Chapter 4

2.6K 336 8
                                    

Seberapa keraspun niat hati ingin menyingkirkan sisi kemanusiaan, nyatanya aku tak mampu melakukannya semudah Douma memerintah ku.

Aku sudah berusaha untuk menyesuaikan diri dengan melihat adegan berdarah yang dilakukan Douma tepat di depan mataku. Namun aku tetap tidak bisa beradaptasi, isi perutku memaksa untuk keluar seberapa keras pun aku mencoba. Tidak jarang pula Douma menjejali potongan tubuh manusia ke mulutku yang berakhir ku buang tanpa sepengetahuannya.

Rasanya sungguh mengerikan. Aku tidak dapat merasakan apa-apa selain rasa anyir yang menyengat, melebihi rasa logam yang sesekali terkecap indra perasa ketika meminum air sungai sembarangan. Sungguh berbeda dengan definisi kenikmatan yang pria itu jelaskan.

Lidahku pun tidak lagi mampu mengidentifikasikan rasa rempah-rempah dari masakan yang Karui suguhkan padaku. Hal tersebut membuatku semakin enggan menerima kenyataan, bahwa aku menjadi mahluk setengah-setengah karena ulah Douma. Sehingga sering kali karena hal tersebut aku menahan lapar dan berakhir sia-sia. Sungguh menyiksa.

Rasa lapar ku yang tidak wajar itu malah membuat Douma senang. Sebab dia merencanakannya, kurangnya nutrisi yang ku terima akan menguntungkan dirinya yang haus akan belaian. Ya, selama ini aku hanya mengonsumsi darah miliknya langsung dari urat nadi lehernya. Douma tidak memperbolehkan ku untuk mencari titik lain saat menikmati darahnya. Hanya di leher dan berakhir dengan adegan panas yang begitu ia damba.

“Lagi.” rengeknya pelan.

Aku mengerang frustasi. Tanganku berusaha mendorong wajahnya yang hendak mendaratkan gigitan di ceruk leherku.

“Tidak! Aku lelah—akh!”

Dalam hati, aku merutuki darah sialan pria itu yang bercampur dengan darahku. Akibatnya, dia dapat mengontrol ku dengan leluasa seperti yang dikehendakinya. Douma selalu pandai memanfaatkannya dengan mengambil alih kendali tubuhku yang bergerak tanpa bisa ku hentikan.

Douma menggigit leherku hingga berdarah lalu menyesapnya rakus sekali hingga membuatku pusing.

“Hisap darahku.” pintanya di sela hisapannya. Aku menggeleng keras. Titik hisapan itu kian terasa sakit saat Douma mendaratkan gigitan keras di luka yang di timbulkan. Aku yakin dia telah menciptakan luka baru yang katanya adalah bahan latihan ku untuk berlatih mengontrol regenerasi tak masuk akal miliknya. Douma benar-benar berusaha keras untuk membuatku selalu berada disisinya.

Air mataku tak terbendung lagi, meluruh melalui sudut mata akibat rasa sakit yang mendera. Aku menghirup napas dalam sebelum menghembuskan secara perlahan, menukikkan alis kala memfokuskan energi pada luka menganga di leher, Douma masih di sana, menciptakan luka baru di sisi leher bagian yang lain sementara aku harus fokus dengan kegiatanku.

Napasku tersendat, tangan besarnya yang merengkuh punggungku telah berpindah tempat, menangkup buah dadaku sesekali meremas nya perlahan. Iblis ini bersungguh-sungguh dengan perkataannya untuk menyuruhku memusatkan perhatian pada penyembuhan ku, sementara dirinya bergerilya sesuka hatinya pada tubuhku. Sialan.

Tanganku yang terbebas menjambak surai pirang berdarah miliknya keras, hingga wajahnya mendongak menatapku memelas yang saat ini berada di pangkuannya.

“Berhenti dulu.” aku menatapnya jengkel sembari mengusap leherku yang terasa hangat. Terdapat asap kecil bersamaan dengan menutupnya luka selepas aku mengusapkan tangan di sana. Mataku memicing kala bersirobok dengan manik pelangi bertuliskan kanji miliknya, “Seperti aku sudah bisa mengatasinya.” ucapku skeptis.

Pria itu tersenyum sumringah, dia menarik telapak tanganku lalu mendaratkan kecupan ringan pada jemariku, “Tangan Dewa, kemampuan milikku akhirnya dapat kau kuasai dengan sempurna. Aku bangga!” lidah panjangnya menjilati jari telunjukku, “Seperti itulah caraku menutup luka menganga di perutmu malam itu. Aku hebat kan?”

𝐌𝐲 𝐃𝐞𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang