Be brave

0 0 0
                                    

Rinjani berjalan agak tergesa keluar dari ruangan Seno, manager keuangannya.
Untung kejadian tadi tidak ada yang dengar, tidak ada yang tau .. jadi Rinjani bisa dengan leluasa langsung bergegas pergi dari ruangan itu. Dengan hanya menyunggingkan senyum ke arah sekretaris Seno yang berpakaian seba minim yang berada di samping ruang kerja Seno, Tampaknya Sekretaris itu baru kembali entah darimana, sehingga dia tidak tahu apa yang terjadi, tadi juga ketika masuk,Sekretaris itu sedang tidak ada di tempat. Rinjani melenggang keluar, tanpa memberi kesan telah terjadi sesuatu di dalam ruangan tadi. Sekretaris tadi hanya membalas senyum Rinjani  dengan senyum sinis. Ah, senyum seorang sekretaris yang takut buruan besarnya di rebut oleh yang lain. Rinjani tidak peduli.
Dengan dada yang masih berdebar dan tubuh yang sedikit gemetar Rinjani melangkah ke kantin kantor.

Dia butuh menenangkan dirinya. Tak ada tempat selain kantin kantor tujuannya.
Karena dia tau jam segini semua karyawan masih seru seru nya berkutat dengan pekerjaan mereka.

Rinjani menuju lift, dari lantai 4 kantor managernya dia menuju ke lantai 1 tempat kantin kantor berada.
Tak sadar Rinjani di belakangnya ada seorang pemuda tampan memperhatikan dan mengikutinya.
Pemuda itu memperhatikan Rinjani masuk ke lift. Di perhatikannya tombol di antara pintu lift,
setelah mengira-ngira lantai yang Rinjani tuju, pemuda itu menunggu pintu lift yang satunya terbuka.
Pintu lift samping akhirnya terbuka, pemuda tadi menyusul ke lantai tempat Rinjani menuju.

"Minta tolong teh panas 1 ya Pak Nur."

Pinta Rinjani setelah sampai di kantin.

"Siap mba Rinjani.'  sahut Pak Nur, petugas kantin kantor sambil mengangkat jempolnya.

Rinjani menuju ke kursi dalam kantin dan segera terduduk di situ. Badannya lemas seketika.
Rinjani terduduk diam sambil terisak.
Mulai merutuki kebodohannya.
Kebodohan karena tak berani berontak ketika bos mesumnya berusaha menyentuhnya.

Rinjani masih terus terisak pelan, ketika tiba-tiba selembar tisu sudah berada di depan wajahnya.
Rinjani mendongak.
Pemuda itu, Laki- laki itu.. yang dia tabrak sebelum masuk ke kantor manager keuangannya sudah berada di depannya sambil menyodorkan tisu di depannya.
Pemuda itu ternyata adalah Saka.

"Hapus airmata kamu."

Kata Saka singkat.
Rinjani sedikit terpaku melihat Saka. Masih di rasakan ketakutan dalam dirinya.
Tapi melihat tatapan Saka yang tajam dan ada sedikit kesan memerintah di dalamnya membuat Riniani tiba-tiba terdorong untuk mengambil tisu yang di sodorkan Saka.
Entahlah, meskipun Saka terlihat sedikit arogan dan kasar tapi membuat hati Rinjani melembut dan seperti merasa aman dekat Saka.
Dengan pelan dia menghapus air matanya.

"Kenapa nangis?? Nyesel soal kejadian tadi??"

"Tapi yang kulihat kamu kayaknya nggk nolak tuh, pasrah aja di lecehin atasan  kamu."

"Jadi nggk ada alasan buat nangis."

Rinjani yang tengah berusaha menghapus airmatanya  sambil menunduk, tiba-tiba mendongak mendengar pernyataan Saka.
Rinjani terdiam sambil memandang Saka.
Tak ada kata terucap, Rinjani hanya termenung dengan tatapan penuh kesedihan.

Tatapan mereka bertemu, Saka merasakannya, merasakan kesedihan Rinjani. Tiba-tiba ada sesuatu yang berdesir di dadanya ketika bertatapan dengan mata sendu Rinjani.
Untuk sesaat mereka masih saling bertatapan sampai Pak Nur datang membawa pesanan Rinjani.

"Mbak Rinjani, monggo tehnya."

Rinjani tak bergeming mendengar Pak Nur mempersilakannya. Dia masih termenung memikirkan kata kata Saka barusan.
Bagai di sambar petir dia mendengar apa yang di katakan Saka.

Tak menolak?

Pasrah?

Mau aja di lecehkan?

Tidak!!! Tidak begitu, dia mau berontak! Dia melawan, tapi tidak bisa!
Ketakutan yang besar tiba-tiba menyerangnya, membuatnya hanya bisa diam dan membeku.

Pak Nur yang melihat Rinjani diam saja, hanya menggaruk garuk belakang kepala sambil berlalu.
Rinjani masih terpaku di depan Saka, tak terasa airmata jatuh di pipinya.
Poor Rinjani .. dia terlalu rapuh.
Saka yang melihat itu, langsung berubah sorot matanya tak setajam tadi.
Kini dengan tatapan teduh dia mulai mendekati Rinjani dan berdiri di samping Rinjani sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam celana.

"Kalau tidak mau, bilang tidak mau."

"Kalau tidak suka, bilang tidak suka."

"Kalau tak sudi, maka bilanglah tak sudi."

"Jangan diam saja, jangan membuat orang lain bertingkah seenaknya kepadamu karena sikap diam kamu."

"Mereka bisa dengan mudah memanfaatkan kamu."

"Try to be brave.."

Rinjani menoleh ke arah Saka, sambil mengusap kedua mata yang sudah mulai surut airmatanya.

"Buang rasa takutmu dan jadilah gadis berani, seperti saat kamu membentakku dulu."
"Kamu ingat?"

"Padahal kamu yang salah, tapi kamu berani kepadaku, kenapa sekarang tidak bisa??"

Saka kembali bicara, dia ingat gadis itu.
Gadis yang berani membentak dirinya beberapa bulan yang lalu saat hendak masuk ke kantor.
Rinjani terkejut, keheranan melanda dirinya.

"Just be brave, nona...", Just be brave .."

Setelah berkata-kata, tanpa menunggu jawaban Rinjani, Saka berlalu meninggalkan kantin itu.
Meninggalkan Rinjani dengan semua keterkejutannya.

"Siapa dia??"

Batin Rinjani. Kenapa dia ada di kantor ini? Membentaknya? kapan? ah, iya .. seketika Rinjani ingat beberapa hari yang saat dia hendak pulang lebih awal untuk melihat mamanya yang lagi sakit. Dia ingat sekarang, makanya tadi waktu tak sengaja dia menabraknya, sekilas Rinjani seperti pernah melihatnya, tapi kecuekkannya membuatnya tak mempedulikannya. Tapi siapa dia?  Kalau melihat cara berpakaiannya, jelas dia bukan karyawan sini. Tapi kenapa dia bisa bebas keluar masuk gedung kantor ini?
Rinjani terus bertanya-tanya dalam hati.
Setelah merasa hatinya sedikit tenang, Rinjani kemudian pergi setelah membayar kepada Pak Nur.

Dengan sedikit langkah gontai dia menuju pintu lift, memencet angka 2, tempat dia memulai dan mengakhiri semua aktivitas kerjanya.
Sampai di depan meja kerjanya, Rinjani masih duduk terpekur sambil berusaha mengerjakan laporan-laporan lain yang masih menumpuk.

"Ke mana aja Rin? Kata nya ke ruang Pak Bos? Lama banget."

Niken rekan kerja Rinjani yang meja kerjanya persis di sebelah Rinjani mulai menginterogasi.

"Nggak ke mana-mana, cuma ke toilet."

"Halaa .. jangan bohong, pasti kamu lama di kantor Pak Bos .."

"Hayoo..ngapain?"

Niken masih aja berusaha mengorek keterangan dari Rinjani.
Karena Risih dengan pertanyaan Niken, Rinjani berusaha tak mempedulikannya.
Dia kembali berkutat dengan pekerjaannya.
Niken yang merasa di acuhkan melengos aja melihat kecuekan Rinjani.

"Hmm..dasar snow white!" Gerutu Niken.

Iya, di kantor Rinjani memang terkenal sebagai gadis tercuek dan terjudes.
Kalau dia merasa tak perlu bicara maka dia tak akan bicara.
Bukan pendiam, tapi lebih ke malas bicara apalagi pembicaraan yang dia rasa tidak terlalu penting.
Hampir semua orang di kantor mengetahui sifat Rinjani itu.
Diam nya dia, irit bicara nya dia dan sikap dinginnya apalagi ke makhluk yang namanya cowok membuat dia mendapat sebutan snow white di kantornya.
Snow White yang penuh dengan luka masa lalu ..

Miss Snow WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang