"Siapa yang telfon mas?".
Adalah Rania yang bertanya, mereka hendak tidur namun tiba-tiba saja ponsel Sehun berdering, ada yang menelpon jadi mau tidak mau Sehun mengangkatnya dulu.
"Oh itu, Aira yang telfon" jawab Sehun jujur.
Karena memang yang menelpon adalah Aira, Sehun tidak menutup-nutupi hal itu dari Rania.
"Ngapain mbak Aira telfon malam-malam?" tanya Rania lagi.
Kali ini ada nada tidak suka dalam pertanyaan Rania.
Rania kesal karena Aira selalu menganggu Sehun saat sedang bersamanya.
"Dia nanyain malam ini mas pulang atau enggak".
"Terus mas jawab apa?!".
"Ya mas jawab enggak, malam ini kan mas nginep di sini".
Rania mengangguk kemudian menggeser posisinya agar Sehun lebih leluasa naik ke tempat tidur.
"Mas udah ada rencana kapan mau masih surat cerainya sama mbak Aira?".
Lagi-lagi itu yang Rania tanyakan, Rania butuh kepastian karena dia lihat Sehun belum juga memberikan surat gugatan itu kepada Aira.
Sehun yang tadinya hendak berbaring pun mengurungkan niatnya, sedikit menegakkan tubuhnya Sehun menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang.
"Iya nanti, Rania".
"Iya nantinya kapan? Nanti-nanti terus?! Keburu mbak Aira lahiran dong! nanti kalo anak kalian udah lahir terus mas Sehun luluh gara-gara lihat anak kalian dan mas gak jadi gugat cerai mbak Aira!" tanya Rania menggebu-gebu.
Alasan kenapa dia terus mendesak Sehun agar segera menceraikan Aira karena dia tidak mau jika nanti ajak mereka lahir Sehun jadi berubah pikiran dan memilih meninggalkannya.
Dan Rania tidak mau itu terjadi, dirinya sudah sejauh ini merusak rumahtangga Sehun dengan Aira, Rania tidak mau gagal bagaimanapun caranya Sehun harus menceraikan Aira.
"Rania, kalau mas udah mutusin sesuatu pantang buat mas ingkarinnya, mas akan menceraikan Aira dan itu pasti, tapi kamu harus sabar semuanya butuh proses" Sehun memberi penjelasan.
"Gak mungkin tiba-tiba mas kasih surat cerai gitu aja disaat hubungan kami baik-baik aja, mas harus cari waktu yang tepat buat kasih surat itu ke Aira".
Sehun tidak mungkin sembarangan memberikan surat tersebut kepada istrinya, Sehun tidak mau membuat Aira stres dan tertekan karena hal itu akan berimbas ke kandungan istrinya.
Sehun tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada calon anak-anaknya, bagaimanapun juga yang Aira kandung adalah darah dagingnya sendiri, Sehun sangat menyayangi anak-anaknya.
"Aku cuma gak mau nanti mas Sehun berubah pikiran terus mas Sehun ninggalin aku dan kembali sama mbak Aira, aku gak mau kehilangan mas Sehun" ujar Rania sambil menunduk.
Nada suaranya sedikit melunak tidak menggebu-gebu seperti sebelumnya.
Sehun membawa Rania ke dalam dekapannya, "Gak akan Rania, gak akan. Mas gak akan pernah ninggalin kamu, mas juga gak mau kehilangan kamu" tutur Sehun seraya mengusapi punggung gadisnya.
Sehun paham kekhawatiran Rania, wajar saja kalau Rania berfikir kalau dirinya tidak serius ingin menceraikan Aira karena yang terlihat selama ini Sehun seperti tidak ada usaha untuk benar-benar menceraikan Aira walau aku surat cerai sudah ada digenggaman.
Padahal tidak seperti itu, Sehun serius akan menceraikan Aira dan menikahi Rania, tapi semua itu butuh proses, dirinya harus mencari waktu yang benar-benar tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andante (Short Story)
Conto(END) Yang namanya penyesalan itu datangnya di akhir kalau di awal itu namanya pedaftaran