Keinginanku terlampau besar dengan mengharapkan kembalinya eksistensi keberadaan Kaigaku di dunia ini.
Dewa mengabulkan permintaan ku meskipun timbal balik yang harus ku terima adalah memorinya tidak lagi sama seperti dulu.
Kaigaku benar-benar melupakan keberadaan ku, kendatipun perwujudan diriku tidak sepenuhnya berupa Iblis Asali seperti Douma. Tidak ada perubahan yang bersifat spesifikasi pada tubuh ku kecuali bagian mulut, serta mataku yang semula berwarna lavender, kini berpendar akan keramaian warna. Aku tidak tahu mengapa bisa seperti itu, dan bertanya kepada Douma akan berakhir percuma.
Lelaki itu hanya mengatakan boneka harus di hias sedemikian rupa agar berperawakan persis seperti pemiliknya. Sama sekali tidak memuaskan rasa penasaranku.
Dalam waktu satu harian penuh, aku terjebak oleh atmosfer yang mencekam, dimana rindu dan amarah bercampur aduk hingga tak karuan menyesakkan relung dadaku tiap kali menyaksikan bibir yang biasanya penuh dengan lontaran kata frontal itu kini berbicara sangat meyakinkan bahwa kehadirannya itu nyata dan untuk melawan kubu manusia, dimana Kaigaku dan aku sendiri pun pernah menjadi bagian dari mereka.
Kaigaku masihlah kasar seperti dahulu. Nada bicaranya tidak berubah sama sekali meskipun saat ini ia tengah berhadapan dengan raja para Iblis. Sudah menjadi kebiasannya jika berhadapan dengan orang yang lebih kuat dari dirinya, ia akan melontarkan kalimat dengan kosa kata baku meski intonasinya tidak berubah sama sekali.
Dan fakta tersebut membuatku merasa tidak tetap hati untuk mengekspresikan apa yang ku rasakan saat ini. Bahwa Dewa menciptakan lelucon yang sangat pahit dengan mempertemukan kami di situasi yang sangat tidak memungkinkan untuk bernostalgia akan janji-janjinya yang belum di tepati sama sekali. Situasi yang melukiskan tentang ketidakmungkinan kami akan bertahan usai peperangan kaum iblis yang tersisa, melawan ratusan—bahkan ribuan pasukan profesional yang Oyakata-sama kumpulkan dari penjuru Negeri Jepang untuk mengalahkan musuh bebuyutan antar klan yang katanya sudah ada sejak zaman leluhur berjaya.
“Kage, berikan masukan mengenai strategi yang ku rancang, pergunakan lah posisimu sebaik mungkin atau aku akan mencabutnya dengan segera.” tubuh ku terlonjak saat mendengar suara bariton itu memanggil namaku, nama yang Muzan ciptakan untuk membuang identitas ku semasa menjadi manusia.
Kegugupan melanda ketika seluruh audiens mendaratkan atensi kepadaku. Menatapku penuh harap dengan menimpali strategi penghabisan mereka. Kedua tanganku mengepal erat. Aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk membantu mereka barang kali niatan itu ada dan sebesar titik saja.
Rangkulan erat dan berat menekan pundakku, mataku melirik Douma yang tampaknya menyadari gelagat ku yang sejak awal membisu dan tidak banyak bicara.
“Tidak perlu minta pendapatnya, karena akulah yang menguasai dirinya.” timpal Douma ringan.
Muzan tampak tak ambil pusing dengan perkataan Douma yang cenderung menyulutkan emosi. Pria itu lantas menyipitkan kedua mata sembari berkata, “Kalian adalah darahku yang berharga, sebagai orang yang terpilih dan mampu bertahan selama ini, ku harap kalian tidak akan mati dengan mudah hanya karena melawan seonggok manusia ternak.” sosoknya melampirkan jas hitam pada pundak lebarnya sebelum melanjutkan, “Sisanya ku serahkan padamu, Nakime. Atur lah posisi pertarungan yang strategis untuk mereka.”
Bersamaan petikan senar biwa yang menggema di dalam ruangan tak berujung itu, Muzan hilang bagai tertelan bumi akibat teknik darah iblis wanita bermata satu di atas sana.
“Seluruh ruang pribadi kalian, akan ku hubungkan dengan rute labirin yang ku ciptakan. Sesuai dengan rencana. Janganlah salah satu dari kalian beranjak dari ruangan sampai para Kisatsutai menghampiri. Ingatlah selalu, tuan rumah selalu menguasai daerah kekuasaannya dengan baik, melebihi kemahiran musuh dalam beradaptasi melalui insting.” Nakime mengangkat tangan kanannya tinggi sekali, lalu diikuti oleh para iblis yang tersisa. Mereka ikut serta membentuk simbol tangan yang berarti persatuan sebelum berpisah. Aku pun turut serta melakukan gestur tersebut meski acungan tanganku tidak tinggi melebihi puncak kepala ku. Setidaknya aku menunjukan sedikit loyalitas agar mereka tidak mencurigai ku.
Nakime kembali memulangkan satu persatu iblis kembali ke ruangannya, dan hanya menyisakan aku, Douma beserta Kaigaku. Perihal lelaki yang sempat mengisi relung dadaku dengan segala perlakuan manisnya yang malu-malu, Nakime masih mengatur ruangan yang dimintai oleh Kaigaku agar interiornya memudahkan dirinya dalam bertarung. Sementara Douma, aku tidak tahu ada apa dengan pria yang satu itu.
Dia tampak tersenyum penuh arti menatapku, lalu mendorong pundakku kecil. Menyebabkan kernyitan penuh keheranan pada dahi ku semakin terlihat jelas.
“Kita saling terhubung satu sama lain bila kau melupakannya. Apapun yang kau pikirkan saat ini, aku mampu membacanya dengan sangat jelas.” Douma berbisik rendah di telingaku. Sekali lagi, dia mendorongku, kali ini cukup keras hingga tungkai kaki ku melangkah tanpa bisa dicegah. Mengikis jarak yang ada di antara aku dan Kaigaku yang tadinya berada dalam radius tiga meter, kini semakin menyempit.
Derap langkahku disadari olehnya. Hingga saat itu pula Kaigaku menolehkan kepala, menghadap diriku sepenuhnya. Raut wajahnya semakin seram dihiasi dengan garis kehitaman yang terdapat di masing-masing pipinya. Dan aku semakin sulit pula membaca raut wajahnya.
Aku sudah hampir melupakan saat terakhir kali aku menegak air, rasanya sudah sangat lama sekali. Dan saat ini, untuk pertama kalinya aku tidak lagi bergantung pada sumber kebutuhan manusia, aku merasakan bagaimana tenggorokan ku terasa sangat kering untuk bersuara, entah itu menyapa ataupun melontarkan kalimat pemecah kecanggungan yang melingkupi pun aku tidak mampu.
Iris mata zamrud indah miliknya kini mengeruh. Alis lebatnya menukik tinggi dengan kerutan dalam di tengah kening.
“H-hah, ternyata memang benar kau.” intonasi berbicaranya semakin berat ditambah dengan intensitas yang entah kenapa membuat buku kuduk ku meremang semakin membuat perasaan ku tidak karuan. Kaigaku mengepalkan tangannya erat sekali hingga dibalik balutan perban yang melindungi perpanjangan lengannya menunjukkan urat menonjol yang cukup mengerikan, “Aku mempertaruhkan hidup dan mati ku hanya untuk menyelamatkan mu. Aku juga mengulur cukup banyak waktu agar kau dapat pergi sejauh mungkin dari desa keparat saat itu. Lalu—bagaimana bisa kau!”
Napasnya tercekat hingga membuatku tergugu kala menyaksikan bola matanya mengkilap dan mulai basah oleh genangan air mata yang menumpuk di pelupuk mata tegasnya. Perasaan bersalah mulai bercokol dalam benak, meskipun keadaan ku yang saat ini bukanlah keinginanku.
“A-aku... Maaf,” pandanganku mulai mengabur dan terasa panas. Dadaku terasa sangat sesak sekali melihat Kaigaku mendongakkan wajahnya sembari memejamkan matanya kuat, hingga derai air matanya semakin deras ku lihat. Ku gigit bibirku keras-keras, menahan tremor yang mulai merabak ke setiap sudut tubuhku. “Kaigaku, Aku tidak—”
“Aku tahu!“ Kaigaku menukas perkataan ku, “Kita berada di posisi yang serupa! Aku tahu itu (Y/n)! Kita hanya mendapatkan uji coba bertahan hidup setelah kematian menyapa. Nafasku sudah di ambang batas, begitu pula dengan hubungan kita!”
“Pertemuan ini hanya untuk mengungkapkan perpisahan semata?” tanyaku dengan kegetiran yang teramat. Kaigaku membisu di hadapanku. Menatapku dengan sorot mata yang kelewat tajam. “Kenapa kau sangat mudah mengatakannya setelah semua yang kita lalui bersama?!” aku memekik keras.
Napas ku memburu menyaksikan keterdiaman Kaigaku, kedua tanganku mengepal keras.
“Bukanlah matamu lebar-lebar (Y/n)! Kita sedang tidak berada di situasi yang mengadakan sesi jatuh hati kembali kala kematian sudah menantimu di depan sana! Ingatlah selalu, Iblis tidak memiliki perasaan! Karena perasaan hanya semakin melemahkan pertahanan diri!” Kaigaku membalas dengan nada yang tidak kalah keras, urat-urat kekesalan terpampang jelas menghiasi pipis hingga merambat ke leher.
Tepukan ringan pada sisi pundakku membuat ku tersentak dan sontak memalingkan wajah, menatap sinis Douma yang memperkeruh suasana dengan perkataan nya.
“Benar sekali, peliharaannya Kokushibou-dono sangatlah pintar. Iblis tidak boleh memiliki perasaan. Oleh sebab itulah (Y/n)-chan memberikan seluruh perasaannya kepadaku, tidak apa 'kan?”
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐃𝐞𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲✔
Fanfiction[R-21+] 𝐃𝐨𝐮𝐦𝐚 𝐗 𝐅𝐞𝐦!𝐑𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫 ❝Meladeni mu merupakan bentuk tebusan atas rasa bersalah ku yang sangat besar. Kumohon, apapun yang akan terjadi, dampingi lah aku selalu.❞ ━━━━━━━━━━━ ©𝐊𝐢𝐫𝐢𝐬𝐡𝐢𝐦𝐚-𝐒𝐚𝐦𝐚12/04/2020 Cr pict @pintere...