P R O L O G

75.3K 5.6K 93
                                    

.

.

Vicy menatap lurus hamparan air di depannya. Lautan lepas dan dalam. Angin laut seakan menampar wajahnya dengan keras. Gaunnya yang tipis dan terbuka membuat angin dengan leluasa mengigit kulit telanjangnya.

Vicy merentangkan kedua tangannya. Seakan bersiap untuk terbang, tapi jelas dia tidak memiliki sayap. Dia hanya ingin menyatu dengan angin, bergerak beriringan mencari kebebasan. Hal yang menjadi keinginannya saat ini. Jiwanya sudah sangat lelah terkekang. Pun dengan hatinya yang mati karena luka mendalam.

Kedua kelopak matanya tertutup, membiarkan rintik air mata mengalir perlahan dan membasahi pipinya. Wajahnya kembali sembab, bibirnya yang merah delima tampak sobek dengan luka yang terlihat masih baru.

Bayangan pertengkaran kemarin kembali terulang. Cacian, kemarahan, serta umpatan yang selalu didapatkannya dari orang-orang yang katanya keluarga. Ini bukan hal baru untuknya. Bisa dikatakan sejak dirinya lahir dan baru mengerti dunia, saat itu pula dirinya diajarkan apa itu luka. Awalnya hanya cacian, sampai berefek pada kekerasan fisik yang kadang membuatnya lumpuh sesaat. Mereka begitu kejam padanya yang lemah.

Saat itu Vicy hanya diam dengan kepala tertunduk. Tidak berani membuka mulut sekadar melakukan pembelaan. Baginya itu jelas hal percuma. Tidak ada yang akan mendukungnya. Sejauh ini Vicy hanya berdiri dengan kedua kakinya sendiri.

"Aku benar-benar lelah," akunya dengan tatapan sayu. Netranya kembali terbuka, menatap kosong ke depan.

Luka goresan memanjang tampak kemerahan di kulit putih pucatnya. Sebelumnya mungkin dia akan menutupi luka tersebut, berlagak baik-baik saja padahal terluka sangat dalam. Namun pagi ini, saat matahari belum muncul, Vicy ingin menjadi dirinya sendiri. Dia tidak akan menahan laju air matanya lagi. Dia melepaskan topeng kepura-puraan yang selama ini dipakai.

Gaun satinnya berkibar, tersingkap ke atas dan lagi-lagi memperlihatkan luka memanjang di sekitar pahanya. Tidak ada ringisan perih. Dia seakan mati rasa karena terlalu sering terluka.

"Jika Tuhan benar ada, bawa aku bersama-Mu. Aku benar-benar lelah," ujarnya penuh permohonan.

Kakinya tanpa sadar semakin mendekati lautan. Membiarkan air perlahan menenggelamkannya sampai batas dada. Dia seakan melihat surga di mana penghuninya melambaikan tangan, mengajaknya datang dan bergabung. Vicy tersenyum tanpa sadar, menerima ajakan itu dan melangkah semakin ke tengah. Gelombang air seakan melahapnya hidup-hidup.

Tidak ada perlawanan apa pun. Tubuhnya melemas pasrah dan membiarkan air masuk mengisi paru-parunya. Dia sudah siap datang ke surga, bertemu Tuhan yang memberinya jalan takdir paling malang.

Namun di detik-detik terakhir kesadarannya, kelopak matanya sempat terbuka dan menampilkan iris kecoklatan dengan sorot dingin. Dengan tubuh yang setengah tenggelam, ekspresi wajahnya berubah drastis. Kedua tangannya langsung bergerak, berenang ke permukaan dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Sesuatu yang di luar nalar terjadi, jiwa yang tadinya menyerah kini berganti pada jiwa baru dengan ambisi yang kuat. Seringai miring terbit di bibirnya. Dia mendongak, menatap sunset di ufuk timur yang malu-malu muncul. Hari baru dengan jiwa yang baru.

"Welcome, Ellanor!"


Bersambung ...

Pembalasan Antagonis (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang