28

34 11 12
                                    

"Hey, gue bawa bubur. Makan dulu yok?" Marko menunjukkan bungkusan yang dibawanya ketika memasuki kamar Jinee.

"Lo dari mana aja?" Bukannya menjawab, Jinee malah melempar tanya lain.

"Sorry, lama ya? Abis ngampus gue langsung beli ini dulu." Marko seketika menunjuk paper bag di tangan lainnya.

Jinee mengernyit, "Handphone?"

Marko tersenyum saat bergerak mendekat. Diletakkannya bungkusan plastik berisi bubur tadi ke nakas samping ranjang. Lalu, ia mengambil tempat di depan Jinee. "Buat lo. Hape lo kan rusak. Gue susah soalnya kalo lo ga bisa dihubungin."

Akhirnya Jinee hanya mengangguk-angguk saja.

"Yaudah, makan dulu deh. Belom makan kan pasti?" Marko hendak beranjak untuk menyiapkan makananan, namun gerakannya tertahan oleh tangan Jinee.

Gadis pemilik lengan yang masih terbebat perban itu menatapnya sedemikian rupa. Mata membulat yang dibuat berkedip lambat, hidung mengembang serta bibir mencebiknya meneriakkan satu kata. Gemas!

"Pengen mie," cicitnya kemudian.

Marko menaikkan sebelah alis. Kurang setuju dengan gagasan Jinee. "Kan lo belum sembuh, Luk .... Besok aja ya nge-mie-nya? Sekarang makan ini dulu, oke?"

Bibir mungil itu semakin mencebik dan hidungnya semakin intens berkembang-kempis. Kepala bermahkotakan helai-helai kusut itupun bergerak ke kiri-kanan. "Nggak mau! Nggak enak. Mau mie!"

"Tapi-"

"Yaudah gue gak makan aja kalo gitu."

Nah lho. Kenapa jadi begini sih?

Ini benar Jinee kan? Sahabat Marko yang anti uwu-uwu gemas itu? Kenapa malah melempar tantrum hanya karena masalah sepele begini ya?

Oho, masih ingatkah kalian saat Marko bilang temannya itu akan menyusahkan saat sedang sakit? Ya begitulah .... Paling susah memang merawat Jinee yang sedang sakit.

Lalu, bagaimana respons Marko? Oh, please. Jangan kalian tanya!

Meski awalnya cowok itu menolak, ujung-ujungnya juga pasti-

"Yaudah iya, makan mie." See?

Cih, lemah emang dasar budak!

"Bener?" Yah, Marko mah mana mau melewatkan wajah sumringah sahabatnya setelah ia setujui begini?

"Iya boleh." Akhirnya anggukan pasrahlah yang Marko berikan. "Yaudah lepas dulu, biar gue ke bawah buat minta tolong Bi Iin bikinin mie."

"Ng?" Eh-eh, bukannya dilepas, lengannya malah semakin diremat keras.

"Kenapa lagi?" tanya Marko bingung.

"Lo yang masakin."

"Hah?"

"Mie-nya .... Nggak mau dimasakin Bi Iin, mau lo aja yang masakin."

"Yakan sama aja, Luk? Mau siapa juga yang masak."

"Ya gak mauuu~ pokoknya kudu elo, Komon, yang masak. Titik!"

Chit-chattingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang