Bab 4

27 5 0
                                    

"Love can be found in unexpected places. Sometimes we go out searching for what we think we want and we end up with what we're supposed to have."
-Anonymous

Sapaan yang lembut, suara yang khas dan hangat serta wajah yang menenangkan itu membuat Jane seolah-olah gadis yang paling bahagia di kota itu. Jane tidak berpikir bahwa Ryan akan menemuinya sendiri di depan kedai kopi yang seharusnya tempat dia menyerah mencari Ryan kala hujan itu.
"Terima kasih hujan, kau selalu tahu tepat apa yang ku mau di waktu yang tak ku sangka-sangka.." kata Jane dalam hatinya.
Ryan menatap Jane dengan senyuman nya yang manis dan memiringkan kepalanya seakan dia penasaran ada apa dengan gadis didepannya itu.
"Kita bertemu lagi ya..hahaha...hujan tahu apa yang kumau.." kata Jane di tengah-tengah momen canggung itu.
" 'Yang kau mau?'...apakah itu aku?.." tanya Ryan dengan suara pelan seolah dia malu.
"Lupakan...Omong-omong,senang bertemu dengan mu lagi, aku mencari mu disekitar cáfe sini daritadi tapi tak disangka kau menemuiku di depan kedai kopi ini haha..." jawab Jane dengan grogi sambil memelintir 5 helai rambutnya yang lembab.
"Apakah kau berusaha mengalihkan pembicaraan, Jane?" tanya Ryan dengan nada menggoda.
"Kumohon jangan membuatku terlihat seperti ini..." jawab Jane dengan muka yang merah padam seperti tomat yang akan meledak.
"Hahaha...kau bertingkah begitu terlihat lucu, Jane.." sambung Ryan sambil mengusap rambut Jane yang terkena percikan air hujan.
Jane yang grogi dan wajahnya yang merah padam itu berusaha menahan keseimbangannya supaya dia tak membuat malu dirinya sendiri. Ryan yang tertawa kecil melihat Jane pun mencairkan suasana yang canggung itu.
"Apakah kau kebasahan, Jane?, kau tampak menggigil" tanya Ryan khawatir.
"Ah..tidak...tidak sama sekali..aku tidak apa-apa.." jawab Jane.
"Kau seharusnya tidak disini, cuaca hari ini sedang tidak baik, tak bagus untuk kesehatan mu, mengingat kau adalah pasien rumah sakit yang kabur di tengah hujan hari itu.." kata Ryan.
"Aku sungguh tidak apa-apa, aku sudah lebih baik sekarang...kau harus mengkhawatirkan dirimu juga.." sambung Jane.
"Tenang, aku juga tidak apa-apa, kau mesti mengkhawatirkan dirimu sendiri daripada mengkhawatirkan aku, Jane.." kata Ryan dengan ramah. "Ada keperluan apa kau kesini?.."
"Aku..aku ingin menemuimu.." jawab Jane malu. "U...untuk berterima-kasih.. aku lupa berterima-kasih kepadamu.."
Ryan melihat Jane yang grogi dengan wajah yang merah padam itu mengerti apa maksud gadis itu.
"Baiklah, kau akan terkena flu jika berdiri di depan sini, ayo masuk ke kedai kopi sebentar.. apakah kau suka macchiato, Jane?.." tanya Ryan sopan.
"Maaf...aku sebenarnya tak suka kopi.." jawab Jane.
"Baiklah, mau ke apartemen ku? Apartemen ku berada disekitar sini.. aku punya stok coklat disana, jika kau mau, aku bisa membuatmu coklat hangat dan kau bisa mengeringkan rambutmu yang sedikit basah itu sebelum kau terkena flu.." ajak Ryan dengan sopan dan ramah.
"Sepertinya itu ide yang baik." Jawab Jane.
Ryan yang mendengar jawaban Jane tersebut menawarkan Jane payung nya yang tak seberapa besar nya itu ke Jane.
"Pakailah, aku tak mau kau basah." Kata Ryan.
"Ah...terima kasih.. tapi, bagaimana dengan mu?.." Tanya Jane.
"Aku bisa berlari sambil menutup kepalaku dengan tas ku ini, lagipula aku bisa mengganti baju ku disana sedangkan kau tidak, kau lebih membutuhkannya Jane.." jawab Ryan sambil tersenyum.
"MA..MARI BERBAGI SAJA!" teriak Jane dengan malu. "Meskipun apartemen mu dekat dan kau bisa berlari, tapi kau tetap akan sakit.. aku tak mau itu.."
Jane tidak ingin Ryan basah kuyup karena dirinya. Ryan yang melihat sikap Jane itu tersanjung.
"Baiklah, Jane.. terima kasih.." jawab Ryan sambil menepuk kepala Jane seakan Jane itu masih anak paud yang rewel.


***


Jane senang dan grogi secara bersamaan berusaha untuk tidak mengacaukan suasana. Jane dan Ryan pun berbagi payung di tengah hujan yang seakan memang ingin menyatukan dua insan tersebut. Di trotoar, mereka melangkah bersama pelan-pelan agar mereka tak basah. Jane merasa hari ini adalah hari yang tak terduga sekaligus hari yang membahagiakannya. Ryan yang tenang itu menggenggam payung dan memberikan space payung lebih kepada Jane, sepertinya dia tak ingin bahu kiri Jane itu basah. Jane yang menyadari itu menganggap bahwa Ryan adalah pangeran tanpa jubah di tengah-tengah hujan, terlalu berlebihan namun Jane senang dengan anggapan itu tak apa-apa. Tak ada satupun dari mereka berdua yang ingin memulai pembicaraan ditengah momen canggung dan romantis tersebut, namun terlihat keduanya seakan menikmati momen-momen ditengah hujan itu.
"Aku bersumpah kepada Tuhan, aku tak akan melupakan kenangan ini..." kata Jane dalam hati.
Sekitar 2 menit pun telah berlalu, akhirnya mereka berdua sampai di depan apartemen Ryan. Gedung apartemen itu tinggi dan besar, seakan gedung apartemen yang hanya ditempati orang kaya. Jane dan Ryan pun masuk ke apartemen itu, Ryan dan Jane masuk ke lift dan Ryan menekan angka 8. Ya, apartemen Ryan berada di lantai 8. Sesampainya di lantai 8, Jane yang sibuk menepuk-nepuk air dari 𝑐𝑜𝑎𝑡 nya yang basah sembari melihat ruang berapa yang akan mereka masuk. Jane melihat Ryan yang berjalan di depannya berharap Ryan adalah sosok figur suaminya yang mengantar Jane kerumah mereka. Jane yang langsung menggelengkan kepalanya seolah malu dengan halusinasi nya tersebut tersenyum kecil. Dari belakang, tubuh Ryan bagi nya itu tinggi, Jane menebak tinggi Ryan itu sekitar 177cm. Badan nya tak terlalu berotot namun juga tak terlalu kurus, leher nya yang sedikit panjang dan seksi menurut Jane membuat Jane salah tingkah memerhatikan nya. Mereka pun berhenti di ruangan nomor 42.
"Baiklah..kita sudah sampai." Kata Ryan sambil mencari kuncinya ditas hitamnya yang kecil. "Mari masuk." ajak Ryan dengan sopan.
Jane pun masuk dengan santai dan terkesima melihat ruang apartemen Ryan. Ruangan itu sangat rapi sekali, terang dan bertema simpel monocrom, beda dengan kamar Jane yang cantik namun berantakan. Jane malu karena laki-laki bisa lebih rapi daripada nya.
"Nyaman kan dirimu, Jane. Anggap saja rumah sendiri.." kata Ryan sambil meletakan payung nya didekat pintu.
"Terima kasih" jawab Jane.
"Tunggu sebentar ya, aku akan mengambil handuk kecil dan membuat Choco hot untuk mu.." sambung Ryan.
"Baiklah" kata Jane
Sembari menunggu Ryan, Jane berkeliling melihat ruangan apartemen Ryan. Tikar bulu yang hangat dan penghangat ruangan, meja kantor pribadi Ryan yang tertata rapi, serta meja yang di isi dengan foto-foto keluarga maupun teman Ryan. Di dalam foto itu, dia melihat foto saat Ryan kira-kira berumur 10 tahun. Berbeda sekali dengan Ryan saat ini, Ryan difoto itu sangat manis, kecil dan menggemaskan. Di sebelahnya, Jane melihat foto keluarga yang dipikir itu adalah Ibu dan Ayah Ryan. Ibunya cantik sekali dan juga 𝑏𝑜𝑑𝑦 𝑔𝑜𝑎𝑙𝑠, Jane tak heran mengapa paras Ryan bisa sangat tampan. Ayahnya yang gagah,tinggi dan juga tampan, sama seperti putranya, bedanya putranya lebih terlihat halus dibanding lelaki tua di foto itu. Dari wajah mereka, terlihat mereka berumur 40-an saat itu. Jane beralih ke foto sebelah dan melihat foto Ryan bersama kawan-kawannya di universitas. Ryan tampak lebih menarik dan masih sama seperti sekarang pikir Jane.
"Foto itu diambil saat 2 tahun lalu... apakah kau memiliki banyak teman, Jane?" tanya Ryan tiba-tiba sambil berjalan ke arah Jane.
Ryan yang menggenggam segelas Choco Hot yang harum dan sepasang handuk itu membuat Jane langsung duduk ke sofa di dekatnya.
"Tidak... aku tidak pandai bergaul setidaknya dengan teman seumuranku, mereka semua membosankan... aku hanya memiliki 1 sahabat.." jawab Jane pelan.
Ryan mendengar perkataan Jane sambil meletakkan Choco hot milik Jane di meja dekat sofa itu.
"Kupikir kau memiliki banyak teman, paras dan sifat mu sangat menarik soalnya.." sambung Ryan sambil tersenyum. Jane yang mendengar itu diam dan tersipu malu.
"Ini handuk untukmu, Jane.. keringkan rambutmu secepatnya sebelum kau terkena flu.." kata Ryan sambil memberikan handuk putih kecil untuk Jane.
"Terima kasih" kata Jane.
Jane mulai mengeringkan rambutnya sedikit basah dan lehernya yang lembab itu. Jane membuka 𝑐𝑜𝑎𝑡 hitam nya yang sedikit basah dan melipatnya rapi. Terlihat baju hitam Jane sedikit basah karena tembusan 𝑐𝑜𝑎𝑡 nya tadi.
"Apakah baju mu basah?.." kata Ryan.
"Ah..ya, 𝑐𝑜𝑎𝑡 hitam ku ternyata tak sepenuhnya melindungi ku tadi..tapi tak apa, sebentar lagi ini akan kering.." jawab Jane tenang.
Ryan yang tiba-tiba berdiri dan beranjak dari sofanya itu terlihat pergi kearah kamarnya. Jane sedikit heran. Tiba-tiba, Ryan keluar membawa t-shirt berwarna putih polos dan memberikannya pada Jane.
"Pakailah, kau akan terkena radang dingin sekarang jika memakai bajumu itu" kata Ryan yang memalingkan mukanya dari Jane. Seolah dia canggung dan sedikit malu melihat Jane saat itu.
Jane tersenyum hangat kearah Ryan.
"Dia manis sekali.." kata Jane dalam hati.
"Terima kasih lagi, Ryan.." kata Jane dengan pipi yang memerah.
"Bergantilah dikamar ku..aku akan menunggumu disini" kata Ryan.
"Baiklah" jawab Jane.
Jane yang segera ke kamar Ryan dan mengganti baju nya terlihat malu dan senang, mukanya yang mulai merah lagi mengisyaratkan bahwa Jane sangat menyukai laki-laki yang bersamanya ditempat itu sekarang. Jane keluar dan Ryan melihat Jane memakai baju putih yang sedikit kebesaran seolah menenggelamkan badan Jane yang ramping dan kecil itu.
"Pfft, kau terlihat lucu.." kata Ryan sambil tertawa kecil.
Jane yang tersenyum malu pun merasa mereka berdua adalah sosok simulasi suami dan istri. Jane yang berhalusinasi itu malu dan mulai menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.
"Meskipun kebesaran, setidaknya baju ini nyaman dan tak basah hehe" kata Jane pelan sambil melangkah menuju sofa tempat Ryan duduk.
"Letakkan saja baju dan 𝑐𝑜𝑎𝑡 mu itu ke dalam tas plastik ini Jane.." kata Ryan sambil memberikannya tas plastik bening. Jane pun duduk ke sofa dan mengambil tas plastik yang diberikan Ryan dan mulai memasukan baju dan 𝑐𝑜𝑎𝑡 nya yang basah itu. Setelah selesai, Jane mengambil segelas Choco hangat dan menghirupnya, Jane suka aroma coklat di hari yang hujan dan dingin. Dia pun mulai meminum setengah dari Choco hangat itu.
"Merasa baikan?" tanya Ryan.
"Tak pernah sebaik ini.." jawab Jane.
Hujan diluar pun semakin deras dan kilatan petir yang terang membuat Jane sedikit terkejut. Ryan pun beranjak dari sofa dan menyalakan penghangat ruangan.
"Aku mandi dulu, kau bisa menunggu disini sampai hujan reda dan aku akan mengantarmu pulang, Jane.." kata Ryan dengan tenang.
"Mandi?!disaat aku masih berada di tempatnya?! BERDUA?!..oh astaga Jane hilangkan pikiran kotormu itu, hush..hush..pergilah pikiran aneh.." kata Jane dalam hati sambil menepuk pipinya yang sedikit merah dan hangat itu.
"Baiklah.." kata Jane.
Jane duduk dan menunggu di sofa, dia terlalu grogi untuk berdiri dan melihat ke jendela. Jane menatap jam di lengannya dan jam sudah menunjuk pukul 02.50pm dan Jane berpikir tidak apa-apa dia pulang sedikit lama, yang penting dia sudah memberitahu orang tua nya dan dia tidak khawatir selagi dia berada di tempat Ryan. Sepuluh menit pun berlalu dan Ryan keluar dari kamar mandi ujung yang berdekatan dari kamar tidur nya Ryan. Kamar mandi itu bisa dilihat dari ruang tamu tempat Jane duduk. Ryan yang keluar hanya bersetelan handuk yang menutupi pinggang sampai lutut nya pun membuat Jane grogi dan memerah setengah mati. Baru pertama kali ini dia melihat seorang laki-laki telanjang dada di depannya. Otot Ryan lebih terlihat jelas saat dia tidak memakai baju, perut roti sobek nya terlihat seakan badan laki-laki itu adalah badan yang atletis dan seksi. Ryan pun memasuki kamar nya dan menghilang dari pandangan Jane. Seakan sadar wajah nya berubah menjadi tomat merah pun, Jane mulai menampar pelan wajahnya agar dia tidak berlarut oleh bayangan Ryan tadi sehabis mandi.
"Tabahkan dirimu Jane...astaga." pikir Jane dalam hati.
Ryan pun tampak nya sudah selesai ganti baju, dia memakai celana training hitam merek adidas itu dengan sepasang sweater putih hangat dan menggantung handuk kecil putih di lehernya. Rambut nya yang masih basah juga seolah membuatnya lebih tampak seksi. Ryan mendekat ke sofa dan duduk di 3 meter di samping Jane.
"Omong-omong, darimana kau mengetahui namaku?.." tanya Ryan bingung. "Saat di rumah sakit, kau memanggil namaku dengan lengkap dan menyebut ku 'senior tampan'.. aku tak mengerti maksudmu dan aku terkejut kau mengenalku, sedangkan aku tidak.."
"Kau adalah senior kelas 3 di sekolah menengah atas, kita satu sekolah waktu itu, kau cukup terkenal dikalangan junior makanya aku bisa mengenalmu, kau tahu?.. Aku masih duduk di bangku kelas 1 sekolah menengah pertama saat itu. Wajar kau tak mengenalku hehehe.." kata Jane dengan jelas.
"Jadi, kau berumur 17 tahun sekarang?." tanya Ryan serius.
"Ya, dan kau 22." jawab Jane datar.
"Apakah legal aku menjadikanmu kekasihku diumur mu yang masih bocah begini?.." Tanya Ryan dengan nada bercanda dan tertawa kecil.
"Apa maksudmu?" tanya Jane serius.
"Tentu, kau adalah satu-satunya perempuan yang lucu dan baik, aku bersyukur tak mengenalmu saat kau masih SMP, jika aku mengenalmu, mungkin junior sekolah akan heboh bahwa aku mengencanimu hahahaha..bercandaa.." jelas Ryan dengan nada bercanda dan tertawa.
"Kau menyukaiku?" tanya Jane serius.
"Maaf..maaf.. aku hanya bergurau.." kata Ryan dengan pelan.
"Aku.. kurasa aku...menyukai mu senior.. ma-maksudku..Ryan..saat ini..dan aku tidak bercanda.." tukas Jane dengan frontal.
"Jane?.." suara Ryan mulai bingung dan ekspresi wajahnya yang tadi tertawa sekarang seakan menjadi serius.
"Aku bilang.. AKU MENYUKAIMU!" jelas Jane ke Ryan dengan kuat.
Yang awalnya Ryan dan Jane itu berjarak 3 meter tersebut menjadi jarak 1 meter. Ya, Ryan mendekati Jane perlahan. Jane yang seolah tadi berani sekarang menjadi sedikit grogi dan takut. Wajahnya memerah dan seolah ruangan di sekitar itu menjadi panas. Jane menatap Ryan perlahan-lahan wajah mereka mulai dekat, kira-kira 8cm saja dan Jane bersiap akan hal itu.
"Tidak apa-apa, aku sudah diumur legal ku dan aku siap mendapat kecupan nya" kata Jane dalam hati.
Jane yang menutup matanya seakan siap menerima ciuman dari laki-laki tampan dan populer saat dia sekolah dulu. 1 menit berlalu, namun Jane tak merasa bibir Ryan menyentuh bibirnya, tak sama sekali. Jane membuka matanya dan melihat Ryan yang masih sama, dekat dengan wajahnya namun tak menciumnya. Ryan tiba-tiba mengangkat tangan nya kearah wajah Jane dan telapak nya menepuk pelan jidat Jane seperti kakak yang sedang memarahi adiknya.
"Akh.." sontak Jane yang menerima tepukan Ryan di jidatnya itu.
"Jane, jangan bertingkah seperti itu.. aku tak akan mencium mu.." jelas Ryan dengan wajah serius.
"Kau menolakku?.." tanya Jane frontal dengan ekspresi sedih.
"Ah anak ini... Jane, kau berada di rumah laki-laki, berdua, secara harfiah aku hanya berdua disini denganmu, tak ada yang tahu dan tak ada siapa-siapa disini.. Aku sebagai laki-laki bisa saja mencium meraba dan blah blah blah mu, tapi aku tidak mau begitu. Kenapa kau sangat ceroboh dasar bodoh.." kata Ryan seperti sedang mengomeli adiknya dan mencubit pipi Jane.
"heii...sakit tahu.." tukas Jane malu.
"Kedepannya, jangan begitu di depan lelaki lain, ah ya Tuhan aku bersyukur kau mengatakannya padaku bukan pada lelaki lain, kau tidak tahu seberapa jahatnya pikiran laki-laki,Jane." Jelas Ryan dengan nada serius. Ekspresi wajah nya seolah kesal dengan Jane.
"Kalau dengan mu, aku tidak apa-apa..sungguh.., dan juga..,"
"Tidak.. Terlalu dini melakukan ini.. jangan terburu-buru untuk itu.." sambung Ryan yang tidak ingin mendengar penjelasan Jane lagi.
Ryan berpindah dari sofa itu dan membawa handuk yang basah itu dan pergi menghilang dari hadapan Jane. Jane merasa malu, tubuh nya seolah panas dan punggung nya seolah mendapat sensasi panas dingin. Jane ingin pulang dan menangis di kamarnya untuk saat ini, matanya yang mulai pedih dan berat mengisyaratkan dia akan menangis lagi.
"Cukup Jane.. jangan kau buat dirimu malu lagi.. ah astaga..." kata Jane dalam hati sambil menahan air mata nya.
Ryan kembali dan melihat Jane tertunduk. Ryan cukup mengerti apa yang sedang Jane pikirkan.
"Aku pulang dulu, terima kasih tumpangannya...dan juga coklat hangatnya.. aku berjanji aku akan mengembalikan baju mu besok..aku pamit.." kata Jane terburu-buru seolah dia sedang dikejar anjing. Jane yang masih menunduk itu juga segera cepat melangkah ke depan pintu apartemen Ryan dan memakai boots nya. Jane menoleh ke belakang dan melihat Ryan tidak ada, tidak sama sekali menyusul Jane. Jane sangat sedih dan air mata nya pun keluar, dia malu dengan dirinya. Segera dia memakai sepatu boots nya dan mengambil tas plastik berisi 𝑐𝑜𝑎𝑡 dan baju hitam nya tersebut dan membuka pintu apartemen Ryan. Saat membuka pintu apartemen Ryan, Ryan tiba-tiba datang dan menahan pundak Jane.
"Pakai mantel ku ini, setidaknya menjagamu tetap hangat dan biarkan aku mengantarmu pulang, Jane." Kata Ryan pelan. Nadanya masih sama, nada bicaranya yang hangat dan lembut. Jane benci menerima fakta bahwa Ryan seakan terdengar tak peduli akan kejadian tadi. Jane hanya mendengar kata Ryan tersebut tanpa memutar badannya kearah Ryan, dia tak mau Ryan melihat dia yang menyedihkan itu. Air mata Jane semakin deras dan Jane berusaha menahan isak nya.
"Jane, tatap aku.." kata Ryan dengan pelan
Jane memutar badannya ke arah Ryan, namun dia tidak mau mengangkat kepalanya. Ryan yang seakan tahu Jane sedang menangis pun tak mau berbuat banyak.
"Anu?..." tanya Jane terkejut. Ya, Ryan memeluk Jane tiba-tiba.
"Tidak apa-apa, aku berjanji kita akan melakukan itu saat kau sudah lebih dewasa, oke?" jawab Ryan namun Ryan tetap memeluknya dan tak menatap wajah Jane, dia tahu dan mengerti keadaan Jane jadi dia tetap memeluk Jane sampai Jane baikan saat itu. Saat merasa Jane sudah tak menangis, Ryan melepas pelukannya dan menatap wajah Jane.
"Kau menangis hanya karena itu? Dasar bodoh.." kata Ryan tertawa kecil.
"Ah ya Tuhan, hentikan aku bisa mati malu disini.." kata Jane.
Ryan pun tersenyum menatap Jane yang matanya merah dan berbinar seakan air matanya memantulkan cahaya-cahaya. Wajah Jane memerah jelas saat itu. Tiba-tiba Ryan mendekatkan wajahnya ke wajah Jane dan ya, Ryan mencium pelan kening Jane yang hangat itu dan tersenyum ke arah Jane. Jane yang terkejut pun menatap wajah Ryan.
"Kalau ciuman kening, kurasa aku bisa memberikannya.." kata Ryan dengan tersenyum hangat sambil menatap wajah Jane yang memerah itu.

" kata Ryan dengan tersenyum hangat sambil menatap wajah Jane yang memerah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bersambung..

Memories After Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang