." komentar Chinen akhirnya. "Kau tau, aku memang percaya terhadap hal seperti ini. Tapi untuk mu bertemu dengan Soulmate mu setelah aku mengungkapkan teori ku padamu... Sangat menakjubkan." katanya, matanya berbinar-binar. Siap mendengarkan cerita lengkapnya dari Ryosuke. "Jadi siapa gerangan manusia beruntung ini?" tanyanya, senyumnya sangat cerah sampai menyilaukan.
Ryosuke menghela nafas, "Aku tidak tau."
"Huh?!"
Ryosuke diam sebentar, mulai menyuap makan siangnya, "Kami tidak sengaja bertabrakan di jalan. Dan... kami berpisah begitu saja."
Brak! Ryosuke membelalak kaget ketika Chinen tiba-tiba memukul meja. Itu tidak keras, tapi berhasil mengagetkan Ryosuke yang duduk tepat di depannya. Membuat pemuda chubby itu melirik sekitar sebelum berkata, "Apa yang kau harapkan? Aku akan berkenalan dengannya? Dia---dia---" suara Ryosuke semakin lirih, "Dia laki-laki, Chii."
"Memangnya kenapa?!"
"What?!" temannya sudah gila.
"Dia tetaplah Soulmate mu!"
"Itu dulu!"
Hening di antara mereka. Ryosuke melihat sekitar, orang-orang mulai melempar pandang ke arah mereka. Ryosuke menghela nafas sebelum menggelengkan kepalanya. Tidak disangka nya dia berdebat mengenai hal bodoh dengan temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eyes and The Heart
FanfictionDari mata jatuh ke hati? Atau sebaliknya, dari hati kau melihat? For who requested Soulmate AU and Color Trope...