Bab 3

40 6 6
                                    

  Mata yang berbinar tampak dari mata sang gadis yang badan dan kepalanya basah kuyup itu. Ya, gadis itu adalah Jane. Jane tidak peduli jika dia basah kuyup, beban pikiran Jane seketika hilang ditelan bumi dan pandangannya teralihkan oleh laki-laki yang berdiri di bawah pohon 𝑓𝑙𝑎𝑚𝑏𝑜𝑦𝑎𝑛 berwarna peach yang daun-daun nya basah itu. Laki-laki itu terlihat seperti malaikat, dia sangat menarik perhatian Jane di bawah hujan itu. Laki-laki itu menoleh ke arah Jane seolah tahu bahwa ada orang yang memerhatikannya. Laki-laki itu sadar bahwa gadis yang menatapnya itu basah kuyup,sama sepertinya, tidak memakai payung ataupun 𝑐𝑜𝑎𝑡 serta jaket, gadis itu hanya bersetelan piyama saja serta beralas kaki tipis. Baju Si Gadis yang dilihatnya itu basah kuyup dan mulai menonjolkan dada nya serta dalaman gadis itu yang berwarna putih dan seperkira laki-laki itu berukuran S. Wajah laki-laki itu mulai memerah dan mengalihkan pandangannya dari Jane. Jane tidak sekalipun mengalihkan pandangan nya dari laki-laki yang dikenali nya sebagai senior yang disukainya saat sekolah menengah pertama tersebut. Jane kagum, beban pikiran serta hujan yang disukainya itu ternyata membawanya ke laki-laki yang dikagumi Jane dulu. Jane mulai memikirkan
  "Apakah ini takdir?" pikir Jane sambil terus menatap laki-laki itu.
Laki-laki tersebut mulai merasa aneh dan memutar pandangannya lagi ke arah Jane.
  "Halo,miss?.. apakah anda butuh bantuan? Anda telah berdiri kaku dan basah kuyup disitu selama 6 menit tanpa memakai payung!." Teriak laki-laki itu heran dan mulai mendekat kearah Jane.
Jane yang kaget dan merasa telinga dan pipi nya mulai memerah dan memanas pun tak bisa menjawab pertanyaan dari laki-laki yang dikenali nya tersebut.
  "Ya! Dia adalah Ryan Jupe! Astaga! Dia mulai mendekati ku dengan keadaan ku seperti ini... bagaimana ini?!." Kata Jane di dalam hati dengan kaki nya yang mulai kaku itu.
Jane merasa pipi dan telinganya mulai memerah dan memanas, seakan Bumi berhenti berputar dan gravitasi di tempat itu terasa berat. Pandangan dan penglihatan Jane mulai buram dan seakan gravitasi menarik kaki nya untuk terjatuh ke tanah.
  "Miss!!..." Teriak laki-laki itu sambil berlari kearah Jane dan menangkap tubuh Jane yang kehilangan keseimbangan, dingin, basah serta lemah yang terkena hujan. Untungnya, tubuh Jane berhasil ditangkap laki-laki itu sebelum tubuh nya jatuh dan kepala nya terbentur ke tanah yang basah dan keras tersebut. Pandangan Jane mulai menggelap, namun sesaat dia masih melihat wajah laki-laki yang diyakininya adalah senior tampan yang Jane kagumi dulu. Tampak wajah laki-laki itu kebingungan dan melihat ke gelang nama pasien yang ada di tangan Jane.
  "Miss?!..apakah kau bisa mendengarku?!...bertahanlah!aku akan...," sontak, suara laki-laki tersebut semakin mengecil dan pendengaran Jane mulai hilang, Jane pingsan di rangkulan laki-laki tersebut.

***

  "Janeth..," terdengar suara wanita yang khawatir dan menangis
  "Janeth..Janeth..' suara itu mulai membesar dan mulai terdengar jelas. Jane sadar itu suara Ibunya,Anne, yang khawatir dan menangis. Perlahan Jane membuka matanya dan dia mendengar suara monitor EKG yang mengikuti detak jantungnya, seakan mengisyaratkan bahwa Jane masih hidup.
  "JANETH! Oh ASTAGA!..TERIMA KASIH TUHAN!.." tangis Ibu Jane yang bahagia dan memeluk Jane dengan erat. "Dokter! Dokter! putri ku sudah siuman!.." teriak Ibu Jane, seakan-akan dia akan kehilangan putrinya lagi jika dia tidak ditangani dengan cepat.
  "Ibu...aku tidak apa-apa.." jawab Jane dengan suara yang kecil dan lemah. Namun ibunya tidak menghiraukannya dan dokter masuk ke ruang pasien milik Jane dan disusul Ayahnya. Dokter mulai memeriksa kondisi Jane yang sudah sadar itu.
  "Jane terkena radang dingin ringan akibat basah kuyup dari air hujan serta angin dingin diluar sana, sekarang dia tidak apa-apa.. jangan khawatir Bapak&Ibu Parkinson.. Anda sudah bisa berbicara dengan saudari Janeth dan sebentar lagi Janeth sudah bisa pulang seperti sebelumnya.." jelas dokter dengan tenang dan ramah.
  "Syukurlah pemuda ini membawa Jane dengan cepat, kami sangat berterima kasih sekali.." ucap dokter dengan ramah sambil melihat ke arah pemuda tersebut. Suasana tiba-tiba begitu tenang, Ayah Jane yang berdiri di samping kasur Jane langsung menghampiri pemuda itu dan memeluknya.
  "Terima Kasih,nak... tanpamu mungkin kami akan kehilangan putri kami satu-satunya... terima kasih sekali..kami berutang kepadamu. Jasa apa yang bisa kami bayar padamu nak?.." tanya Ayah Jane dengan senang
  "Terima kasih sekali nak, terima kasih...apa yang bisa kami bayar untukmu?.." sambung Ibu Jane dengan suara yang masih terisak-isak itu.
  "Ah iya, bukan masalah yang besar, Tuan&Nyonya Parkinson, sudah kewajiban saya menolong seseorang dan saya tidak meminta imbalan..dan syukurlah ada gelang pasien di lengan putri mu...kalau tidak ada pasti saya sangat kesusahan sekali, saya hanya bersyukur bisa menyelamatkan nyawa seseorang.." kata pemuda itu dengan jelas.
Jane yang mendengar suaranya, lagi-lagi merasa tak asing dengan lelaki itu. Jane membuka mulut nya dengan susah payah dan mulai mengeluarkan suara yang mengejutkan seisi ruangan.
  "Anu...a..apakah..anda...senior tampan yang ku kagumi?.." tanya Jane blak-blakan. Namun Jane sangat jujur saat itu.
  "Ma..maksud s-saya...apakah anda bernama Ryan Casford Jupe?.." tanya Jane lebih lantang lagi.
Seisi ruangan terasa hening dan agak canggung, seolah ada getaran aneh di ruangan itu, namun lelaki tersebut pun mengeluarkan kalimat yang membuat Jane terkejut sekaligus senang.
"Ya! itu saya..cukup panggil saja aku Ryan, Jane.." jawab lelaki itu yang tak disangka memang Ryan. Dengan nada rendah dan senyuman nya yang hangat, membuat Jane seakan diberi morfin untuk 3 hari dan Jane sedikit tenang setelah mendengar itu, Jane ingin melanjutkan pembicaraan namun Ayahnya menyela momen canggung dan berdebar tersebut.
  "Ah,Jane... apakah kamu mengenal pemuda ini, sweetheart?" Tanya Ayah Jane dengan nada curiga.
  "Ya Ayah... dia merupakan senior di sekolah menengah atas yang sama sekolahnya dengan ku, Yah.. aku mengenalnya saat aku masih di sekolah menengah pertama.. dia cukup baik dan terkenal saat itu.." sambung Jane dengan nada lantang namun ekspresi wajah nya seakan memerah dan malu.
  "Baiklah istirahat dulu, Janeth.. ayah akan berbicara dengan dokter dan pemuda ini" sambung Ayahnya dengan pelan namun datar.
  "Jeremy, sekalian tolong selesaikan tagihan rumah sakit agar Janeth langsung bisa pulang.. dan nak..maksud saya, Ryan, terima kasih sudah mengantar Jane dengan selamat. Saya berutang budi padamu.." Kata Ibu Jane.
  "Bukan apa-apa, Bu Parkinson. Saya pamit dulu.." jawab Ryan.
Sesaat Ryan, dokter, dan Ayah Jane keluar dari ruangan tersebut, Jane langsung berteriak kecil di dalam selimutnya. Seakan dia baru saja memenangkan hadiah ke disneyland selama 1 bulan.
  "Ibu tebak pemuda itu adalah gebetan lama mu ya, Jane?" Kata Ibu Jane sambil terkikik malu
  "Ah tidak Bu, tapi ini suatu kebetulan yang tak biasa... aku berharap aku bisa bertemu dengannya seterusnya. Apakah Ibu tahu dimana dia bekerja?" tanya Jane antusias.
  "Ibu dan Ayah terkejut saat dia membawa mu keruang UGD dengan piyama mu yang basah kuyup dengan tubuh mu yang dingin dan lemah itu..Ibu dan Ayah mencari mu kemana-mana" jawab Ibu Jane. "Dia langsung memberikan gelang tanda pengenal mu sebagai pasien rumah sakit ini pada suster-suster yang bekerja disitu dan Ibu sangat takjub sekali..dia menggendong mu dan membungkusmu dengan 𝑐𝑜𝑎𝑡 hitam nya yang basah itu supaya kau tetap hangat padahal angin diluar sangat dingin sekali dan dia cuma memakai t-shirt putih nya yang tipis.. anak itu mengagumkan, seperti tokoh laki-laki di drama romansa yang sedang menjaga kekasihnya.." jelas Ibu nya sambil tertawa malu.
  "Ah ayolah Bu.." kata Jane tersipu malu.
"Saat kau dibawa keruangan dan kami disuruh menunggu di luar, Ayah mu langsung berterima kasih kepadanya dan dia menjelaskan apa yang terjadi, dia yang sedang berjalan pergi ke tempat kerjanya di dekat lokasi itu dan melihatmu berpikir bahwa kau kerasukan..hahaha.. namun saat dia melihat gelang penanda pasien di tangan mu itu, dia langsung membawa mu kerumah sakit ini, kami sangat berterima kasih padanya.." kata Ibu Jane.
Seketika,Jane ingat dengan jalan yang tadi dia lewati.. dari baju nya, Jane berpikir mungkin dia bekerja di salah satu cáfe tersebut karena disejejer jalan itu terdapat banyak cáfe dan tak mungkin menggunakan setelan santai saat bekerja di kantor.
  "Baiklah, terima kasih ratu cantik, aku menyayangimu.." kata Jane sambil memeluk Ibunya.
  "Lain kali jangan berbuat seperti itu Jane, kami khawatir sekali.. anggap saja ini hari keberuntungan mu.." kata Ibu nya khawatir
  "Ya bu.." jawab Jane tersenyum.
Ketika akan pulang, Jane melihat sekeliling dan berpikir bahwa Ryan sudah tak ada di rumah sakit itu. Jane berpikir tak sempat dia berterima kasih, namun juga dia senang karena dia ada alasan untuk bertemu lagi dengan senior yang dulu dikaguminya itu.
Hari pun berlalu dan tak terasa Jane sudah semakin baikan.

***

  Matahari dengan sinarnya yang hangat hanya muncul sebentar saat itu, seakan hanya untuk membangunkan Jane dari tidur lelapnya. Jane yang terbangun beranjak dari tempat tidurnya dan melihat ponselnya bahwa jam menunjuk angka 10.00am. Jane dengan terburu-buru keluar dari kamar dan turun melewati tangga rumahnya dan saat sampai ke ruang makan dia menyapa Ibu dan Ayahnya dengan gembira.
  "Selamat pagi Ayah,Ibu!.." sambut Jane gembira.
  "Pagi Janeth.." jawab Ayah dengan hangat. "Apakah kau akan pergi keluar hari ini, Jane?" Tanya Ayahnya.
  "Ya ayah, aku akan menemui pemuda yang menyelamatkan ku hehehe.." jawab Jane semangat dan malu.
  "Tak kusangka putriku sudah dewasa...yasudahlah, sarapanlah dan mandilah, jangan lupa berhati-hatilah di jalan nanti, Jane.." kata Ayahnya.
  "JANGAN LUPA MEMBAWA COAT DAN PAYUNGMU JANE! SIANG INI AKAN HUJAN!" teriak Ibu nya dari dapur yang tak jauh dari ruang makan.
  "BAIK BU!" Jawab Jane.
Jane bergegas memakan 1 potong roti selai stroberi dengan susu coklat hangatnya dan bergegas mandi. Sehabis mandi, Jane segera mengeringkan badannya dengan handuk berwarna putih lembut dan langsung memakai t-shirt berwarna putih dan jeans hitam ketat, dan juga dia memakai sepatu boot hitamnya dan memakaikan sedikit polesan makeup di wajahnya. Jane tentu ingat pesan Ibunya, tak lupa dia juga memakai 𝑐𝑜𝑎𝑡 nya berwarna hitam dan menyemprotkan parfum ke belakang telinga,lengan dan baju nya dengan aroma kayu manis bercampur mint yang segar, terakhir dia menyisir rambut nya yang ikal itu dan mengurai nya rapi.
Jane pun berangkat ke halte bus dan menaiki bus. Sambil duduk tenang di bus, Jane memasangkan earphone di telinganya yang kecil dan hangat itu dan mendengarkan lagu sambil melihat pemandangan kota yang cantik itu. 5 menit berlalu dan bus pun turun ditujuan. Jane berjalan disekitar jalan yang diingatnya. Sembari mencari, Jane memasuki berbagai cáfe yang dikiranya tempat bekerja Ryan namun hasilnya nol, namun Jane tak patah semangat. Dia tetap memasuki cáfe-cáfe disekitar jalan tersebut dan menunggu kedatangan Ryan namun, Ryan tidak berada di tempat itu. Jane keluar dari cáfe terakhir pada pukul 01.00pm dengan perasaan sedih. Langit mulai gelap dan butiran-butiran air hujan mulai turun.
"Sial, aku lupa membawa payungku.." pikir Jane dalam hati sembari mengingat peringatan Ibunya tadi pagi. Dengan rasa sedih dan sedikit kesal, Jane berlari dan menepi di depan kedai kopi yang kecil dan klasik namun pelanggannya lumayan banyak saat itu. Aroma kopi yang menenangkan dan hangat itu membuat Jane ingin bertemu Ryan secepatnya, padahal sebenarnya Jane tidak suka kopi namun menghirup aroma kopi Ibu nya itu membuat Jane terbiasa dengan aroma yang menenangkan nenurut setiap orang. Jane sudah hilang semangat untuk memasuki kedai kopi, dia pikir bahwa tak mungkin Ryan bekerja di rumah kopi tersebut dan dia tidak apa-apa untuk hanya sekedar menepi disini saja. Namun saat dia menoleh ke arah kirinya, dia melihat pohon 𝑓𝑙𝑎𝑚𝑏𝑜𝑦𝑎𝑛 yang persis dengan pohon saat dia berjumpa senior yang dikaguminya. Jane menatap pohon itu dengan heran. Hujan pun turun, namun tak sederas hari itu, angin nya tak begitu dingin karena ada 𝑐𝑜𝑎𝑡 hitam yang melindunginya serta suara-suara rintik hujan setidaknya menenangkan Jane saat itu. Dengan berharap dia bisa menemui Ryan lagi, Jane berpikir dia akan kembali besok ditempat cáfe yang sama. Dia menunggu hujan reda sambil menepi di depan kedai kopi itu. Dengan mata yang sayu dan mengantuk, Jane dengan muka datar dan jiwa yang sudah tak bersemangat lagi melamun dan menundukkan kepalanya di tengah rintikan hujan.
"Jane?..." terdengar suara yang berat nan lembut, suara itu rasanya tak asing bagi Jane.
Jane menangkat kepalanya dan melihat seorang laki-laki didepannya yang berjarak 1 meter itu memegang payung berwarna putih dan memakai setelan mantel panjang berwarna coklat terang serta baju dan jeans nya yang hitam itu. Seketika tak ada gravitasi ditempat itu yang rasanya membuat Jane ingin terbang bagaikan burung merpati di udara.
  "Hai.. senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi, Jane.." sambutan Ryan yang hangat dengan suara berat yang khas itu membuat Jane tersenyum gembira.

Bersambung..

Memories After Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang