Chapter 7

1.9K 261 9
                                    

Bagaikan bumi yang membelah diri tuk membumiratakan segala macam ekosistem yang terdapat di permukaan. Guncangan yang luar biasa terjadi cukup lama, sebab rotasi dimensi ekstrim yang budak wanita Muzan lakoni. Tatanan ruang dirancang sepadat mungkin guna mempersempit jalur pelarian para Kisatsutai yang akan di tarik ke dalam dimensi tak terbatas ini.

Kekokohan pijakan ku ternyata tidaklah sekuat Douma yang mampu berdiri anggun sembari menenteng sebuah penggalan tangan wanita segar yang baru saja menyerahkan diri setelah Douma mengatakan kepada umatnya mengenai hari akhir bagi umat manusia akan tiba pada hari ini, dimana bulan purnama telah menampakkan diri dengan sangat jelas.

Berkali-kali aku kehilangan keseimbangan tubuh, dan berkali-kali pula Douma menangkap tubuhku yang limbung. Tidak seperti awal dimana ia membiarkanku kembali mengambil jarak, kini Douma membopoh tubuhku menggunakan sebelah tangannya yang kosong.

"Kali ini (Y/n)-chan hanya perlu berdiam diri di sini. Berontak lah seperti beberapa waktu yang lalu, maka aku akan menyumpalkan jemari wanita ini ke mulutmu."

Aku memalingkan wajah ketika Douma dengan sengaja mengusap permukaan bibirku menggunakan jemari wanita muda yang tidak lagi utuh. Tubuhku bergeletar menahan hasrat alamiah kalau menghirup aroma manis yang menguar. Dan Douma tampaknya sangat paham dengan hal itu. Ia tertawa kecil.

"Kita harus menciptakan banyak momentum emas bersama, barangkali salah satu dari kita akan terlebih dahulu musnah—ya, meskipun dapat ku pastikan tidak akan ada yang mati sih." Kecapan mulut Douma semakin keras, Tiba-tiba ia tercenung dalam waktu yang cukup lama sebelum menyeringai lebar. "Sebagian dari mereka telah sampai di tempat Kokushibou-dono. Sebentar lagi giliran kita. Aku harus menyelesaikannya secepatnya."

Mulutnya menganga lebar, lalu ia memasukkan perpotongan tangan utuh itu kedalam mulutnya.

Sementara itu, pikiranku berkemelut manakala memikirkan bagaimana jikalau ada salah satu senior yang mengenaliku akan berhadapan langsung dengan Douma. Mungkin aku akan di eksekusi detik itu juga, sebagaimana perjanjian yang di tetapkan oleh ikatan rekan Kisatsutai sebelum melaksanakan misi yang berat.

Meneguk saliva pun terasa begitu berat bagiku, terlebih menyaksikan raut wajah girang Douma ketika melontarkan isi kepalaku.

"Kita berhak menghabisi rekan jika salah satu dari kita bertransformasi menjadi iblis sebab adanya kontak darah. Semakin kuat seorang Kisatsutai, maka semakin berpotensi pula sosoknya menjadi iblis." Douma berdecak malas, "Apapun itu aku tidak peduli, selama kau ada di sisi ku, maka kau akan aman. Tidak perlu takut dengan kematian, karena kita ini mahluk abadi."

Aku mengangguk pelan, mencoba menenangkan hati yang sesak meskipun stigma negatif terus bermunculan dan semakin membuatku resah. Netra ku mengerjap pelan, melirik pintu besar berwarna emas yang terletak jauh di depan sana. Entah kenapa aku merasa pintu tersebut tiba-tiba saja memiliki celah kecil di tengahnya, dengan kilauan putih yang begitu menyakitkan mata.

"Douma—"

Srak!

"Hei, gadis kecil yang tidak memiliki sopan santun, bukan seperti itu etika berkunjung di wilayah orang lain."

Tubuhku menggigil ketika menyaksikan siapa sosok yang akan menghadapi kami. Mulutku memekik tertahan sebab dibekap terlebih dahulu oleh telapak tangan Douma yang penuh darah.

Sosoknya dikenal sebagai pilar serangga.

Dahulu, aku pernah menjadi salah satu rekan yang di naungi oleh sosoknya. Kochou Shinobu si gesit dan mematikan. Dia adalah mentor yang bertanggung jawab dalam peracikan antidot pada misi pemberantasan keluarga busuk yang bekerjasama dengan iblis tahun lalu.

Menerima takdir dimana aku harus melawannya sungguh sulit, rasanya aku bahkan ingin langsung mati tanpa perlu berjuang untuk bertahan hidup dengan kondisi ku saat ini.

"Bisa-bisanya kau menyebut dirimu dengan kata 'orang' disaat dirimu bukan lagi salah satu dari kami." Gadis dengan rambut gelung itu menggeram, memberi sorot meremehkan dengan sangat kentara terhadap Douma yang terkikik sembari menyembuhkan matanya yang terbelah oleh sabetan nichirin beracun milik Shinobu.

Netra ungunya kemudian bergulir, dan berhenti tepat padaku yang sedang memberontak sekuat tenaga tuk melepaskan diri dari Douma. Aku benar-benar tak kuasa menyaksikan bagaimana bundar nya pupil mata itu bergetar ketika menyaksikan ku.

"Douma! Lepaskan!"

Aku meronta semakin hebat, namun anehnya, Douma sama sekali tidak goyah. Dia begitu kokoh mempertahankan ku di gendongannya bahkan mengeratkan cekalannya.

"Kau... Ada di regu yang hilang itu 'kan? Sumako (Y/n)? Bagaimana bisa—"

"Ups, aku sedang tidak mengizinkan adanya sesi nostalgia, maaf ya."

Telapak tangan Douma yang besar menutupi pengelihatan ku, menekannya kuat-kuat sampai rasa linu yang timbul seolah mampu memecahkan kepalaku. Melalui sudut mataku, aku merasakan cairan yang mengalir deras, menyusup kedalam mataku hingga mulutku memekik kesakitan.

Detik berikutnya, dimana kegelapan mulai menyapa, samar-samar aku mendengar sepatah kalimat yang berbunyi.

"Tidurlah, dan saksikan bagaimana bunga tidur ku yang membawa duka cita mendarah daging." 

[]

𝐌𝐲 𝐃𝐞𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang