Chapter 2

4.4K 118 1
                                    

Jangan protes kalo ada typo. Males ngeditnya

Selamat membaca :)

~~~

*GEORGIO HUGO*

Aku berlari dilorong gedung apartmenku dengan cepat, berharap tidak terjadi apa-apa dengan Emily. Emily sangat aneh hari ini. Tadi pagi dia terlihat sedih, siangnya dia marah-marah tidak jelas dan sore ini dia bilang tubuhnya panas. Dan dia sangat mengganggu acaraku untuk melihat Alina. Gadis Manis-ku.

Aku segera menekan angka-angka password apartmenku ini lalu segera membuka pintu dan berlari menuju kamar Emily. Aku membuka pintu dengan perlahan dan melihat Emily sedang meringkuk dikasur dengan selimut ditubuhnya. Dia terlihat membuka matanya dan tersenyum tipis padaku. Ku akui, senyumannya sungguh manis.

"Em, kamu engga apa-apa?" Tanyaku perlahan lalu duduk dikasur.

"Pusing, Yo." Jawabnya pelan. YaTuhan, suaranya sangat pelan dan serak. Aku meletakkan tanganku di dahinya lalu beralih ke leher jenjangnya. Ugh, suhu tubuhnya lumayan panas. Bagaimana bisa Emily sakit? Padahal tadi dia terlihat sehat-sehat saja.

"Suhu kamu lumayan panas. Ke dokter ya?" Tawarku sambil mengelus pipinya. Dia memejamkan matanya, menikmati elusanku dipipinya.

Dia menggeleng pelan dan bibirnya terlihat menggumamkan sesuatu tapi aku tidak mengerti apa yang diucapkannya. "Aku panggilin Om Rey supaya ke sini ya? Nanti kamu malah tambah sakit." Ucapku.

Dia tersenyum tipis dan membuka matanya, "Kamu khawatir?" Tanyanya pelan. Aku mengerutkan alisku, tentu saja aku khawatir padanya. Dia kan sahabatku!

"Yaiyalah aku khawatir sama kamu, Em. Yaudah, aku panggilin Om Rey ya?"

"Iya..."

Aku merogoh handphone dari saku ku lalu mencari nomor Om Rey dan memanggilnya.

"Halo, Om."

"Ada apa, Yo?"

"Emily sakit. Bisa ke apartmen?"

"Iya bisa kok. 15 menit lagi Om sampe."

"Oke. Hati-hati, Om."

Aku memutuskan panggil telpon lalu menyimpan handphone di nakas.

"15 menit lagi Om Rey sampe." Ucapku.

Dia mengangguk, "Yo, pengen peluk dong." Pintanya manja. Aku memutar bola mataku malas, anak ini....selalu saja manja jika sakit.

Aku membuka jas ku dan melonggarkan dasi ku lalu berbaring di samping Emily. Tangan kiriku dijadikan sebagai bantalnya. Jangan salah paham dengan kedekatan kami oke? Kami memang selalu seperti ini. Bahkan tak jarang juga aku menciumnya. Cium di pipi tentu saja.

"Apa aku harus sakit dulu ya, biar tiap hari di peluk kamu kaya gini?" Tanyanya sambil menenggelamkan wajahnya di leherku. Seperti biasa, dia selalu seperti ini.

"Maksudnya?" Tanyaku ga ngerti.

"Aku pengen di peluk sama kamu kaya gini. Tiap hari kalo bisa. Bukan saat aku sakit doang." Jelasnya pelan. Hembusan nafas hangatnya menerpa kulit leherku dan membuatku sedikit merinding.

"Jadi kamu ketagihan buat meluk badan aku gitu?" Tanyaku dengan nada jahil.

"Hmm..." Gumamnya. Bisa kurasakan dia menghirup aroma leherku. Sungguh, itu membuatku geli.

"Em, nafas kamu tuh. Geli tau..." Ucapku.

"Kamu wangi, Yo." Balasnya.

Aku memutar bola mataku, entah sudah keberapa kali dia mengatakan seperti itu padaku. Tak terhingga....hohoho.

SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang