Bab 8

11 3 5
                                    

Peristiwa yang tak disangka dan mengagetkan itu membuat Jane berusaha memahami kondisi, Tentang siapa wanita ini sebenarnya. Jane menatap Ryan dan melihat Ryan yang tak nyaman namun seolah bersikap santai.
"Sedang apa kau disini?" tanya Ryan kepada perempuan tersebut.
"Astaga, seharusnya aku yang bertanya sedang apa kau disini sendirian?" tanya perempuan itu dengan nada sarkas.
Jane ingin berbicara namun ada sedikit getaran aneh diperut dan di tenggorokan nya seakan melarang Jane untuk berbicara. Melihat ekspresi Ryan seperti itu membuat Jane tak berani berbicara sepatah katapun, Jane berpikir biarlah dia tidak mencampuri omongan orang lain.
"Apakah kau buta? Tidakkah kau melihat seseorang bersamaku sekarang? Dan kau membelakangi nya." tegas Ryan dengan nada sedikit tinggi.
Perempuan itu dengan santai melihat kearah belakangnya dan melihat Jane yang sedang duduk terdiam. Jane merasa canggung dengan situasi itu berusaha untuk bersikap tenang. Jane tahu ada hubungan yang tak beres antara Ryan dan perempuan itu.
"Oh... hai, namaku Nicole Marquesa, panggil saja Nicole... kau siapa?" tanya perempuan yang bernama Nicole itu dengan nada sedikit sombong.
"Ah..nama ku Janeth Parkinson, panggil saja Jane.. senang bertemu denganmu.." jawab Jane ramah.
"Ya terserah, jadi,kau berpacaran dengan Ryan? tch.." tanya Nicole dengan nada kasar sambil menoleh kearah Ryan.
Jane itupun terdiam sejenak, tak menyangka sikap wanita ini membuat Jane sedikit kesal saat itu namun Jane berusaha untuk tidak mengacaukan suasana.
"Sa-" suara Jane yang ingin menjawab itupun terhenti karena suara Ryan.
"Ya, dia pacar ku dan juga nada bicaramu sangat tak sopan dan melihatmu disini membuatku sakit kepala, bisakah kau meninggalkan kami disini sendirian?" tegas Ryan.
"Aku sedang tak berbicara denganmu, aku berbicara dengan pacarmu. Hei Jane, apa yang kau lakukan sehingga Ryan bisa suka kepad-" kata Nicole yang terputus karena suara Ryan.
"Bisakah kau tak mengganggu nya?" tanya Ryan yang terdengar marah.
"Baiklahhh~" sambung Nicole penuh dengan nada ejekan.
Terlihat seorang laki-laki berbadan sedikit besar, tingginya sekitar 176cm berjalan kearah mereka.
"Hei babe.. kenapa kau lama sekali?" tanya laki-laki itu kepada Nicole sambil mencium bibir Nicole seakan mereka sudah terbiasa akan hal itu.
Terlihat laki-laki itu adalah pacar Nicole.

Terlihat laki-laki itu adalah pacar Nicole

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(pic source : pinterest.)

(note!: this is just an illustration, i am so sorry for those people in this picture, i didn't mean to, this is just an illustration ◕_◕)

Jane yang bingung dan terdiam seakan takut berbicara itu meraih tangan Ryan dengan pelan dan memberi Ryan kode seakan dia dan Ryan harus pulang saja.
"Astaga, beri salam dulu kepada Ryan dan pacaaar~ barunya yang bernama Jane ini babe.. bukankah kau dan Ryan sahabat?" tanya Nicole kepada pacarnya itu.
"Ryan?, hei kawan, lama tak berjumpa denganmu.." kata laki-laki berusaha sok dekat dengan Ryan.
Ryan yang diam saja terhadap sapa mereka membuat Jane merasa sedikit anxiety dan gugup. Laki-laki itu menatap Jane.
"Halo, namaku Zack, senang bertemu denganmu.... Jane." sapa laki-laki yang ternyata bernama Zack itu sambil tersenyum ke Jane. Jane pun membalas dengan sedikit senyuman dan diam seakan tak tau harus berbuat apa.
"Kalian sudah selesai?" tanya Ryan dengan kesal.
"Yo mate, kita sudah lama tak bertemu kenapa kau sangat kasar begitu.." kata Zack.
"Aku tak peduli, lagian, bukankah kau yang menjauhi ku, Zack? Apa kalian lupa? Kalian tak mau ku bicarakan disini kan? Maka dari itu jangan sok dekat denganku, kalian membuatku jijik.." jawab Ryan dengan muka masamnya.
Jane yang terkejut dengan sikap Ryan yang tak seperti biasanya membuat Jane gelisah. Jane menatap Nicole yang terlihat kesal dan marah akan perkataan Ryan pun pergi dari tempat itu meninggalkan Zack.
"Baiklah kami akan pergi... lain kali kita akan bertemu di waktu yang tepat, Ryan. Sepertinya kau masih panas seperti sebelumnya, Sampai jumpa teman.." pamit Zack dengan nada santai dan pergi menyusul Nicole.
Ryan tak perduli dengan pamitan Zack, sikap tak acuh Ryan membuat Jane tak ingin memulai pembicaraan.
"Maafkan aku, Jane.. pasti kau baru melihat sifatku yang menyeramkan itu, ya?" tanya Ryan dengan muka sayu.
"Tak usah memikirkanku, apakah kau tidak apa-apa? Kau terlihat kesusahan karena mereka tadi.. siapa mereka dan ada masalah apa?" Tanya Jane pelan.
"Zack adalah teman SMA ku, Nicole adalah teman satu universitasku.." jawab Ryan dengan nada pelan.
Jane heran ada apa dengan mereka berdua sampai bisa membuat Ryan yang tenang, baik dan ramah menjadi orang yang kasar, masam dan tak perduli pada mereka. Jane yang tahu Ryan tak ingin menceritakan masalah mereka langsung mencairkan suasana tersebut.
"Baiklah, apakah kau mau pulang? Hujan sudah tak sederas tadi dan disekitar sini ada market jadi aku bisa membeli payung untuk pulang.." tanya Jane.
Ryan pun tersenyum dan mengelus pipi Jane yang hangat itu.
"Oke, tapi kau tunggu disini, aku akan membayar ini dan biarkan aku yang membeli payung, tunggu disini Jane.." jawab Ryan tersenyum.
Jane yang lega dengan senyuman Ryan pun menyetujui perkataan Ryan sambil tersenyum. Ryan pun beranjak pergi dari meja itu dan meninggalkan Jane sendiri. Jane yang menunggu Ryan sambil berpikir ada apa dengan pasangan dua itu.
"Jangan-jangan... Nicole mantan Ryan? Tapi tak mungkin karena Ryan mengatakan mereka hanya teman, tapi mengapa Ryan terlihat sekesal itu? Dan tentang Zack... 'apa kalian lupa?'..Hmm ahh astaga ini membuatku pusing..." kata Jane dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tak lama kemudian Ryan pun datang, Jane yang sudah melihat kedatangan Ryan dari kejauhan pun segera keluar dari restoran tersebut dan menghampiri Ryan.
"Astaga, seharusnya kau jangan keluar dulu, kau akan basah.." kata Ryan.
"Tak apa-apa, aku tak mau membuatmu menunggu diluar.." jawab Jane.
Mereka dua pun saling tersenyum dan berjalan pulang bersama. Jane menatap Ryan dan terlihat mukanya masih sedikit kesal.

***

Ryan yang membawa payung dan menggenggam tangan Jane itu tak mengeluarkan suara selama mereka dalam perjalanan pulang. Jane merasa tak enak karena tak bisa berbuat apa-apa. Jane pun tertunduk diam dan merasa sedih bahwa kencan pertamanya hancur begini, mulai dari pertanyaannya, dan dua pasangan yang menghancurkan suasana itu. Dia tak ingin melihat sikap Ryan yang penuh emosi seperti itu, Jane berpikir Ryan terlalu berlarut dalam emosinya.
"Astaga, Ryan juga manusia dan dia wajar emosi begini, astaga Jane jangan egois dan jangan hanya memikirkan perasaanmu saja.. pikirkan bagaimana membuat Ryan ceria kembali.." pikir Jane dalam hati sambil melihat sepatu bootnya yang basah karena air hujan di aspal itu.
"Jane?.." sahut Ryan.
"Hmm?.." gumam Jane.
"Maafkan aku, emosi ku membuat hawa kencan terasa buruk... maafkan aku atas sikapku Jane, aku terlalu sensitif akhir-akhir ini.." kata Ryan dengan muka lesuh nya.
"Ryan, tak apa-apa... maafkan aku yang hanya diam saja tanpa memerdulikan kesulitanmu.. aku sempat jengkel karena kau terlalu berlarut dalam emosimu dan kupikir aku jahat sekali..." jawab Jane yang sedikit terisak itu.
"Uhh dasar cengeng..." kata Jane dalam hati ke dirinya sendiri.
"Kau menangis?" tanya Ryan.
Seketika Ryan berhenti, sambil tangan kanannya memegang payung, tangan kiri Ryan memegang pipi Jane yang dingin karena angin hujan itu.
"Tidak..." jawab Jane.
Jelas Jane berbohong namun tampak matanya yang sedikit merah dan berkaca-kaca.
"Jane, kau tak perlu meminta maaf, kau benar akan hal itu.." kata Ryan.
Jane yang hanya diam saja tak tau harus berbuat apa. Ryan yang melihat Jane seperti itu mulai memeluk Jane. Jane pun memeluk Ryan dengan erat. Jane adalah wanita yang sangat sensitif, pelukan baginya adalah pengisi energi dikala energinya terkuras. Ryan pun melepas pelukannya dan menatap wajah Jane.
"Bisakah kau memegang payungnya dulu?" tanya Ryan tersenyum.
"Tentu" jawab Jane.
Jane pun mengambil payung itu dan melihat Ryan mengambil sesuatu di tasnya. Saat selesai mencari, terlihat sebuah kotak hitam kecil berukuran 16x20 dengan tulisan perak putih.
"Sebenarnya ini akan kuberikan saat di jembatan tadi, namun hujan turun dan kejadian di restoran juga membuatku tak bisa memberikannya padamu..." kata Ryan sambil memberikan kotak itu kepada Jane.
"Bisakah kubuka sekarang?" tanya Jane.
"Tentu.." jawab Ryan.
Jane membuka kotak itu dan melihat kalung berwarna emas perak dengan liontin nya berbentuk tetesan air yang dipenuhi berlian-berlian kecil.
"Ryan, ini sangat mahal, kau tak perlu melakukan ini.." jawab Jane terkejut melihat isinya.
"Tak apa, itu untukmu dan aku ingin memberikannya padamu sebagai hadiah pertama.." jawab Ryan sambil tersenyum.
Jane tersenyum akan hal itu.
"Bisakah kau memakaikannya sekarang untukku?" tanya Jane sambil memutar arah badannya.
"Baiklah" jawab Ryan.
Ryan dengan lembut mengangkat rambut Jane yang halus dan sedikit ikal itu dan mulai memasangkan kalung dengan liontin yang indah ke leher Jane yang panjang dan pale itu.
"Sudah.." kata Ryan.
Jane memutar hadapannya kembali ke arah Ryan dan tersenyum menatap liontin yang indah seakan liontin berbentuk air hujan itu memberi sebuah petanda akan sesuatu.
"Terima kasih" kata Jane sambil tersenyum menatap Ryan.
"Ya.." sambung Ryan.
Ryan menatap Jane yang tersenyum didepannya itu merasa tak tahan akan manis nya tatapan Jane. Ryan mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Jane perlahan-lahan dan makin mendekat sehingga jarak hidung mereka hanya sekitar 1cm.
"Ryan?.." sahut Jane gugup.
Ryan tak menjawab sahutan Jane dan perlahan mulai mendekatkan wajahnya lagi dan terlihat Jane menutup matanya. Di bawah hujan yang rintik-rintik, mobil yang lalu-lalang, awan yang sedikit gelap serta cahaya kota yang seakan seperti kelap kelip bintang itu membuat mereka dua hanyut dalam dunia mereka sendiri. Ryan mencium bibir Jane yang sedikit merah itu. Jane pun membalas ciuman tersebut. Orang-orang yang berjalan di trotoar yang sama dengan Ryan dan Jane tersenyum melihat pasangan itu berciuman. Seakan tak peduli, Ryan tetap mencium bibir Jane. Jane merasa bibir Ryan yang lembut dan nafas hangat Ryan menyentuh pipi dan hidungnya membuat Jane hilang keseimbangan. Ciuman pertama yang dirasakan Jane itu sangat berbeda dari yang dilihatnya di film-film romantis yang pernah di tontonnya. Ciuman pertama mereka berdua dibawah hujan itu memberi kesan yang seakan itu adalah hari memorial bagi mereka berdua. Ryan pun melepas kecupannya dan menyandarkan dahinya di bahu kanan Jane sebentar.
"Ya Tuhan, rasanya aku akan pingsan sekarang... apakah ini NYATA?" tanya Jane gembira dalam hatinya.

 apakah ini NYATA?" tanya Jane gembira dalam hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(pic source: pinterest.)

bersambung...

Memories After Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang