+ memang tidak bisa pergi

36 7 52
                                    

Ayo mleyot bersama saya. siap-siap aja :b.



















"Nduk, gimana?"

Dahi Dinar mengkerut, tapi mulutnya masih setia mengunyah donat yang ia beli di pasar dengan bunda tadi. "Gimana apanya?"

Bunda terkekeh "Itu loh, Maraka."

Dinar membuang wajahnya ke kiri, melihat beberapa sayuran, daging di pasar. Ia malu kalau sudah ditanya seperti itu, apalagi malunya nambah jika digoda oleh Danis soal Maraka.

Untungnya ayah tidak, tengkurap saja Dinar.

"Heh, ditanyain bunda kok diem aja sih?" goda bunda sambil menepuk bahu Dinar yang sudah menjulang lebih tinggi dari bunda.

Dinar menyembunyikan senyumnya "Nanya yang lain dong, jangan itu." kata Dinar berusaha mengalihkan topik.

"Ih kenapa emangnya? Bunda pengen tau kamu sama Maraka kok, oalah persis kamu itu dulu kaya bunda." kata bunda tertawa lagi.

"Dulu kalau ditanya ibunya bunda mesti malu-malu, kalo Yuda ingat, nggak? los aja jawabnya."

Dinar tersenyum antusias "Wah iya bener itu Mas Yuda, ditanyain ayah didepan Mbak Lila, bisa-bisanya aja anak sulungnya bunda itu."

Bunda mengangguk "Ya gimana, udah mirip juga ayahmu, nduk."

"Gini aja sekarang, Bunda kasih tau, ya. Lanjutkan aja kamu sama Maraka, Bunda tau. Maraka itu orangnya memang baik banget, suka banget bunda kalau dia ke rumah. Tapi kalau ada apa-apa harus cerita ke bunda, ya? Cerita aja semua tentang dia kalau kamu malu mau cerita ke Mas-mu. "

"Ya pasti lah aku cerita ke bunda aja, tambah digodain nanti aku sama dia."

"Ingat lagi pesan dari lagu yang sering kamu dengarkan itu, look before you fall. Lihat sebelum kamu jatuh, lalu dia pergi."

"Ya godain balik aja dia." balas Bunda santai.

***

"Duduk lah, Din. Nggak capek berdiri terus?"

Dinar menoleh ke Maraka yang duduk di tangga menuju panggung itu, mereka ada di belakang panggung. Kampus akan mengadakan acara ulang tahun kampus ini, Maraka dan Dinar ikut membantu persiapan acara dari tadi siang.

Tapi—kedua mahasiswa itu tidak melakukan apa-apa dari tadi, Dinar juga dari awal niat mau membantu anak kampus, tapi ada saja mereka selalu jawab "Nggak usah nggak apa-apa, Din."

Dinar kesal, lalu kenapa dia dipanggil ke sini? Mending Dinar pulang, makan mie bareng Danis.

Dinar berdecak kesal, ia menggeret kursi dan duduk.

"Anak gadis ini kenapa sih? Marah terus?" kata Maraka menatapi Dinar yang sedang duduk di kursi, yang lebih pendek darinya.

"Heuuh! Ngapain sih dipanggil ke sini kalau nggak disuruh apa-apa, mending pulang aja tadi!" kata Dinar melirik panitia acara yang menyuruh Dinar ikut serta dalam acara ini.

"Ya nggak apa-apa lah, mayan nggak ada kelas." balas Maraka acuh, diakhiri dengan kekehan.

Dinar memukul lutut Maraka "Heh! Tak cubit mulutmu, Ka!"

Dinar mengalihkan wajahnya dari Maraka, jujur saja. Ia malu dilihat Maraka seperti itu. "Ya udah, Dinar maunya apa sekarang? Pulang? Atau Klepon?"

 "Ya udah, Dinar maunya apa sekarang? Pulang? Atau Klepon?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cornelia Street ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang