Susu Pisang

31.4K 3.6K 27
                                    


Udara malam semakin dingin. Keadaan jalanan semakin ramai dengan hilir mudik kendaraan. Lampu-lampu kota menyala terang benderang, membuat sebuah bayangan indah di netra orang-orang.

Sedangkan langit seakan tak mau kalah. Tampak cantik dengan taburan bintangnya yang menyala. Bayangan awan-awan menjadi gradasi warna yang indah di atas sana.

Dari padatnya lalu lintas, seorang gadis tengah berjalan seorang diri. Tubuhnya seperti tenggelam dalam hoodie navy yang kebesaran. Kepalanya sengaja ditutup oleh kupluk dengan warna serupa. Sedangkan kedua tangan masuk ke dalam saku.

Dia berjalan dengan santai, menikmati keindahan malam yang cantik. Langkah kakinya terus membawakan sampai dirinya masuk ke dalam salah satu mini market.

Ellanor segera masuk ke dalam setelah mengambil keranjang di pintu depan. Sapaan dari pelayanan hanya dijawab dengan deheman singkat.

Tanpa membuang waktu Ellanor segera menuju ke jajaran cemilan, mengambil beberapa makanan ringan tersebut untuk dibuat stok di rumah. Beberapa bungkus roti untuk mengganti sarapannya. Tak lupa juga susu pisang yang menjadi kesukaannya.

Sayangnya, saat dia akan mengambil susu pisang tersebut, sebuah tangan juga melakukan hal yang sama. Ellanor mengeram, ekspresi wajahnya berubah keras. Ini adalah perebutan karena susu pisang yang tersedia hanya tersisa satu.

Dengan kemarahan yang ditahan, dia menoleh dan menemukan netra gelap yang juga menatapnya datar. Keduanya berbalas tatap dengan sengit, sementara pegangannya pada kotak susu semakin mengerat, enggan melepaskan susu pisang tersebut.

"Sorry, ini punyaku," ujar Ellanor berusaha menjaga sikapnya.

Pria yang mungkin seumuran dengannya itu tak menjawab, seakan bertingkah seperti orang bisu. Dengan sekali sentak, susu pisang itu akhirnya terlepas dan berada sepenuhnya di tangan si pria.

Ellanor mengerjap, tampak tak terima dengan ulah pria tersebut. "Hey! Itu punyaku!" teriaknya yang berhasil menarik perhatian banyak orang.

Ellanor tidak memperdulikan hal tersebut. Dia masih menatap lurus pada pria itu yang berjalan ke arah kasir. Ellanor membuntutinya, menarik ujung jaket pria itu.

"Itu milikku! Aku yang sudah mengambilnya lebih dulu," kata Ellanor dengan wajah yang sudah memerah.

Pria itu tidak menoleh, tapi suara kecilnya masih cukup terdengar oleh Ellanor. "Kuman!"

Ellanor tak bisa menahan dirinya. Bibirnya bahkan sampai terbuka lebar sangking syoknya. Harapannya makin pupus melihat pria itu yang sudah membayar di kasir. Artinya dia benar-benar kehilangan susu pisangnya.

Bahunya melemas. Kembali menutup pintu dengan lebar keras. Biarlah, suasana hatinya langsung buruk karena tidak mendapatkan susu pisangnya.

Ellanor juga sangat kesal pada pria itu. Dia akan terus mengingat wajah itu. Rasanya dia ingin meremukkan wajah yang sialnya sangat tampan tersebut.

Pulang dengan perasaan kesal, Ellanor akhirnya tiba di unit apartemennya. Dia segera masuk dan menyibukkan diri dengan tugas-tugas sekolahnya.

Sedangkan di tempat berbeda, seseorang juga baru masuk di unit apartemennya. Tatapannya langsung disuguhkan tiga orang yang berada di ruang tamunya.

"Beli apa?" tanya salah satunya. Dia melihat kedua tangan kawannya itu yang hanya memegang satu kotak susu pisang, tidak ada yang lain.

Padahal seingatnya tadi mereka menitipkan beberapa cemilan untuk makanan ringan malam ini.

"Ini." Pria tersebut mengangkat kotak susunya dengan enteng. Dia segera bergabung, duduk bersama kawannya yang lain. Dia bahkan tidak memperdulikan wajah cengo ketiga temannya.

Drake Benedict, pria dingin dan kejam yang baru saja kembali setelah beberapa tahun di negara tetangga. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang sangat, Drake sangat menyukai susu pisang sampai-sampai hanya minuman kotak itu yang bisa menjaga suasana hatinya.

"Terus cemilannya mana?" tanya Carlos dengan wajah bingungnya.

"Nggak ada," jawab Drake santai.

Carlos dan yang lainnya ternganga. Sudah cukup maklum dengan tabiat Drake yang menjadi ketua mereka. Ketiganya tidak bisa marah, mereka hanya bisa mendesah lelah.

"Pesan online saja. Biar cepat!" saran Calton yang diangguki oleh yang lain.

Nathan segera membuka ponsel dan memesan beberapa cemilan. Setelahnya kembali meletakkan benda pipih itu ke atas meja. Atensinya kembali terarah pada layar televisi.

"Kalian tidak pulang?" tanya Drake dengan sebelah alis yang dinaikkan tinggi.

Nathan lebih dulu menjawab dengan gelengan. Kemudian tatapan Drake beralih pada si kembar yang memasang wajah lesu.

Drake makin bingung dengan ekspresi si kembar tersebut. Pasalnya sejak tadi tidak ada satupun yang berniat pulang, bahkan mereka bertiga bergantian pakaian di apartemennya.

"Mereka gak akan berani pulang," jawab Nathan mewakili si kembar.

Drake menoleh pada Nathan, meminta kawannya menjelaskan apa yang terjadi.

"Mereka nggak berhasil bawa adik mereka pulang. Akhirnya yah, mereka juga malas pulang, takut kali."

"Sejak kapan kalian punya adik?" tanya Drake, perpaduan ekspresi terkejut dan juga bingung. Padahal mereka cukup dekat dan sudah lama kenal. Namun Drake sama sekali tidak mengetahui fakta tersebut.

Calton menarik napas panjang. Tatapannya terpusat pada Drake sepenuhnya. "Kami memang punya adik. Cuma ya gitu, kalo di rumah cuma dikurung di kamar. Daddy menekannya dengan banyak pelajaran karena tidak sepintar kami," jelasnya dengan umum. Dia menyembunyikan fakta bahwa keluarganya tidak ada yang menyukai keberadaan Vicy.

Carlos menanggapinya dengan anggukan. "Bahkan dia jarang ikut serta jika ada pesta perusahaan atau keluarga. Makanya banyak rumor buruk di luar sana."

"Dan itu bukan sekadar rumor kan?" tebak Drake dengan tatapan memicing.

Si kembar mengangguk kaku. Merasa pahit harus mengakui kesalahan keluarganya.

"Dan sekarang dia pergi dari rumah kalian?"

"Iya. Setelah bertengkar hebat, dan dikurung beberapa hari, Vicy kabur dari rumah. Dan sampai sekarang dia tidak mau kembali lagi."

"Bahkan dia banyak berubah," tambah Nathan dengan binar matanya yang cerah. Dia kembali mengingat betapa kerennya adik kawannya itu.

Tatapan dan auranya sungguh mematikan. Dengan sikapnya yang berubah, Nathan yakin tidak ada yang berani lagi mengolok gadis tersebut.

Drake mengangguk berkali-kali. Dia tidak banyak memberi tanggapan karena tidak mengetahui akar masalah sesungguhnya. Lagi pula, dia masih memiliki batasan untuk tidak terlalu banyak ikut campur.

"Oh ya, kapan sekolah?" tanya Carlos, sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Besok."

"Sekelas dengan kami?"

Drake mengangguk kembali. Dia menyedot habis susu pisangnya sampai habis. Dia menatap kotak itu dengan lekat, kembali mengingat kejadian di supermarket. Sudut bibirnya tertarik tanpa sadar. Gadis itu ....


Bersambung.

Pembalasan Antagonis (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang