1 : Antara nyata dan tidak nyata

46 23 48
                                    

Happy Reading!
Alhamdulillah covernya udah jadi, dengan ini aku makin semangat dehh. Enjoy, guyss!

●○●○●

Suara keras terdengar ditelinga gadis yang sedang tertidur pulas, mengganggu tidur gadis itu, tapi gadis itu tak kunjung bangun. Mungkin mimpinya begitu indah, sehingga enggan untuk bangun.

"Ay, bangun! Ada doi lo noh di bawah!" teriak Kenzie membawa galon kosong, sepertinya dia akan menjadi Akang gendang.

Kalya menggeliat, merentangkan tangannya.
"Eugh ... masih pagi ini, Bang," ujarnya kembali tidur.

"Udah siang bangke! Sebenarnya lo ini cewek apa cowok sih? Masa gue yang cowok aja bangun pagi, lo malah bangun siang?" Kenzie duduk di pinggir kasur Kalya.

Kalya mengubah posisinya menjadi duduk.
"Lo mau ngapain bawa galon? Galon punya gue masih banyak," katanya, sembari perlahan berdiri. Kalya menggeliat mengangkat tangannya ke atas.

"Dih, mandi sono lo, bentar lagi ujian juga. Kalau gak lulus awas aja lo, mempermalukan nama baik, Kenzie Azka Algifari!" tutur Ken sedikit mendorong punggung Kalya hingga Kalya masuk ke kamar mandi yang pintunya terbuka.

"Bawel lo! Eh, btw, siapa doi gue? Momy Sinta bukan? Gak ah, males dia nanyain nikah mulu." Kalya menutup pintu kamar mandi.

Ken menggelengkan kepalanya terkekeh.
"Mamah ngidam apa sih dulunya? Kok bisa sifat gue sama Aya kebalik gini?" gumamnya.

"Kamu ngomong apa, Bang?" tanya Mamah yang tiba-tiba ada di ambang pintu.

Ken melotot keget. Kemudian, menuntun Mamahnya keluar dari kamar Alya.
"Aya udah bangun, dia lagi mandi." Ken menutup pintu.

"Mamah gak ngidam apa-apa, Ken. Itu keturunan," usul Mamahnya sembari berjalan menuruni tangga.

"Keturunan?" Ken mengikuti Mamahnya dari belakang.

Mereka duduk di meja makan, dan terdapat Papahnya juga di sana.

"Dulu, Mamahmu sikapnya sama seperti Aya sekarang. Hanya saja, Mamahmu senang bermain dengan laki-laki, dan adikmu tidak senang bergaul," sergah Papah.

"Terus?"

"Sikap Aya yang dingin dan manja itu keturunan dari Mamah, kalau sikapnya yang tidak suka bergaul itu dari Papah," lanjut Mamahnya sembari menyiapkan roti selai coklat.

"Ohh, gitu. Aku senang bergaul, berarti keturunan dari Mamah. Kalau dari Papah ...."

"Kamu anak yang cerdas dan rajin, kalau dibandingkan dengan adikmu, dia sangat pemalas."

Tiba-tiba Kalya datang dengan seragam putih abu-abunya, dan memberi ikatan pada rambut panjangnya itu.

"Random banget sih klean!" teriak Kalya. Lantas berdramatis.

"Di depan orang tuamu kau malukan diriku! Kau bandingkan aku dengan dirinyaaa ...." Kalya bersenandung ria serta menggoyangkan pinggulnya.

"Astagfirullah, ish!" Mamah menjewer telinga Kalya.

"Aduh, aduh, sakit, Mah!"

"Makannya pagi-pagi itu sapa kek orang tuanya, malah teriak gak jelas, kalau kedengeran sampai ke rumah tetangga kamu pasti di baku han--"

"Syut, Mamahku cayang yang cantiknya masya Allah tabarakallah. Masih pagi ya, Bun. Jadi aku langsung berangcut aja," ujarnya mencium tangan Mamahnya, lalu berjalan mendekati Papah dan Abangnya untuk berpamitan.

"Gak mandi ya, lo?" tanya Ken curiga.

"Mandi kok, kemaren. Udah ya, babay semua, samlekom!" teriaknya mencomot roti selai yang dibuatkan Mamahnya, dan berlalu keluar dari rumah. Tak lupa ia sudah menggendong tasnya juga.

Never Ending LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang