Tidak Peduli

35.5K 3.6K 16
                                    

Selamat Membaca!


Ellanor menatap jengah pada setiap penjelasan guru di depan sana. Berkali-kali dia menguap secara terang-terangan membuat teman di dekatnya memberikan tatapan risih. Namun Ellanor bersikap seakan tidak peduli. Karena guru di depan sana tidak memiliki tanda-tanda akan berhenti, Ellanor segera mengangkat tangan yang spontan menarik perhatian wanita paruh baya di depan.

"Iya, Vicy?"

"Ellanor, not Vicy," koreksi Ellanor dengan nada jengah. Seharian ini dirinya sudah mengoreksi banyak orang karena memangilnya Vicy. Padahal jiwa Vicy sendiri masih tertidur tenang di alam bawah sadarnya.

Guru wanita tersebut memberikan tatapan datar. Meski dia tahu Ellanor adalah anak dari pemilik sekolah, tapi rumor yang berembus membuat mereka berani pada si bungsu Hernandez. Apalagi Ellanor berbeda dari saudaranya yang lain dan tidak menyandang marga keluarga. Lengkaplah sudah penderitaan gadis itu sebagai putri yang terbuang.

"Saya izin ke toilet, Ms."

"Hmm."

Tak memusingkan tanggapan judes guru tersebut, Ellanor segera beranjak dari bangkunya. Dia keluar dari kelas dan melangkahkan kakinya menyusuri lorong-lorong yang lengang.

Kegiatan belajar mengajar masih berlangsung, jarang ada siswa yang bolos karena tim keamanan cukup ketat di sini. Namun seketat apa pun, selalu ada cela kecil di sana. Seperti yang Ellanor lalukan.

Bukannya belok kanan ke arah kamar mandi, langkah kakinya malah lurus hingga menaiki tangga. Sebelumnya dia melirik sekitar, jaga-jaga takut ada tim keamanan yang biasanya beroperasi. Setelah dirasa aman, dengan cepat di menaiki tangga hingga tiba di depan pintu rooftop sekolah. Salah satu rooftop gedung yang jarang didatangi oleh siswa-siswi. Selain karena tidak ada yang menarik selain meja dan kursi yang tidak dipakai, rooftop uni lebih juga berembus cerita horor untuk menakuti siswa. Namun cerita tersebut jelas tidak mempan bagi seorang Vicy Ellanor.

Ellanor membuka pintu dengan pelan, pemandangan langit yang luas langsung menyapanya saat tiba di atas sana. Ada senyum tipis yang terbit di bibirnya. Senyum pertama yang tampak tulus.

Ellanor mendekati kursi yang tergeletak tak jauh dari tempatnya. Menyusun beberapa kursi agar memanjang dan bisa digunakan untuk rebahan. Di sini dia bisa merasakan kebebasan. Langit yang tampak lebih dekat, awan yang seakan mengajaknya ikut berlari, serta semilir angin yang membuat kantuknya datang.

Tanpa sadar, Ellanor malah terpejam dan jatuh tertidur.

Sedangkan di sebuah kelas tingkat akhir, tiga pria duduk saling berhadapan. Suara ramai dari siswa di dalam kelas tersebut menandakan jam pelajaran yang kosong. Guru yang harusnya mengajar dua jam, malah sudah keluar di jam pertama.

Carlos dan Calton lebih banyak diam dengan ekspresi yang berbeda. Jika Carlos malah dikuasai amarah, beda dengan Calton yang merasa aneh dengan sikap sang adik. Keduanya belum bisa melupakan kejadian di parkiran tadi. Padahal hanya seminggu gadis itu pergi, tapi perubahan sikapnya berubah sangat asing. Seakan mereka tidak mengenal siapa sosok adiknya itu.

"Kalian pasti memikirkan Ella, kan?" Tebak Nathan yang sejak tadi memperhatikan sikap kedua kawannya itu. Bahkan dia sampai membalik mejanya ke belakang agar bisa berhadapan dengan si kembar.

"Ya iyalah. Dia harus mendapatkan balasan dari ulahnya tadi," balas Carlos sewot.

Nathan malah terkekeh kecil. Merasa lucu dengan sikap Carlos yang belum meredakan emosinya. "Sudahlah. Dia adikmu. Ella juga tidak sepenuhnya bersalah di sini."

"Tidak bersalah katamu?" Pekik Carlos dengan tatapan yang sudah memelotot kejam. "Dia menendang masa depanku. Apalagi dia berani sekali pada aku yang notabenenya adalah kakaknya sendiri," ucapnya kelepasan. Carlos terdiam kala menyadari ucapan terakhirnya.

Pembalasan Antagonis (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang