Teman Baru

25.1K 3K 22
                                    

Happy Reading!


Keadaan kelas sangat hening. Semua siswa tengah mengerjakan soal tes dadakan dengan fokus. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara, bahkan bunyi pen jatuh pun tidak terdengar. Tidak ada yang berani bergerak atau menoleh mencari contekan karena tatapan tajam guru di depan sana.

Mungkin hanya Ellanor yang malah menguap dengan ekspresi bosan. Dia melirik teman sebangkunya. Sampai saat ini dia belum bertegur sapa dengan perempuan itu. Selain dulu Vicy yang tidak peduli dengan orang lain selain kakaknya, sekarang Ellanor sendiri adalah orang yang cukup cuek. Dia tidak merasa perlu banyak berinteraksi bila tidak begitu penting.

Lalu tatapannya memindai satu persatu teman di kelasnya. Sekadar mengingat wajah-wajah yang masih cukup asing. Mungkin ke depannya dia akan mengambil satu atau du orang agar tidak terlalu kesepian. Hingga tatapannya memicing, semakin fokus pada satu orang yang tampaknya familiar.

Ah, ya. Si cupu. Pria dengan kaca mata tebal dan seragam rapi. Kancing bajunya saja sampai dikancingkan ke atas, dengan dasi yang terasa mencekik leher.

Ellanor bergidik sendiri dengan penampilan tersebut. Tatapannya yang tajam memindai seakan ingin menilai pria yang tadi terlibat dengannya. Meksi terkenal cupu, sebenarnya bila diteliti dengan cermat pria itu cukup tampan. Apalagi garis rahangnya yang kokoh. Ketampanan pria itu seakan disembunyikan entah sengaja atau tidak, Ellanor jadi penasaran dengan pria itu. Bibirnya membentuk seringai kecil.

Hingga tatapan mereka bertemu, Ellanor memberikan flirting yang dibalas dengusan oleh pria itu. Hampir saja Ellanor menyemburkan tawanya. Dia akan menarik julukannya, ternyata pria itu tidak benar-benar cupu. Mengingat tidak ada binar ketakutan dalam dua bola mata itu.

"Ah, aku semakin penasaran," gumamnya yang mampu di dengar teman sebangkunya.

Thea menatap aneh pada Ellanor. Beberapa hari belakangan ini sikap teman sebangkunya itu memang cukup aneh. Mulai dari auranya yang berbeda, sampai sikapnya yang tidak lagi menempel pada saudaranya. Meski jarang bertegur sapa, Thea cukup tahu tentang Ellanor, apalagi banyak rumor buruk yang beredar di sekolah.

Lima belas menit kemudian, guru di depan sana sudah menyuruh siswanya mengumpulkan tugas. Setelah semua selesai, bertepatan dengan bel istirahat yang berbunyi. Satu persatu siswa keluar dan menuju ke kantin. Sementara Ellanor yang sedang malas, hanya berdiam di bangkunya dengan wajah bosan.

Thea yang berniat ke kantin menjadi urung. Dia menatap Ellanor sejenak, ragu untuk menyapa lebih dulu. "Kamu tidak mau ke kantin?" tanyanya memberanikan diri.

Ellanor tersentak kaget. Dia lumayan terkejut dengan sapaan perempuan itu. Namun hanya selang beberapa detik, ekspresi wajahnya kembali normal. Dia memberikan anggukan yang tanpa sadar membuat senyum terbit di bibir Thea.

"Yaudah, yuk. Kita di kantin bawah saja. Kayaknya kantin atas sudah penuh," ajaknya penuh semangat.

Ellanor mengangguk lagi. Dia segera beranjak dan mengkuti langkah Thea yang sangat bersemangat. Namun baru beberapa langkah, Thea berhenti. Perempuan itu meliriknya dengan kening yang berkerut.

"Kenapa?" tanya Ellanor heran.

Thea menggeleng. Dia mensejajarkan langkahnya dengan Ellanor dan kembali melanjutkan langkah ke tempat tujuan. Sepanjang lorong, banyak bisik-bisik yang membicarakan Ellanor. Apalagi pemandangan Ellanor yang dekat dengan orang lain jelas menjadi buah bibir bagi mereka.

Namun yang digosipkan jelas memasang wajah tidak peduli. Ellanor tetap menatap lurus ke depan, mengabaikan bisik-bisik yang semakin keras. Sampai mereka tiba di kantin bawah yang ternyata tidak cukup ramai. Mereka segera menuju meja yang kosong terdekat.

"Aku yang pesen, ya. Kamu mau makan apa?" tanya Thea yang berinisiatif lebih dulu.

Ellanor berpikir sejenak, menatap daftar menu besar yang terpajang di dinding. "Nasi goreng sama teh hangat, terima kasih," ujarnya.

Thea mengangguk dengan senyum mengembang. Rasanya dia cukup bahagia hanya mendengar suara lembut Ellanor yang mengucapkan terima kasih padanya. Dia bergegas menuju stan makanan, memasan pada penjual yang berada di sana sambil menunggu pesanan selesai. Thea sama sekali tidak keberatan. Sejujurnya dia juga orang yang cukup sulit mendapatkan teman. Mungkin karena tidak sefrekuensi, banyak orang yang enggan dekat dengannya. Namun Ellanor berbeda, temannya itu mau membuka tangan untuknya.

Sedangkan di tempatnya, Ellanor mengamati keadaan kantin dengan seksama. Jika di bandingan kantin lantai atas, kantin ini memang cukup senggang. Berbeda di kantin lanatai atas yang biasanya dipenuhi oleh kakak tingkat dan most wanted sekolah. Hingga tak jarang para siswi juga lebih banyak ke sana untuk lebih dekat dengan mereka.

Dulupun Vicy begitu. Dia rela ke kantin atas dan mendekati si kembar layaknya ulat bulu. Dia bahkan tak segan menyakiti siswa yang berusaha mencuri perhatian kakaknya. Ellanor bergidik sendiri membayangkan sikap Vicy yang dulu. Meski dengan tubuh yang sama, dia enggan melakukan apa yang sudah Vicy lakukan. Malah dia akan bersikap berkebalikan. Tujuan Ellanor adalah membuat mereka semua merasakan yang namanya penyesalan.

"Hey, kamu melamun?" tegur Thea yang sudah datang dengan nampan penuh di kedua tangannya.

Ellanor tersentak kaget. Dia menatap Thea dan nampan tersebut bergantian sebelum berinisiatif membantu perempuan itu menata makanan di atas meja mereka. Hal itu tak luput dari perhatian orang-orang di sana. Mereka sampai membuka mulut dengan lebar, tampak tak mempercayai apa yang mereka lihat saat ini.

"Sepertinya kamu berhasil mengejutkan semua orang," ujar Thea dengan kekehan kecilnya.

Ellanor mengedikkan bahu tak peduli. "Mereka saja yang berlebihan."

"Tapi memang cukup mengejutkan melihat kamu berada di kantin ini, alih-alih menempel pada kedua kakakmu," tutur Thea setelah duduk manis di tempatnya. Sekarang mereka duduk berhadapan dan membiarkan kursi di sebelahnya kosong.

Ellanor mengangkat sebelah alisnya dengan tatapan tertarik. Dia baru tahu teman sebangkunya ini cukup cerewet. "Aku hanya malas berdekatan dengan mereka. Mereka memuakkan," ucapnya terlampu jujur.

Giliran Thea yang terkejut saat ini. Kedua matanya sampai mengerjap berkali-kali, memastikan jika seseorang yang di depannya adalah orang yang sama dengan orang yang kemarin berkata tak bisa berjauhan dengan saudaranya. Thea berdecak, Ellanor memang banyak berubah dan dia suka akan hal itu. Setidaknya temannya itu tidak bersikap bodoh dan mempermalukan dirinya sendiri.

"Aku senang akhirnya kamu bisa berpikir dengan benar. Aku yakin suatu saat mereka akan menyadari presensi secepatnya."

"Sepertinya kamu tahu banyak tentangku?"

Thea menangguk, sama sekali tidak berniat menyangkal. "Banyak rumor tentang kamu di sini."

"Dan rumor itu pasti bukan hal yang baik," tebak Ellanor dengan senyum miringnya

Thea meringis tak enak hati. Namun dia pun tidak bisa menjawab banyak selain mengangguk pelan. "Tapi tenang saja, mereka hanya bisa menyebar rumor. Tapi tak akan berani berhadapan langsung dengan kamu."

"Ya, benar. Jika mereka berani berbicara langsung di depanku, mungkin kakinya akan aku patahkan saat itu juga," ujarnya dengan suara yang agak dikeraskan. Tujuannya jelas agar semua penghuni kantin mendengar dan tidak lagi mencari perkara dengannya. Ellanor tersenyum miring melihat wajah-wajah babi di sekitarnya.

Sedangkan Thea hanya menggelengkan kepala pelan. Tidak berniat menegur Ellano yang selalu menakuti banyak orang. Bedanya dulu Ellano akan melakukan kekerasan, tapi sekarang dia berhasil menakuti banyak orang tanpa menyentuh secara langsung. Thea cukup kagum dengan sifat teman sebangkunya itu.


Bersambung.

Silahkan tandai jika ada typo.  

Pembalasan Antagonis (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang